Hadila.co.id – Semakin cantik di usia yang semakin menua, sangatlah mungkin. Penjelasan mengenai hal tersebut, diuraikan dalam wawancara Hadila dengan Ustazah Mimin Aminah, trainer pelatihan pasutri SMARTLOVE dan SYAHADAT CINTA Lembaga Pelatihan dan Konsultasi Keluarga CAHAYA ISLAM, Bandung.
Kecantikan adalah nikmat Allah. Bagaimana kita menanggapi nikmat yang satu ini?
Benar bahwa kecantikan wanita adalah karunia Allah. Maka, karunia tersebut harus kita jaga dengan senantiasa meningkatkan kapasitasnya secara seimbang. Di sisi lain, cantik adalah amanah. Sehingga menuntut pertanggungjawaban. Dengan merawat secara baik dan benar sesuai aturan Allah Swt, cantik bisa menjadi anugerah. Sebaliknya, jika tidak, cantik bisa menjadi fitnah.
Bagaimana masalah kecantikan ini, jika dikaitkan dengan suami?
Suami oleh Allah diberikan hak atas kesenangan dari kecantikan istri. Sehingga istri harus pula memperhatikan hak ini. Istri beserta seluruh yang ada padanya adalah, bagian yang halal bagi suami. Istri memiliki potensi fitrah sebagai sumber ketenteraman dan saluran syahwat bagi suami. Allah berfirman; “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, … . Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” [Q. S. Ali-Imran (3): 14]
Dalam beberapa nash disebutkan bahwa istri salehah adalah yang menyenangkan atau menarik bila dipandang suaminya. Bersih, rapi, segar, cerah, ceria, dll. Karena hal tersebut, perlu bagi seorang istri untuk senantiasa merawat kecantikannya.
Bagaimana agar kecantikan menjadi anugerah, bukan fitnah?
Pertama, dengan menjadikannya untuk tujuan yang benar atau dinikmati oleh yang berhak (suami).
Kedua, sesuai dengan yang disyariatkan. Misalnya, cantik juga tentang apa yang dipakai oleh tubuh yaitu pakaian. Pakaian tersebut haruslah yang sesuai dengan aturan Islam yaitu menutup aurat.
Ketiga, upaya mempercantik diri itu harus sesuai dengan batasan Allah. Bukan dengan cara yang diharamkan oleh Allah. Diantaranya; tidak dengan mengubah ciptaan Allah (mencukur bulu alis, operasi plastik bukan karena alasan kesehatan), menyambung rambut, mengikir gigi, mentato tubuh. Tidak diperbolehkan pula (haram) menggunakan susuk atau jimat tertentu. Selain itu, tidak diperbolehkan mempercantik diri dengan cara-cara yang menzalimi diri. Misalnya, diet ingin kurus dengan zat-zat yang membahayakan tubuh. Atau ingin tinggi dengan metode-metode yang berbahaya, dll.
Diusia matang, perlu tetap menjaga keharmonisan. Salah satunya tetap atau bahkan semakin cantik. Bagaimanakah caranya?
Kalau dipahami betul, persepsi atau pandangan mengenai cantik itu akan bergeser seiring usia. Maksudnya jika kita posisikan suami sebagai ‘penikmat’ kecantikan istri, maka pandangannya akan kecantikan istri pada usia 30-40 dengan setelah 40 ke atas pasti berbeda. Di awal pernikahan bisa jadi kecantikan fisik istri memiliki porsi yang cukup banyak di hati suami. Namun seiring waktu bersama, kecantikan yang sifatnya batiniah bisa jadi lebih dicintai. Sabar, lemah lembut, tenang, amanah, telaten, qonaah, ikhlas, senantiasa bersyukur, dan kecantikan batin lainnya justru memberikan ketenteraman pada suami ketimbang sekadar kecantikan fisik saja.
Dalam usai pernikahan yang matang suami akan semakin mencintai istrinya karena kecantikan batinnya; menunjukkan daftar panjang pengorbanan, ketelatenan mengurus anak, kesabaran yang berlipat, kebijaksanaan yang semakin muncul, kedewasaan yang semakin sempurna, dll. Disini esensi menikmati kecantikan dalam diri suami menjadi orientasi litaskunu ilaiha; tidak hanya tenteram mata, tetapi juga tenteram hati.
Sehingga saat kecantikan fisik dirawat seperlunya dan kecantikan batin ‘dihias’ sepenuhnya, istri tidak perlu takut kehilangan cinta suami karena bertambahnya usia. Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian dan harta kalian akan tetapi Dia melihat kepada hati-hati kalian dan perbuatan-perbutan kalian.” [H. R. Muslim].
Adakah konflik keluarga terkait hal tersebut yang pernah ustazah temui?
Biasanya konflik terjadi karena istri yang tidak memahami keinginan suami, atau suami yang tidak memberikan penghargaan pada upaya istri.
Suami kadang memiliki keinginan tertentu yang tidak terungkap terkait penampilan istri di hadapannya atau di hadapan teman/ koleganya. Di sisi lain terkadang suami juga kurang memberikan perhargaan, saat istrinya berusaha ‘memperbaiki’ penampilan.
Sebenarnya suami adalah pihak yang paling bisa untuk mendorong istrinya lebih cantik, manakala suami memerhatikan dengan respons positif, penghargaan, penilaian, pujian, dll. Sehingga istri juga lebih tahu apa yang disukai atau tidak disukai suami. Istri semakin semangat mempercantik diri, karena dia dihargai, diterima.
Berarti kecantikan dan kematangan, justru merupakan kolaborasi yang pas?
Benar. Karena saat usia bertambah, seharusnyalah semakin matang dalam pengertian bijak. Termasuk bijak ‘mematut’ diri. Usia 50an tapi selalu ingin tampil seperti remaja, kan malah aneh. Namanya tidak matang emosi. Saat seorang wanita matang secara emosi, ia akan mampu mematut diri. baik di hadapan suami ataupun publik. Di depan suami menyenangkan, di hadapan publik pun akan mampu serasi tetapi wajar sehingga membuat suami pun nyaman.<Dimuat di Majalah Hadila Edisi Desember 2014>