Assalamu’alaikum. Bagaimana hukum asuransi menurut Islam (pendidikan, jiwa, kesehatan) dari lembaga keuangan konvensional? (Reza-Sragen,085728096xxx)
Wa’alaikumsalam Wr. Wb. Sebelum kita mengikuti suatu produk keuangan, akad atau transaksi tertentu, hendaknya kita terlebih dahulu memahami aturan mainnya. Jika sesuai hukum Islambkita boleh mengikutinya. Jika tidak, maka kita harus mencari alternatif lain.
Berkenaan dengan hukum asuransi menurut Islam, para ulama ada yang mengharamkan secara mutlak, ada yang menghalalkan secara mutlak, dan ada yang menghalalkan jenis tertentu (asuransi ta’awuni yang berorientasi pada sikap tolong menolong dan saling menanggung) serta mengharamkan jenis lainnya (asuransi tijari yang berorientasi bisnis dan meraih keuntungan semata).
Pendapat ketiga tentang hukum asuransi menurut Islam inilah yang dikuatkan banyak ulama dan majma’ fiqhi di negara-negara Muslim.
Kriteria asuransi yang halal
Pertama, prinsip akad asuransi ta’awuni adalah takafuli (tolong-menolong). Di mana nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi tijari bersifat tabaduli (jual beli antara nasabah dengan perusahaan).
Kedua, dana yang terkumpul dari nasabah asuransi ta’awuni (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi tijari, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
Ketiga, premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi tijari, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
Keempat, bila ada peserta yang terkena musibah, untuk pembayaran klaim nasabah dana diambilkan dari rekening tabarru’ (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong. Sedangkan dalam asuransi tijari, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
Kelima, keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi tijari, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.
Jadi, jika sistem dan mekanisme asuransi yang akan Anda ikuti sama dengan sistem dan mekanisme asuransi ta’awuni, maka hukumnya halal menurut mayoritas ulama. Jika sistem dan mekanismenya lebih dekat kepada asuransi tijari, maka hukumnya haram menurut mayoritas ulama. Wallahu a’lam bishshawab.<Dimuat di Majalah Hadila Edisi Januari 2015>