Hadila.co.id — Di Inggris ada sebuah roundabout (percabangan) lebih dari sepuluh. Begitu sampai ke ujung jalan menuju roundabout, pilihan harus diambil; ambil yang ketiga, yang kesembilan, atau belokan persis sebelah jalan. Semua pilihan konsekuensinya berbeda. Ada yang sampai London, Manchester, dll. Ingat, sekali masuk highway, hanya bisa keluar di kota berikutnya jika nyasar.
Begitu pun dengan kehidupan keluarga. Akan ada saja keluarga, seperti pengendara mobil tanpa perencanaan tadi. Pokoknya sopir sudah memiliki mobil (keluarga) dan ada penumpang (istri dan anak). Kehidupannya mengalir begitu saja, sesuai belokan di depan mata dan berbagai kejadian yang ada. Ujungnya, entahlah. Allah Swt memang memberikan berbagai pilihan hidup, tapi manusia yang memutuskan pilihannya.
Biasanya, saat seorang lelaki/ perempuan tergetar hatinya ketika melihat lawan jenisnya, dia akan berusaha membawanya naik mobil tanpa peduli tujuan lawan jenisnya sama dengannya atau tidak. Makanya, di dalam perjalanan antara sopir dan penumpang pasti bertengkar terus karena tujuannya beda. Terlebih jika lahir generasi berikutnya yang punya keinginannya sendiri. Terbayang betapa hiruk pikuknya rumah tangga karena masing-masing punya cita-cita yang berbeda.
Lain hal jika sebelum mengajak, mereka berdiskusi dulu, melihat kesamaan tujuan. Jika sama, mereka menyepakati rute dan jenis transpornya. Dalam berumah tangga, calon suami dan istri harus berdiskusi sejak sebelum menikah. Apa tujuan menikah? Jalan mana yang akan ditempuh? Jalan sepi tak banyak penggunanya, populer, atau berisiko pembelokan?
Harus pahit-pahit dulu. Tidak usah bicara berbagai bonus dalam perjalanan, misal bisa berhaji. Diskusikan semua hal yang tidak menyenangkan karena itu perlu, lalu buat komitmen.
Dalam pernikahan, harus ada blue print (rencana) ini. Sedang variasi pelaksanaannya, sangat mungkin berubah di tengah. Tujuannya tetap sama, tapi bisa jadi ambil rute agak berputar karena beberapa hal. Mestinya juga ada jumlah keturunan dalam blue print ini (seizin Allah Swt). Setelah ada anak, kenalkan blue print ini pada mereka, dan pada saatnya minta anak memberikan masukan. Ditargetkan hafalan Quran atau tidak, dst.
Blue print menjadi petunjuk perjalanan rumah tangga. Mengapa memilih sekolah anak yang mahal? Karena ada harapan bagi anak. Konsekuensinya, biayanya besar. Akibatnya merambat ke mana-mana. Tapi demi satu tujuan, kondisi ini diterima lapang. Maka, sudahkah keluarga ini dipastikan tujuannya ke mana?<MH>