Hadila.co.id — Menjadi hal yang lumrah bagi setiap warga dusun untuk saling tolong menolong. Jika garam habis dan kita sedang terburu-buru, tentu tak masalah jika meminta sedikit pada tetangga. Jika di kebun tetangga ada sayur-sayuran banyak, wajar pula kita meminta pada mereka untuk dimasak.
Ya, hal-hal seperti itu sudah menjadi kebiasaan yang lekat dengan diriku sejak masih kecil dan terbawa hingga menikah. ‘Meminta dulu’ pada tetangga adalah hal lumrah bagiku karena saat kecil ibu sering memintaku melakukannya.
Sampai suatu hari aku harus belajar merubah kebiasaan ini, demi menaati suamiku. Bermula saat pulang kerja ternyata nasi di rumah basi, padahal baru dimasak paginya. Lalu aku ke rumah bude meminta nasi semangkuk kecil untuk suami, dan setelah dia pulang kupersilakan untuk memakan nasi tadi. Sebelum dia makan, kusampaikan bahwa nasi itu minta dari bude karena yang ku masak telah basi. Mendengar itu, suamiku tidak jadi makan dan mengatakan, “Aku masih tahan menunggu sampai kamu masak lagi.” Dia juga bilang, “Besuk lagi tidak usah minta jika nasi habis.” Aku kesal mendengarnya.
Hari pun berlalu sampai suatu hari saat musim hujan tiba banyak tumbuhan kenikir di kebun bude. Karena melihat daunya yang hijau, aku izin pada suami untuk meminta sedikit. Namun suamiku mengatakan, “Nggak usah. Minta bibitnya saja biar nggak minta terus.”
Aku iyakan sarannya, tetapi kali ini karena bingung dan kadang merasa kesal akhirnya kutanya padanya kenapa meminta nasi dan daun saja tidak boleh? Mendengar pertanyaanku, suami menjawab “Tangan di atas lebih baik daripada di bawah.” Dia juga menyampaikan bahwa menahan lapar lebih baik daripada meminta-minta pada siapa pun (termasuk bapak dan ibu), hal ini demi menjaga izzah. Dia juga memintaku bersabar dengan kekurangan dan ketiadaan yang ada.
Kudengarkan nasihatnya, meski belum sepenuh hati. Namun sebagai seorang istri aku harus selalu berusaha menuruti nasihatnya. Kupikir, tidak ada salahnya menaati suami dalam kebaikan, bukankah demikian seharusnya akhlak seorang muslimah perindu surga? Mencari rida suami.
Seiring berjalannya waktu, kudapatkan hikmah menaati suami dalam masalah tadi. Hati ini lebih tenang karena izzah kami terjaga, dan kami tidak risau atas apa yang tidak ada. Ditambah suami tidak menuntut sempurna dalam hidangan yang tersedia, dia tidak pernah mengeluh tentang masakanku. Dia bahkan terjun langsung menanam sayuran di kebun belakang rumah. Dan Alhamdulillah, tanaman terong yang dia tanam berbuah tak pernah henti.
Penulis: Yuana Martin W
Majalah Hadila Edisi Agustus 2015, Tema Menanti Buah Hati
Editor: Rahmawati Eki