Oleh: Cahyadi Takariawan (Konsultan Keluarga dari JFC)
Ketika pasangan suami istri tengah ada masalah, jangan cepat-cepat curhat. Hal ini karena fluktuasi perasaan di antara mereka terjadi dengan sangat cepat. Suasana-suasana batin di antara suami dan istri bisa berubah dalam hitungan detik.
Namun, jika memang dirasa mendesak untuk curhat dalam rangka meringankan beban masalah yang menghimpit, lakukan dengan cara yang bijak. Jangan curhat sembarangan, jatuhnya menjadi salah.
Berikut lima larangan curhat yang tidak boleh Anda lakukan.
Pertama, jangan curhat terbuka di ruang publik. Hindari curhat di televisi, apalagi disiarkan live, di-shoot wajahnya saat bercerita tentang aib pasangan. Jika pun ingin curhat di acara televisi saat mengikuti suatu acara yang ditayangkan live, hendaknya menggunakan kata ganti orang ketiga, atau membuat permasalahannya menjadi umum. Jangan menyebut identitas langsung, karena akan membuka aib pasangan secara terbuka.
Kedua, jangan curhat terbuka di media sosial. Hindari pula curhat di media sosial. Bukankah Facebook, Twitter, Instagram, dan semacamnya adalah media publik, bagaimana bisa masalah keluarga yang harusnya dijaga kerahasiaannya, justru disiarkan terbuka? Ini potensial menimbulkan masalah baru bersama pasangan.
Facebook atau media sosial lainnya adalah media publik yang bisa diakses oleh siapa saja masyarakat di seluruh dunia. Saat menulis status, hendaknya kita sadar bahwa tulisan itu sama seperti di koran atau media massa pada umumnya. Sifatnya terbuka, bukan tertutup.
Oleh karena itu, kalaupun ingin curhat di media sosial, gunakan kata ganti orang ketiga, atau gunakan ungkapan yang bersifat umum. Tidak mempersonifikasi kepada seseorang.
Ketiga, jangan “curhat jalanan” karena hal ini tidak akan menyelesaikan masalah Sahabat, bahkan berpotensi menimbulkan masalah baru. Curhat jalanan adalah curhat kepada sembarangan orang yang ditemui, kepada teman kerja, kepada tetangga, kepada saudara, bahkan kepada teman perjalanan di kereta api yang baru saja dikenalnya. Mereka itu belum tentu memiliki kompetensi untuk menyelesaikan masalah keluarga, dan justru bisa berkembang menjadi masalah baru.
Keempat, jangan curhat kepada orang spesial. Yang saya maksud orang spesial di sini adalah seseorang yang berpotensi menjadi “wanita idaman lain” atau “pria idaman lain”. Misalnya seorang istri curhat kepada seorang laki-laki, mungkin teman lama, mungkin mantan pacar di masa lalu, mungkin teman baru, tetapi konsisten curhat kepada satu orang yang sama.
Atau seorang suami curhat kepada seorang perempuan, mungkin teman lama, mungkin mantan pacar di masa lalu, mungkin teman baru, tetapi konsisten curhat kepada satu orang yang sama. Hal ini berpotensi menimbulkan benih-benih kedekatan perasaan yang bisa berkembang menjadi hubungan lebih khusus. Jika curhat dilakukan dengan rutin, membuat intensitas hubungan di antara mereka menjadi semakin kuat.
Dari mengobrol ringan, berkembang menjadi curhat, berkembang menjadi kenyamanan dan kedekatan perasaan. Apabila hal seperti ini dibiarkan berlarut-larut, sangat potensial memunculkan ikatan hati yang rumit dan menjadi masalah baru dalam rumah tangga mereka.
Kelima, jangan cepat-cepat curhat kepada orang tua atau mertua. Ketika ada masalah keluarga, jangan memudahkan diri untuk cepat-cepat curhat kepada orang tua atau mertua. Selain hal itu akan menjadi beban bagi orang tua dan mertua, hal itu juga menandakan sikap ketidakdewasaan pasangan suami dan istri tersebut.
Semestinya orang tua dan mertua tinggal menyaksikan kebahagiaan saja dari anak-anak dan menantunya. Bukan menjadi limpahan segala bentuk permasalahan yang muncul dalam kehidupan berumah tangga anak-anaknya. <Dimuat di Majalah Hadila Edisi Januari 2018>