SOLO – Anak yang berbohong tentu saja membuat orangtua merasa marah. Bohong bukanlah perbuatan yang terpuji. Apabila tidak segera diatasi, hal ini akan menjadi kebiasaan buruk yang kelak akan merugikan Ananda. Alasan mengapa seorang anak berbohong sebenarnya cukup sederhana. Secara umum, anak merasa bahwa hal tersebut akan membantu dirinya, seperti misalnya agar dia tidak kena marah, atau anak merasa bahwa dengan berbohong akan membuat orang lain merasa lebih baik. Dan yang lebih penting lagi, sering kali anak mempelajari perbuatan ini, justru dari orangtuanya. Misalnya, saat anak menangis, orangtua berusaha menenangkan dengan berkata akan mengajak anak jalan-jalan ke mall, padahal setelah anak diam, ternyata tidak jadi diajak ke mall. Namun, bisa saja anak belajar berbohong sendiri, karena sebenarnya, berbohong pun merupakan tanda bahwa pola pikir Ananda berkembang.
Lalu, apa yang bisa dilakukan oleh orangtua, saat mendapati bahwa anak berbohong?
Pertama, Bunda harus tetap tenang dulu ya. Jangan langsung marah-marah atau menghukum Ananda. Berikanlah kepada anak kesempatan, untuk menjelaskan kenapa dia melakukan itu. Katakanlah bahwa Bunda tahu dia tidak jujur, lalu berikanlah pemahaman kepada Ananda, bahwa berbohong bukan perbuatan yang baik. Apabila Bunda langsung marah, atau bahkan menghukum Ananda, bisa saja di kemudian hari Ananda justru akan berbohong untuk menutupi perbuatan yang dia lakukan.
Kedua, jangan memberikan label kepada Ananda. Misalnya dengan mengatakan bahwa dia pembohong. Jelaskan bahwa Bunda mengerti mengapa dia berbohong, tetapi Bunda tidak suka dengan apa yang Ananda lakukan, dan berbohong itu adalah perbuatan yang berdosa.
Ketiga, Bunda juga bisa memberikan pemahaman mengenai akibatnya apabila anak berbohong, misalnya melalui cerita-cerita. Bunda bisa menjelaskan kepada Ananda, mengapa berbohong justru akan merugikan Ananda nantinya.
Keempat, berikanlah teladan yang baik kepada Ananda. Berusahalah untuk tidak berbohong kepada Ananda, walaupun Bunda menganggap kebohongan itu adalah kebohongan yang ‘baik’. Berusahalah untuk jujur, dan juga menepati janji kepada Ananda, agar Ananda juga mencontoh apa yang Bunda lakukan.
Kelima, berikanlah pujian saat Ananda berani untuk jujur, meskipun dia melakukan kesalahan. Misalnya, saat Ananda merusak mainan atau merobekkan buku, dan dia dengan jujur mengakui kesalahannya. Katakanlah bahwa merusakkan mainan itu memang tidak baik, tetapi Bunda menghargai karena dia mau jujur. Dengan demikian, Ananda akan terdorong untuk selalu jujur. Wallahu a’lam bishawab.< Dimuat di Majalah Hadila Edisi April 2018>