Oleh Maimon Herawati
Hadila.co.id — Saya menikah di usia yang relatif muda, 25 tahun. Tak melalui proses rumit. Diberikan biodata dia Sabtu, Ahad jelang siang telah terbuhul janji akan menikah dengannya. Ini sekelumit cerita soal proposal nikah
Secepat kilat, jika dikaitkan dengan proses sesudahnya, yaitu tentang puluhan tahun berbagi hidup dengan seseorang yang asing. Juga penuh risiko, karena saya tidak merasa melewati proses lamaran dan mengatakan “iya”.
Kenapa bisa secepat dan sedramatis itu?
Tiga bulan sebelumnya, setiap usai salat wajib dan sunah, saya minta pada Allah Swt: “Pertemukan saya dengan seseorang yang akan membawa dunia saya menuju surga, yang menjadikan tiap nafas di dalamnya untuk Allah semata.”
Saya serahkan putusan pada Allah Swt karena saya takut menjadi yang mengatakan “iya” dan “tidak”. Saya takut pertimbangan kemanusiaan saya, memengaruhi permintaan pada Allah Swt itu.
Saya tidak dalam keadaan memberikan proposal pada siapapun saat itu. Saya… jujur… sedang terluka dan lelah oleh proses sebelumnya. Bahkan, bisa dikatakan, saya kapok dan trauma.
Lalu Allah datangkan seseorang yang meminta saya menyerahkan biodata, proposal nikah. Lalu… lalu…
Dia yang terbaik dan terindah yang pernah terjadi pada saya. Alhamdulillah. Bersamanya adalah mengeja ketaatan demi ketaatan. Bersamanya adalah saling menguatkan kala salah satu futur.
Di sini saya belajar, proposal terbaik adalah pada Allah. Dengan segenap penyerahan diri dan pendekatan diri padaNya, sambil berusaha membersihkan diri dan jiwa.
Dia Sang Maha Berkehendak dan Berkuasa.