6 Pengikat Suami Istri agar Selalu Bahagia

6 Pengikat Suami Istri agar Selalu Bahagia

SUKOHARJO – Salah satu kunci kebahagiaan berumah tangga adalah adanya komunikasi, interaksi yang nyaman antara suami dan istri. Tidak mungkin ada kebahagiaan jika pasangan suami dan istri saling mendiamkan tanpa komunikasi, padahal mereka hidup bersama di rumah yang sama. Tentu akan sangat menyiksa mereka berdua. Komunikasi yang melegakan adalah bentuk nyata dari keharmonisan keluarga.

Hal itu disampaikan Konsultan Nasional Keluarga Sakinah, Ustaz Tri Asmoro Kurniawan pada kajian rutin di Griya Sakinah, Aula Lt.2, Toko Arafah, Ngruki, Cemani, Grogol, Sukoharjo, Kamis (3/10).

Menurut Ustaz Tri Asmoro agar komunikasi antara suami dan istri bisa efektif dan menyenangkan, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh suami dan istri. Enam faktor ini jika mampu mengikat pasangan suami dan istri dalam kehidupan sehari-hari, akan membuat hidup mereka bahagia dan selalu menyenangkan.

Pertama, pahamilah bahwa kedudukan antara laki-laki dan perempuan berbeda. Dalam Alquran Surah Ali Imran Allah Swt menjelaskan bahwa, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar” (Q,S An Nisa (4):34).

Hendaknya suami dan istri mengetahui, bahwa komunikasi itu bukan hanya berbicara. Komunikasi adalah menyampaikan pesan secara tepat, maka media yang digunakan bisa beraneka macam. Sejak dari berbicara, menulis, ekspresi wajah, bahasa tubuh, hingga menyampaikan pesan lewat berbagai teknologi. Ketika hanya mengetahui satu cara komunikasi, menyebabkan mereka akan cepat menemukan kesulitan saat satu-satunya cara tersebut mengalami kendala. Misalnya, suami istri yang selama ini hanya mengandalkan komunikasi verbal dengan obrolan.

Komunikasi tidak selalu dilakukan dengan cara-cara formal dan verbal. Kadang ekspresi wajah dan bahasa tubuh pasangan Anda sudah mengisyaratkan sesuatu pesan tertentu. Tanpa berbicara, tanpa mengobrol, tanpa menulis pesan, tetapi ada banyak pesan tersampaikan lewat ekspresi wajah dan bahasa tubuh lainnya. Belaian, tangisan, elusan, pelukan, senyum mesra, kerlingan mata, anggukan kepala, jabat tangan, ciuman di kening, wajah yang merona, dan lain sebagainya, sesungguhnya sudah menyampaikan banyak pesan.

Kemampuan memahami dan mengerti pesan yang tersampaikan lewat komunikasi nonverbal ini, akan sangat membantu mengatasi kebuntuan hubungan antara suami dengan istri.

Dengan memahami bahwa kedudukan antara laki-laki dan perempuan berbeda, hendaknya miliki sikap empati. Yaitu memposisikan diri pada situasi perasaan dan pikiran yang sedang dialami pasangan. Jangan memaksakan kehendak kepada pasangan, atau memaksa pasangan berpikir dan merasakan seperti situasi pikiran serta perasaan dirinya. Hendaknya memahami situasi yang tengah dihadapi oleh pasangan, sehingga lebih tepat dalam membangun komunikasi. “Misalnya ketika istri tengah sedih dan menangis, hendaknya suami bisa empati dan mencoba memahami kesedihannya. Atau ketika suami sedang emosi, hendaknya istri mencoba memahami situasi yang tengah dihadapi suami, sehingga tidak dihadapi dengan emosi pula. Komunikasi lebih nyaman jika saling bisa mengerti suasana jiwa dan pikiran pasangan,” tegasnya.

Kedua, lakukan komunikasi dengan landasan cinta. Ustaz Tri Asmoro menjelaskan suami dan istri hendaknya selalu mengembangkan perasaan cinta dan kasih sayang di antara mereka. Dengan landasan cinta inilah akan muncul suasana komunikasi yang menyenangkan dan melegakan kedua belah pihak. Suami dan istri menjauhkan diri dari perasaan saling curiga, saling tidak percaya, saling menuduh, saling menyalahkan, karena mereka berdua saling mencintai dan mengasihi serta saling menyayangi.

Sangat berbeda antara komunikasi yang berlandaskan cinta dengan benci. Jika landasannya benci, sangat mudah bagi suami dan istri untuk saling mencaci maki dan saling menyakiti. Muncullah kata-kata yang keras dan pedas, tidak ada kelemahlembutan dalam pergaulan sehari-hari, sehingga semakin lama mereka berdua semakin menjauh satu dengan lainnya.

Hendaknya suami dan istri bisa fleksibel dalam gaya komunikasi, dan menjauhi sikap-sikap kaku. Suatu ketika komunikasi memerlukan suasana dan gaya yang serius, tetapi ada kalanya lebih efektif menggunakan suasana dan gaya yang santai, tergantung materi pembicaraan dan tujuan dari komunikasi yang dilakukan. Suami dan istri yang bisa luwes dalam berkomunikasi, akan menjadi pribadi yang memikat, karena akan cenderung menyenangkan pasangan.

“Ketika membangun sikap yang kaku, feodal, serta berjarak antara suami dan istri, akan muncul pula kekakuan dan jarak dalam hubungan secara umum. Misalnya suami yang tidak bisa bercanda, hendaknya bisa menikmati gaya istri yang senang bercanda. Atau seorang istri yang tidak suka suasana serius, hendaknya bisa berkomunikasi dengan suami walau suasananya serius. Dengan keluwesan komunikasi, akan menciptakan tautan hati antara suami dan istri,” jelasnya.

Ketiga, jadilah pendengar yang baik. Jangan menguasai komunikasi dengan terlalu banyak bicara dan tidak mau mendengar. Suasana komunikasi menjadi tidak nyaman jika bercorak searah, dari suami ke istri, atau dari istri ke suami. Satu pihak mendominasi pembicaraan dan yang lain hanya mendengarkan. Hendaknya suami dan istri mampu menjadi pendengar yang baik bagi pasangannya.

Kadang dijumpai gaya komunikasi yang sangat dominan pada satu pihak, sehingga membuat pihak lainnya menjadi tidak berdaya dan tidak bisa mengungkapkan keinginan serta pendapatnya. Padahal salah satu maksud komunikasi adalah agar keinginan, pendapat, curahan perasaan, bisa tersampaikan kepada pasangan. Jika komunikasi berjalan searah, bisa dipastikan ada pihak yang tertekan secara perasaan dan kejiwaan, karena tidak bisa mengekspresikan keinginan dan pendapat.

Keempat, jangan menyakiti hati pasangan. Komunikasi akan membuat bahagia, apabila dilakukan dengan penuh kelegaan. Tidak ada kalimat dan gaya bahasa yang menyakiti hati pasangan, atau menyinggung perasaannya. Walaupun rutin berkomunikasi, tetapi ketika dilakukan dengan arogan, banyak umpatan, banyak kritikan, dengan cara dan gaya yang menyinggung perasaan, justru akan semakin menambah parah persoalan keluarga.

Suami dan istri hendaknya saling menjaga agar kedua belah pihak saling menghormati, saling menghargai, saling mengerti, saling memahami, walaupun dalam komunikasi kadang dijumpai perbedaan keinginan serta perbedaan pendapat. Kendati muncul beda pendapat, beda keinginan, beda persepsi, tetapi tidak boleh saling menyakiti hati dan perasaan. Suami dan istri harus tetap saling menghormati dan menjaga kebaikan hubungan mereka.

Salah satu kunci tersampaikannya pesan dalam komunikasi adalah cara penyampaian pesan itu sendiri. Komunikasi suami dan istri bukanlah antara atasan dengan bawahan, bukan pula antara komandan dengan prajurit, bukan antara majikan dengan buruh. Komunikasi antara suami dengan istri hendaklah dilakukan dalam suasana yang menyejukkan dan melegakan, bukan dengan bentakan dan hardikan.

Sampaikan pesan dengan lembut dan bijak. Jangan berlaku kasar dalam komunikasi karena suami dan istri adalah sepasang kekasih yang saling mencintai dan saling mengasihi. Tidak layak mereka saling berlaku keras dan kasar dalam komunikasi. Sampaikan keinginan dengan bahasa yang sopan dan enak didengarkan. Sampaikan pendapat dengan cara yang lembut dan bijak, tidak terkesan arogan, menggurui dan memaksakan kehendak.

Sesungguhnya komunikasi bisa dilakukan kapan pun dan dimana pun. Namun komunikasi akan lebih nyaman apabila dilakukan pada waktu yang tepat, tempat yang kondusif dan suasana yang mendukung. Pilih waktu, suasana dan tempat yang tepat untuk mendukung kelancaran berkomunikasi, terutama apabila materi komunikasi menyangkut hal yang sangat serius atau hal-hal yang besar.

“Ketepatan dalam memilih waktu, tempat dan suasana ini menjadi faktor penting yang menentukan keberhasilan tersampaikannya pesan-pesan dalam komunikasi, dan terselesaikannya berbagai persoalan yang dibicarakan dalam komunikasi. Suami dan istri harus pandai menentukan, untuk berbincang tentang suatu tema, dilakukan kapan, di mana dan dalam suasana seperti apa. Jika memilih waktu, tempat dan suasana yang tidak tepat, akan menjadi kendala yang menghalangi kehangatan komunikasi,” ujarnya.

Kelima, jauhi kritikan dan celaan. Tidak layak bagi suami dan istri untuk mengkritik dan mencela pasangan. Bukan berarti Anda dan pasangan kebal kritik, tetapi  kritikan dan celaan hanya akan menimbulkan perasaan tidak nyaman. Pada dasarnya suami tidak suka dikritik dan dicela oleh istri, demikian pula pada dasarnya istri tidak suka dikritik dan dicela oleh suami. Gunakan cara menasihati yang lembut dan bijak, bukan melontarkan kritik dan celaan yang justru berpotensi merusak suasana hubungan.

“Jika ada suatu perbuatan atau perkataan pasangan yang tidak menyenangkan atau tidak pada tempatnya, jangan mengingatkan dengan kritikan dan celaan. Ingatkan pasangan dengan penuh cinta dan kasih sayang. Jangan dengan kemarahan dan kebencian,” ujarnya.

Keenam, tegaskan sikap, bahwa Anda mencintainya. Pasangan suami istri semestinya berada dalam suasana saling mencintai dan saling menyayangi dengan sepenuh hati. Apa pun yang sedang terjadi, pertegas sikap Anda, bahwa Anda mencintainya. Dalam situasi lapang ekonomi maupun sulit ekonomi, dalam keadaan tanpa masalah maupun sedang banyak masalah, suami istri tetap harus saling mencintai dan menyayangi.

Pertegas sikap cinta Anda, dan biarkan pasangan Anda mengerti dan meyakini bahwa Anda sangat mencintai dan memerlukannya. Walaupun tengah berada dalam situasi emosi, atau dilanda kemarahan, atau pertengkaran, pertegas sikap Anda kepada pasangan, bahwa Anda sangat mencintainya. Pertengkaran itu terjadi justru karena Anda berdua saling mencinta, bukan saling membenci. Pertengkaran justru lahir dari keinginan untuk saling menjaga dan saling melindungi.

Langkah selanjutnya yaitu mulai saja, jangan menunggu. Saat terjadi kebuntuan komunikasi antara suami dan istri, mulailah membuka komunikasi. Jangan menunggu pasangan yang melakukan. Jika sikap Anda saling menunggu, maka tidak ada yang akan melakukannya. Mulai saja, dengan bercerita dan berkisah tentang hal-hal ringan dan lucu. Buka kebekuan dengan hal-hal yang menyenangkan. Jangan langsung membuka percakapan dengan pokok persoalan, kadang itu terasa sangat memberatkan.

Cerita tentang kelucuan anak-anak, cerita tentang kejadian lucu yang Anda alami, akan membuat suasana segar. Jika kondisi sudah mulai nyaman, baru masuk membicarakan persoalan pokok yang ingin Anda bicarakan dengan pasangan. (Putri Latifah)

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos