Hadila.co.id — Alquran Surah ‘Abasa ayat 1-10 berisi sebuah kisah tentang Rasulullah yang mengabaikan Ibnu Ummi Maktum, seorang tunanetra yang menemui beliau untuk meminta pengajaran Islam.
Selanjutnya, Allah segera menegur Rasul-Nya yang mulia itu dengan menurunkan surah ini. Hal tersebut tentu membuat baginda Rasulullah mengerti bahwa beliau sejatinya merupakan utusan-Nya bagi seluruh kaum, baik yang sempurna maupun yang tidak.
Simak firman-Nya berikut ini, “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya.” [Q.S. Abasa: 1-10]
Lantas, siapakah sesungguhnya jati diri sosok Ibnu Ummi Maktum tersebut? Mengapa kemunculannya membuat Rasul bermuka masam, hingga Allah memberikan peringatan?
Sahabat Rasulullah yang satu ini bukanlah orang terkenal. Dia bukan petinggi suatu suku, bukan penyair hebat, dan bukan pula pria gagah perkasa. Dia hanyalah rakyat biasa di tengah hiruk pikuk kota Makkah, yang berjuang untuk menghidupi diri.
Mengenai namanya, masih ada perselisihan di antara kaum muslimin. Penduduk Madinah berpendapat bahwa namanya ialah Abdullah bin Ummi Maktum, tetapi orang Irak berpendapat berbeda, namanya adalah ‘Amru bin Ummi Maktum.
Walau begitu, mereka semua sepakat bahwa nama ibunya adalah Atikah binti Abdullah bin Ma’ish. Ya, dia memang putra dari bibi Siti Khadijah binti Khuwalid.
Miliki Daya Ingat yang Kuat
Ibnu Ummi Maktum tidak bisa melihat sejak lahir. Penduduk Makkah kala itu mengenal pribadinya sebagai orang yang ulet mencari rezeki dan belajar mengenai berbagai macam ilmu pengetahuan.
Sebagai ganti penglihatannya, dia diberkahi daya ingat yang kuat, sehingga segala sesuatu yang dia dengar dari orang-orang akan dia ingat dalam waktu yang lama.
Suatu ketika, terdengar kabar bahwa semakin banyak penduduk Makkah yang pergi menemui seorang mulia lagi tepercaya untuk belajar mengenai kabar langit secara sembunyi-sembunyi. Dialah Nabi Muhammad, sang Al-Amin, sang Rasulullah.
Tertarik, Ibnu Ummi Maktum yang selalu mencintai keilmuan pun segera mengambil tongkatnya dan pergi menemui beliau.
Di luar dugaan, apa yang dia dengar langsung dari Rasulullah justru lebih dahsyat ketimbang apa yang dibicarakan orang-orang sebelumnya.
Setelah puas dihinggapi rasa takjub lagi kagum, dia pun menggenggam lengan Rasulullah yang saat itu sedang berusaha keras menyampaikan risalah Islam kepada para petinggi Quraisy, seraya berkata, “Tolong ajarkan kepadaku apa yang telah diajarkan Tuhanmu kepadamu!”
Tersinggung karena disela di tengah-tengah ucapannya, Rasulullah tak menghiraukan Ibnu Ummi Maktum dan berpaling dengan mengerutkan wajahnya.
Beliau kembali melayani tamu-tamu kehormatannya sampai pertemuan itu usai. Ketika Rasulullah hendak beranjak pergi, maka turunlah Surah ‘Abasa ayat 1, “Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling.”
Hati Rasulullah segera mencekik. Nuraninya berontak. Rasulullah segera memohon ampun kepada Allah atas kesalahan yang telah dia perbuat kepada seorang manusia yang membutuhkan pentujuknya untuk mengenal Allah.
Maka, bergegaslah Rasulullah menemui Ibnu Ummi Maktum dan memberikan pedoman hidup yang lurus; Alquran. Setelahnya, Rasulullah amat memuliakan sahabatnya yang buta ini dengan menyapanya, “Selamat datang, wahai orang yang dititipkan Tuhanku untuk diperlakukan baik!”
Sangat Cinta Allah dan Rasul-Nya Hingga Ikut Berperang
Ibnu Ummi Maktum kemudian dikenal sebagai orang yang amat mencintai Allah serta Rasul-Nya. Dalam suatu riwayat, dikisahkan bahwa dia pernah tinggal di rumah seorang wanita Yahudi, bibi seorang Ansar. Wanita itu baik hati dan melayani makan-minumnya. Sayang, mulutnya tak pernah henti untuk menghina orang-orang yang dicintai Ibnu Ummi Maktum.
Tak sabar, Ibnu Ummi Maktum menegurnya beberapa kali, tetapi tak diindahkan. Terpaksa, Ibnu Ummi Maktum memukul wanita Yahudi tersebut. Ternyata, pukulan itu mematikan, dan perkara ini dilaporkan kepada baginda Rasul.
“Mengapa kau bertindak demikian?” tanya Rasulullah kepadanya.
“Wahai Rasulullah, sungguh dia seorang wanita yang berbudi baik kepadaku, tetapi mulutnya senantiasa mencela Allah dan Rasul-Nya, maka terpaksalah aku memukul untuk menghentikannya. Namun, kiranya ajal telah menjemputnya,” bela Ibnu Ummi Maktum.
“Sungguh, Allah menghalalkan darahnya.”
Tak sampai di situ, kecintaannya kepada Allah dia buktikan lewat berbagai bentuk partisipasinya dalam peperangan. Suatu ketika, saat pasukan muslimin berangkat menuju Al-Qadisiyah, Ibnu Ummi Maktum bertemu dengan komandan perang, “Wahai kekasih Allah, sahabat Rasulullah, pahlawan perang, serahkan bendera perang itu padaku. Aku seorang buta, tak mungkin bisa lari. Nanti, tempatkanlah aku di antara kedua pasukan yang berperang.”
Menurut Qatadah, Anas bin Malik berkata, “Dalam Perang Al-Qadisiyah, Abdullah bin Ummi Maktum memegang bendera perang hitam dan mengenakan baju besi.” Dan berdasar riwayat, Ibnu Ummi Maktum tidak meninggal di medan perang, melainkan di Madinah. Semoga Allah merahmatinya. <Dari Berbagai Sumber>