Hadila.co.id – Setiap pasangan, pasti ingin hubungan dalam rumah tangganya dapat berjalan dengan penuh keharmonisan dan kebahagiaan. Hal tersebut demi mencapai kehidupan keluarga yang sakinah, mawadah, wa rahmah.
Namun demikian, tak dapat dipungkiri bahwa dalam sebuah hubungan rumah tangga pasti terdapat bumbu-bumbu pertengkaran. Ini sangat wajar, karena pada faktanya menikah adalah menggabungkan dua karakter manusia yang berbeda untuk mencapai satu tujuan yang sama dalam pernikahan.
Hal itu disampaikan Konsultan Nasional Keluarga Sakinah, Ustaz Tri Asmoro Kurniawan pada kajian rutin di Griya Sakinah, Aula Lantai 3, Toko Arafah, Ngruki, Cemani, Grogol, Sukoharjo, Kamis (17/10).
Ustaz Tri Asmoro menerangkan, dalam kehidupan rumah tangga, pihak yang akan sering marah dan ngambek-ngambekan adalah sang istri. Hal ini sesuai dengan sifat alamiah wanita yang lebih emosional dan mengandalkan perasaan.
Kenyataan seperti ini, tentu saja kemudian menjadi ujian bagi para suami. Nabi Saw bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap istriku.” [H.R. Tirmidzi]
Seorang istri sering kali melakukan tindakan dan perilaku yang tidak menyenangkan hati suaminya. Padahal, para suami telah mempersembahkan seluruh kemampuan demi membahagiakan sang istri.
Lebih tegas, Rasulullah Saw bersabda, “Seandaninya kamu telah berlaku baik terhadap istrimu sepanjang masa, kemudian ia menemukan suatu aib dari perlakuanmu terhadapnya, niscaya ia akan berkata ‘Aku tidak pernah mendapatkan kebaikan apa pun darimu.”
Begitulah watak dasar perempuan yang kembali kepada asal penciptaannya. Oleh karena itu, seorang suami harus arif, bertindak rasional, dan penuh pengertian saat menghadapi perilaku istrinya.
Sebagai seorang suami, dalam menghadapi sifat buruk istri–seperti ketika ia sedang marah, kita dapat meneladani beberapa cara yang dilakukan Rasulullah.
Bersikap Sabar
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah bersabda kepada Aisyah, “Sesungguhnya aku dapat membedakan antara sikap kamu yang sedang marah kepadaku dan yang sedang suka kepadaku.”
Aisyah bertanya, “Bagaimana engkau tahu itu?”
Rasulullah menjawab, “Apabila kamu sedang tidak marah, kamu akan mengatakan, “Tidak, demi Tuhan Muhammad” dan jika kamu sedang marah, kamu akan mengatakan, “Tidak, demi Tuhan Ibrahim.”
Aisyah pun membenarkan dan berkata, “Sesungguhnya aku hanya meninggalkan namamu saja.” [Muttafaq‘alaih]
“Rasulullah Saw mengajarkan akhlak terpuji, yakni selalu bersikap sabar. Demikian pula saat menghadapi istri yang sedang marah. Sikap sabar harus selalu dikedepankan,” jelas Ustaz Tri Asmoro.
Mendengarkan
Pada hakikatnya, seorang wanita itu sangat ingin didengarkan, ketika ia sedih ataupun ketika mempunyai masalah. Seorang suamilah yang menjadi tempat mereka untuk berkeluh kesah, maka jangan heran ketika istri mulai cerewet, di balik semua itu keinginannya sederhana yaitu hanya ingin didengarkan.
Memang tidak semua orang suka mendengarkan, apalagi hal yang dibicarakan sulit dimengerti dan dipahami. Namun, justru cara itulah yang menjadikan hubungan suami-istri menjadi lebih harmonis dan erat.
Banyak konflik rumah tangga yang bermula dari hal sepele, yaitu saat kedua pasangan hanya ingin bicara, tetapi tidak ada yang mau mendengar. Oleh karena itu, para suami, belajarlah untuk mendengar curhatan para istri. Karena jika hal ini dilakukan, maka akan bermanfaat bagi hubungan suami-istri.
Meminta Maaf
Dalam kehidupan rumah tangga yang tidak jarang diwarnai cekcok, permintaan maaf memiliki peran penting. Dua individu dalam satu bahtera pasti ada kalanya mengalami suatu perbedaan, dan khilaf pun mengemuka. Ketika konflik terjadi, meminta maaf adalah solusi yang mudah, begitu teorinya.
Maaf adalah kata yang sangat ampuh, bisa menyelesaikan berbagai persoalan, dari yang sepele sampai yang tingkatnya berat. Namun entah kenapa, dalam hubungan pernikahan, ‘kata keramat’ itu menjadi kata yang teramat susah diucapkan.
Salah satu kebutuhan mendasar tiap orang, setelah kebutuhan primer terpenuhi, adalah kebutuhan untuk mendapatkan apresiasi. “Mengucapkan maaf adalah salah satu tanda bahwa kita menghargai pasangan,” ungkap Ustaz Tri Asmoro.
Berempati
Saat seorang pasangan kita sedang terjatuh dan tertekan dengan keadaannya, saat itulah kita harus hadir dan menunjukkan rasa sayang padanya dengan cara yang nyata.
Tindakan kepedulian ini sangat dibutuhkannya di saat seperti ini. Oleh karena itu, kita harus bisa ikut merasakan apa yang sedang dirasakan oleh pasangan suami-istri saat itu, sehingga kita tahu apa yang harus dilakukan agar keluar dari keadaan yang menyiksa tersebut.
Berbeda dengan laki-laki, ketika perempuan menghadapi masalah berat dalam hidupnya, ia memerlukan pengakuan, empati, dan pengertian dari suami atas beratnya masalah tersebut.
Istri memerlukan semacam ‘belasungkawa’, dan merasa suami tidak peduli terhadap masalahnya apabila ia tidak memberikan pengakuan atas beratnya masalah yang dihadapi istri.
Ungkapan berikut tidak disenangi oleh istri, karena dianggap suami tidak peduli dan tidak memahaminya, “Itu masalah kecil, jangan ribut hanya karena masalah kecil seperti itu.”
“Jangan cengeng, masalah kamu itu sederhana banget. Mudah diselesaikan.”
Yang diperlukan oleh istri adalah pengakuan dan pengertian dari suami atas beratnya beban masalah yang tengah dihadapi, bukan pengakuan atas kemampuan atau keahlian istri dalam menghadapi masalah itu.
Sebaiknya suami menghibur istri dengan ungkapan yang memberikan empati dan pengakuan seperti, “Aku mengerti beratnya masalahmu. Memang akan sangat sedih jika menghadapi masalah seperti yang engkau alami saat ini.”
“Aku bisa memahami apa yang engkau rasakan saat ini. Sungguh berat masalah yang engkau hadapi. Aku jadi merasa sangat sedih bahwa engkau harus berhadapan dengan masalah pelik seperti ini.”
Bagi perempuan, salah satu cara meringankan beban masalah adalah dengan cara menceritakan masalah tersebut kepada orang lain. Maka hendaknya para suami bersedia menyediakan waktu dan perhatian untuk mendengarkan dan menampung berbagai keluh kesah serta curhat istri.
Dengan mendengarkan dan merespons secara empati semua curhat istri, maka hal itu telah membuat ringan perasaan istri, sehingga masalah terasa telah terkurangi bebannya. Respons empati suami adalah dengan menyatakan betapa ia mengerti beratnya masalah tersebut.
Berikutnya, yang diperlukan oleh istri adalah upaya mencari solusi dan penyelesaian atas masalah yang dihadapi bersama suami. Ia ingin mendapat penguatan dari suami untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi, dan suami tidak ‘melarikan diri’ atau ‘meninggalkan ia sendirian’ saat berusaha mencari penyelesaian masalah.
Istri menghendaki kebersamaan, bukan pengakuan keahlian. Maka istri merasa nyaman apabila ada empati dan kebersamaan suami dalam menghadapi masalahnya.
“Sekecil apa pun usaha yang dilakukan istri untuk menyenangkan suami, cobalah untuk selalu memberikan pujian pada istri dan lihat bagaimana ekspresinya saat suami memberikan pujian tersebut. Tentu saja dengan pujian yang kita berikan akan menambah kepercayaannya pada kita, sekaligus ia merasa dipahami dan dimengerti,” terang Ustaz Tri Asmoro. <Putri Latifah>