Oleh: Mutoharun Jinan (Direktur Griya Parenting Surabaya)
Hadila – Beberapa orang tua mengeluh tentang anak mereka yang selalu melanggar aturan. Lalu saya bertanya kepada mereka, “Apa yang biasa Anda lakukan untuk sikap anak tersebut? Mereka menjawab,”Saya tegur satu, dua, bahkan hingga empat kali”. Lalu apa yang selanjutnya mereka lakukan,”Mereka dengan kesal membantah, ya saya bentak atau bahkan saya pukul ustaz.”
Sering kali kita berpikir bahwa jika anak belum melaksanakan apa yang kita kehendaki dari aturan-aturan rumah, maka muaranya adalah bentakan atau pukulan. Jika perspektif ini selalu yang berkembang di benak kita maka betapa terbatasnya stok kesabaran kita, sehingga dengan mengingatkan mereka satu hingga lima kali maka sudah layak bagi kita untuk menghukumnya.
Bisakah perspektif yang lain kita kembangkan bahwa saat mereka belum melakukan yang kita inginkan, tidak selalu melanggar aturan, tetapi karena mereka belum terbiasa sehingga tugas kita adalah selalu mengingatkannya sampai mereka terbiasa. Ada teman yang bertanya,”Sampai kapan ustaz harus mengingatkannya?” Jawaban saya jelas dengan nada gurauan, “Sampai hari kiamat, atau sampai mereka menjadikan aktivitas tersebut sebuah kebiasaan tanpa diingatkan terlebih dahulu.”
Dengan perspektif baru ini maka kita punya stok kesabaran yang melimpah, kalau belum punya stok kesabaran minimal kita punya pemahaman bahwa kesabaran tersebut tidak ada batasnya. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana kita bisa mengingatkan anak berkali-kali dengan tingkat kesabaran yang konstan.
Minimal ada tiga langkah peringatan yang bisa kita ulang-ulang saat anak belum melakukan yang kita inginkan, yaitu :
Pertama, peringatan hati nurani, seperti ketika anak sering membuat sampah tanpa menaruh pada tempatnya, maka kita cukup membersihkan sampah-sampah tersebut dan menaruhnya pada tempatnya. Biarkan anak beberapa kali melihat upaya kita hingga nuraninya tersentuh dan mencontoh kita. Dalam peringatan hati nurani ini tidak ada kata-kata, yang terlihat oleh anak adalah contoh dari orang tua yang dapat menyentuh hati nurani mereka.
Kedua, memberi informasi. Tidak semua dapat menangkap sinyal contoh dari kita hingga nuraninya tersentuh. Ada di antara mereka perlu jenis peringatan yang lain. Peringatan tersebut adalah dengan memberi informasi kepada mereka. “Mohon maaf Mas, sampahmu masih terserak di atas lantai.” Tidak ada perintah dalam pemberian informasi ini dan tidak ada larangan, cukup memberi informasi kepadanya. Dengan memberi informasi ini diharapkan mereka telah mengetahui apa yang mesti mereka lakukan.
Ketiga, bertanya, jenis lain dari mengingatkan anak yaitu dengan memberi pertanyaan untuk menggugah anak segera melakukan tugasnya.”Mas, di mana tempat sampahnya.” Sebenarnya anak telah mengetahui letak tempat sampah, dengan pertanyaan ini mendorong anak untuk meletakkan sampah pada tempatnya.
Dengan tiga langkah peringatan di atas kita bisa memilih salah satu di antara ketiganya. Tentunya peringatan hati nurani adalah peringatan paling ideal yang dapat kita lakukan pada anak. Namun jika dengan peringatan ini anak belum tergerak untuk melakukannya, maka kita dapat memilih peringatan yang nomor dua atau nomor tiga. Silahkan mencobanya. <Majalah Hadila edisi Agustus 2019>