Hadila.co.id – Lazimnya (dan juga baiknya) suami adalah pencari nafkah dalam Rumah Tangga. Saat suami di rumah, dan suami tidak bekerja ada dua kemungkinan. Pertama, suami tidak bekerja karena ia kehilangan pekerjaan (entah keluar atau dikeluarkan dari pekerjaan). Kedua, ia cenderung memiliki sifat malas (tidak mudah menguasai atau menerima sebuah pekerjaan, mudah patah semangat).
Secara psikologis setiap manusia mempunyai kebutuhan untuk dihargai. Kebutuhan akan eksistensi diri tersebut dapat ‘membangun’ diri seseorang jika ‘dimanfaatkan’ dengan baik sebagai sumber motivasi internal. Istri perlu memahami ini untuk dapat mendampingi suami bertanggung jawab pada perannya sebagai pemimpin sekaligus penegak (qowwam) dalam keluarga.
Cara Meyakinkan Diri dan Orang Tua saat Ragu Menikah dengan Duda
Demikian simpulan wawancara Hadila dengan Dra. Suci Murti Karini, M.Si, Dosen Jurusan Psikologi Fakultas Kedokteran UNS yang juga psikolog Klinik Psikologi Terpadu dan Klinik Tumbuh Kembang Anak RS Dr. Moewardi, Surakarta. Berikut wawancara lengkap kami.
Dari dua sebab suami tidak bekerja yang telah disebutkan di atas. Sebab pertama, membuat keberadaan suami di rumah sifatnya temporer atau sementara. Karena biasanya suami akan berusaha agar segera dapat bekerja kembali memenuhi tugasnya Dengan kata lain, masih ada semangat untuk bekerja. Perlu diwaspadai pada kondisi ini yaitu, agar tidak ‘berlama-lama’.
Ibu Rumah Tangga atau Ibu Bekerja, Semua Pilihan Ada Konsekuensinya
Hal ini akan memengaruhi ritme kehidupan rumah tangga. Terlebih jika istri juga bekerja. Karenanya perlu ada komunikasi yang baik antara suami-istri, mencari solusi dari permasalahan tersebut.
Ini membutuhkan kelapangan hati dan peran istri untuk lebih proaktif. Karena dalam kondisi demikian, sisi harga diri suami sedang ‘tersentuh’. Sehingga suami cenderung sensitif, seolah mendapat tekanan dan menarik diri.
Pertama kali yang harus dilakukan adalah empati. Tempatkan diri pada diri suami, yang sedang tidak bekerja yang kemudian akan memiliki tanggung jawab di rumah. Setelah itu bicara dan berkomunikasi untuk menemukan cara kemudian menyusun rencana menyelesaikan permasalahan tersebut.
Cara Membangun Kembali Kepercayaan Pasangan Kita, Diantaranya dengan Menurunkan Ego
Bantu suami membuka semua kemungkinan-kemungkinan yang bisa dilakukan. Misalnya: mencari nafkah dari rumah, memulai berwirausaha, membuka kemungkinan peluang dari skill ataupun hobi suami, dll.
Kemudian buatlah komitmen-komitmen sepanjang proses ‘bangkit’ dilakukan baik yang terkait dengan aktivitas domestik kerumahtanggaan ataupun yang terkait dengan progres dari proses yang direncanakan.
Semua itu dilakukan dengan asertif dan dialogis. Karena seorang suami sangat rentan tersulut emosi, dalam kondisi seperti itu.
Sedangkan pada penyebab kedua yaitu suami dengan karakter malas lebih susah penanganannya. Karena ini dipengaruhi oleh perkembangannya sedari kecil, hal-hal yang memengaruhinya, dan faktor-faktor pembentuk lainnya. Biasanya mereka cenderung low motivated.
Pria Wajib Sadari dan Lakukan Hal Ini saat Tergoda dengan Wanita Lain
Lebih komplek lagi jika memiliki kapabilitas personal yang rendah. Apalagi saat kesuksesan atau bekerjanya istri dianggap biasa dan lumrah, bukan sebagai sebuah bentuk bantuan baginya.
Jadilah dia suami yang tidak memimpin, menyerahkan semua tanggungjawab pada sang istri, sementara ia enjoy saja menikmati ‘hidup’nya.
Disini istri harus ‘bekerja’ ekstra, meski dengan pendekatan yang sama dengan kasus pertama. Sentuh sisi harga diri suami, bantu ia membangun harga dirinya. Komunikasi adalah intinya, jangan sampai (karena kejengkelan) istri justru mendiamkan.
Coba Lakukan Ini jika Suami Pernah Selingkuh dan Sering Berbohong
Terus ajak berkomunikasi secara intensif dengan cara yang baik. Tetap hormati dan tempatkan suami pada posisi semestinya, pemimpin rumah tangga.
Jika ada keluarga yang ‘berhasil’ dengan ide Bapak Rumah Tangga (BRT) mungkin saja; pertama, mereka berkomitmen. Bahwa karena istri yang bekerja, maka suami melaksanakan peran kerumahtanggaan.
Kedua, mungkin suami cenderung mencukupkan diri dengan fokus pada penyelesaian masalah bahwa ada yang bekerja lebih baik, maka harus ada yang di rumah. Bisa jadi suami yang bertahan atau memilih menjadi BRT, merasa cukup tanpa pemenuhan kebutuhan aktualisasi dan lain-lain yang bisa di dapat dengan keluar rumah, bekerja mencari nafkah.
Tips Menjadi Lelaki Terbaik untuk Keluarga
Namun selain tidak lazim, bagaimana pun ini memiliki resiko yang besar. Resiko BRT, jika istri kehilangan respek pada suami dan suami kehilangan ‘dominasi’nya.
Resiko lain yaitu jika ternyata kebutuhan psikologis (aktualisasi, misalnya) sebenarnya muncul namun bersifat laten dan tidak terpenuhi dari diri suami.
Toh, saat suami bekerja dan istri pun membantu bekerja, ada banyak solusi tentang masalah kerumahtanggaan. Bahkan, nafkah itu bisa diperoleh juga dari rumah kan? Jadi, tetap. Suami harus bekerja mencari nafkah di manapun dia berada. Karena suami, notabene seorang Ayah, itu juga role model (model yang ditiru) bagi anak-anaknya.<e>