“Engkau bersama orang yang engkau cintai.”
Matan hadis ini terdapat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Imam Bukhari meriwayatkannya pada beberapa tempat, diantaranya dalam Kitab Ashhaab An-Nabiy Sallaahu ‘Alaihi Wasallam, Bab Manaaqib ‘Umar bin Al-Khaththab: 3688; Kitab Al-Adab, Bab ‘Alaamat Hubb Allaah ‘Azza Wajalla: 6171; dan Kitab Al-Ahkaam, Bab Al-Qadhaa’ Walfutyaa Fi Ath-Thariiq: 7153. Imam Muslim meriwayatkannya dalam Kitab Al-Birr Wash-Shilah, Bab Al-Mar’ Ma’a Man Ahabb: 2639.
Tentang hadis ini, Anas bin Malik Ra bercerita, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, bahwa suatu ketika ada seorang lelaki yang bertanya kepada Rasulullah Saw tentang hari kiamat. “Kapan kiamat?” katanya. “Apa yang telah engkau siapkan untuknya?” Rasulullah Saw balik bertanya. “Tidak ada. Hanya saja aku mencintai Allah dan Rasul-Nya,” kata lelaki tersebut. Rasulullah Saw kemudian bersabda, “Engkau bersama orang yang engkau cintai.”
Lelaki dalam cerita hadis ini, memiliki kesadaran terhadap masa depannya di akhirat. Dia tak sekadar berpikir tentang dunianya. Dia juga memikirkan akhiratnya. Untuk tujuan itu, dia juga sudah menyiapkan bekal untuk menghadapinya. Bekal yang luar biasa. Bekal cinta Allah Swt dan Rasul-Nya. Kecintaan kepada Allah Swt dan Rasul-Nya Saw bisa mengundang semua kebaikan dan ‘menendang’ semua keburukan. Kecintaan kepada Allah Swt dan Rasul-Nya Saw bisa menjadi sarana untuk meraih ampunan terhadap dosa-dosa. Allah Swt berfirman, “Katakanlah (Muhammad), ‘jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali Imran (3): 31). Bahkan, kecintaan kepada Rasulullah Saw menjadi salah satu patokan iman seseorang. “Tidak beriman salah seorang dari kalian sebelum aku (Rasulullah Saw) lebih dia cintai daripada anaknya, orangtuanya, dan semua manusia.” Sabda Rasulullah Saw sebagaimana dituturkan ulang oleh Bukhari dan Muslim.
Seperti itulah yang seharusnya dilakukan oeh setiap orang. Tidak sekadar memikirkan dunianya saja, tapi akhiratnya juga. Bahkan, semestinya akhirat lebih diutamakan daripada dunia. Allah Swt berfirman, “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia.” (QS Al Qashash (28): 77). Kemudian, setelah itu, menyiapkan bekal yang tepat untuk menghadapinya. Allah Swt berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Teliti apa yang kalian kerjakan.” (QS Al Hasyr (59): 18)
Sisi lain yang terungkap dari hadis ini ialah kecintaan lelaki tersebut kepada Rasulullah Saw menjadi sarana perjumpaan dengan beliau kelak di surga. Pesan ini sangat jelas. Hal ini dipertegas dengan apa yang diriwayatkan oleh Thabrani dalam hadis shahih bahwa seseorang akan dikumpulkan bersama dengan orang yang dicintainya. “Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum kecuali dia akan dikumpulkan bersama mereka,” papar Rasulullah Saw. Ya, cinta bisa mempertemukan pecinta dengan orang-orang yang dicintainya di surga sebagaimana bisa mempertemukan mereka di neraka. Inilah hebatnya cinta. “Ruh-ruh itu ibarat pasukan yang berkelompok. Jika mereka saling mengenal, mereka akan bersatu. Jika mereka tidak saling mengenal, mereka akan berpisah,” tegas Rasulullah Saw sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Tentu ini bukan sembarang cinta. Ini adalah cinta yang tegak di atas keyakinan akidah dan melahirkan peneladanan. Hasan Al-Basri pernah menuturkan, “Siapa yang mencintai suatu kaum tentu akan mengikuti jejaknya.” Karena itu, orang yang mencitai orang-orang saleh dan meniru kesalehan dan ketakwaan mereka akan berada di surga bersama mereka. Sementara itu, orang yang mencintai orang-orang kafir dan fasik dan mengikuti kemaksiatan yang mereka lakukan akan berada di neraka bersama mereka.
Karena itu, kalau selama ini kita mengaku mencintai Rasulullah Saw dan orang-orang saleh, kita harus berusaha membuktikannya. Kita tidak bisa menyusul mereka sebelum kita mengikuti jejak mereka. Dengan berteladan kepada mereka, kita berharap bisa dipertemukan dengan mereka kelak di surga. Alangkah indahnya bila harapan ini terwujud. Allah Swt berfirman, “Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul (Muhammad) maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, shiddiqin, syuhada’ dan orang-orang saleh. Mereka itu teman yang sebaik-baiknya.” (Q.S. An-Nisa (4): 69). Wallahu a’lam.
[Penulis: Tamim Aziz, Lc., M.P.I., Pengasuh Pondok Pesantren Ulin Nuha Slawi, Tegal, Jawa Tengah. Dimuat di Majalah Hadila Edisi April 2017]