Anak adalah anugerah besar sekaligus amanah dari Allah Ta’ala. Sewajarnya jika orang tua mencintai dan menyayangi anaknya, memberikan perhatian, fasilitas, memenuhi kebutuhan, dan melakukan yang terbaik bagi anak. Namun bentuk kasih sayang orang tua bukan menuruti semua keinginan anak.
Ketika orang tua memberikan anak terlalu banyak, anak menuntut lebih atau mengharapkan sesuatu secara berlebihan. Bahkan memiliki keinginan yang tidak masuk akal dan memaksakan kehendak, maka orang tua perlu mulai waspada, agar tidak masuk dalam jebakan memanjakan anak, dengan sikap berlebihan yang bisa berdampak buruk pada tumbuh kembang anak dan membahayakan masa depannya.
Dalam Al-Qur’an Surat Al An’am ayat 141, Ia berfirman, “Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
Tindakan orang tua yang berlebih-lebihan bisa nampak pada sikap segera berlari menyelamatkan dan tidak memberi kesempatan kepada anak untuk merasakan konsekuensi, tidak bisa membiarkan anak marah, atau sedih. Selalu mendahulukan kepentingan anak daripada kepentingan diri atau suami. Hidup berpusat pada anak dan mengorbankan segala hal untuknya, memenuhi segala permintaannya. Bahkan orang tua tidak berdaya mengucapkan kata “tidak”. Menyerah saat anak marah sehingga keputusan “tidak” menjadi “ya”. Sikap demikian akan memudahkan anak mendeteksi kelemahan orang tua dan anak akan memanfaatkannya untuk mendapatkan lebih banyak lagi keinginannya. Suatu saat bisa jadi orang tua kewalahan dan akan lebih sulit menghentikannya.
Membiarkan anak bersalah, berlaku kasar atau menyerang, bahkan membela anak meski ia bersalah dan justru mencari alasan untuk membelanya merupakan sederetan pola asuh orang tua yang perlu dihindari, agar anak tidak menjadi manja. Selalu membela anak bisa membuatnya ketergantungan. Abdullah bin Umar Ra berkata, “Didiklah anakmu, karena sesungguhnya engkau akan dimintai pertanggungjawaban mengenai pendidikan dan pengajaran yang telah engkau berikan kepadanya. Dan dia juga akan ditanya mengenai kebaikan dirimu kepadanya serta ketaatannya kepada dirimu.”
Anak butuh cinta dan kasih sayang orang tua yang cukup. Tapi ada saatnya kita perlu mengizinkan anak bisa mengatasi masalahnya sendiri. Membimbing anak agar berani melakukan sesuatu sendiri dan menyelesaikan pekerjaan, membantu pekerjaan rumah meski ada pihak lain yang membantu di rumah. Orang tua perlu memberikan kesempatan pada anak untuk berlatih dan belajar, mengenali fase dan proses, sehingga bisa melakukan sesuatu sendiri. Mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci piring, menyapu, merapikan tempat tidur dan lemari bisa menjadi ajang melatih anak untuk mandiri, sehingga bisa merasakan kepuasan, kebanggaan, dan menambah kepercayaan pada diri sendiri ketika berhasil melakukan sesuatu.
Ketika anak berprestasi, orang tua perlu memberikan pujian. Namun hendaknya tidak berlebihan sehingga setiap saat memujinya. Anak yang selalu dipuji, bisa merasa gampang puas. Memuji anak sesuai kebutuhan, jangan sampai berlebihan. Akan lebih baik memberinya semangat agar nantinya bisa bekerja lebih keras dan berusaha lebih baik.
Orang tua bisa menyampaikan kritik atau mengoreksi sikap dan perilaku anak. Kritik tidak mesti dengan kata-kata pedas, tetapi bisa menggunakan kalimat positif, “Terima kasih sudah mencuci piring, tetapi hati-hati agar piringnya tidak pecah.” Dengan kalimat positif, anak akan memiliki rasa puas tetapi ia menyadari masih harus belajar untuk meningkatkan kemampuannya.
Melindungi anak menjadi tugas orang tua. Namun kenali juga batasnya agar tidak berlebihan sehingga membuat anak ketergantungan. Ketika anak mendapat nilai jelek di sekolah. Coba bantu anak untuk melakukan refleksi diri. Cari tahu apa saja kesalahan yang telah dilakukan, lalu cari cara untuk menyelesaikannya.
Ada beberapa dampak negatif ketika orang tua terlalu memanjakan anak. Pertama, anak kurang atau tidak mandiri. Kedua, kurang bisa bertanggung jawab, hidupnya akan menjadi beban bagi orang tua meski sudah dewasa. Ketiga, kurang bisa mengatur waktu dan cenderung berbuat seenaknya. Keempat, kurang inisiatif, kurang kreatif, dan kurang dinamis. Kelima, kesulitan dalam berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan luar. Keenam, menjadi keras kepala dan pemarah. Ketujuh, lebih egois, mementingkan diri sendiri daripada orang lain, cenderung sulit berbagi, ingin selalu dipenuhi keinginannya, diperhatikan tanpa memandang kepentingan orang tua. Kedelapan, melemahkan mental anak, mudah menyerah dan putus asa. Kesembilan, pola pikirnya seperti anak-anak, sulit dewasa, tidak mau bekerja keras, dan berusaha. Hidupnya bergantung pada kemudahan orang tua. Kesepuluh, cenderung nakal, bahkan melawan orang tua.
Akan sangat berbahaya dan dapat menghancurkan masa depan anak, ketika orang tua hanya memenuhi kebutuhan fisik tetapi tidak mencukupi kebutuhan moral. Anak akan cenderung berbuat sesuai keinginannya di dalam dan di luar rumah, mencari jalan pintas, tidak berpikir panjang dan tidak matang, lebih condong terseret dan terlibat kenakalan remaja atau perbuatan amoral. Na’udzubillah min dzalik. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Al Hakim, Nabi Muhammad Saw bersabda, “Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan yang baik.” (H.R. Al Hakim) <>
Diterbitkan di Majalah Hadila Edisi 151 Januari 2020