Sumber gambar: dreamstime.com
Hadila.co.id — Memahami keadaan orang lain sangat di perlukan dalam kehidupan. Karena hal ini akan mempertajam kecerdasan sosial kita, sehingga kita mampu bertindak dengan tepat dan dapat saling berinteraksi positif dengan orang lain.
Miris. Sering kali kita melihat anak (didik) kita bersikap cuek, egois dan tidak peduli pada lingkungan sekitar. Minim empati. Lalu bagaimana sikap kita sebagai pendidik dan orangtua?
Kiranya, kita perlu menyadari bahwa pendidikan sosial khususnya dalam hal menanamkan empati pada anak, penting untuk dimulai sejak dini. Sebagai bentuk tanggung jawab dalam rangka menyiapkan generasi yang cerdas juga berkualitas.
Menurut Abdullah Nashih ‘Ulwan (2012: 289) yang dimaksud dengan pendidikan sosial yaitu bagaimana mengajari anak semenjak kecilnya untuk berpegang pada etika sosial yang utama dan dasar-dasar kejiwaan yang mulia, bersumber dari akidah Islam yang abadi dan perasaan keimanan yang tulus.
Dari pengertian tersebut, cukup jelas bahwa tanggung jawab penting pendidik dan orangtua dalam rangka menyiapkan generasi ini tidak hanya sekadar mengutamakan ranah kognitif saja. Akan tetapi, juga pada menggali dan membentuk jiwa sosial yang terbungkus empati dalam diri seorang anak sejak dini. Sehingga anak tidak akan ‘terisi’ oleh sikap cuek, egois dan individualis.
Cara Menggali Empati Anak
Ada beberapa pertanyaan yang sering kali muncul. Mengapa ada orangtua yang merayakan syukuran anaknya bersama anak-anak panti asuhan? Mengapa ada orangtua yang sesekali mengajak anak-anaknya mengunjungi (atau sekadar melihat) anak jalanan seusianya yang tinggal di bawah kolong jembatan? Apa pentingnya? Mengapa hal ini perlu dilakukan oleh orangtua atau guru?
Jawabannya karena hal tersebut adalah salah satu cara untuk menggali empati anak. Dalam Prophetic Parenting (Muh. Nur Abdul Hafizh, 2009: 380), untuk membentuk jiwa sosial kemasyarakatan anak, maka perlu adanya sebuah interaksi langsung anak dengan masyarakat di sekitarnya. Baik dengan orang dewasa maupun dengan anak-anak lain yang sebaya, agar dia dapat bersikap aktif yang positif, jauh dari malu dan sungkan yang tercela.
Dengan interaksi langsung dan pendampingan berikut juga arahan, anak-anak dapat melihat potret kehidupan orang lain, serta belajar untuk peduli dan memahami bahwa masih ada orang lain atau anak-anak yang tidak seberuntung dirinya. Pada akhirnya hal tersebut akan memunculkan sikap dan perasaan empati di dalam diri seorang anak. Ketika jiwa empati muncul, hati pun akan tergerak untuk cepat membantu jika diperlukan.<>
Oleh: Agus Yulianto, S.Pd.I., Pernah Dimuat Majalah Hadila Edisi Mei 2015