Oleh: Tamim Aziz, Lc., M.P.I. (Direktur Pondok Pesantren Ulin Nuha, Slawi – Tegal)
الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
“Yang menyenangkan suami jika dia melihatnya; menaati suami jika dia memerintahnya; dan tidak menyelisihi suami, dalam diri dan hartanya, dengan apa yang dibenci olehnya.”
Matan hadis ini terdapat dalam Sunan An-Nasā’i, Kitab An-Nikāh, Bab Ayy An-Nisā’i Khair: 3231. Redaksi yang sedikit berbeda terdapat dalam Musnad Ahmad, Musnad Al-Muktsirīn Min Ash-Shahābat, Musnad Abī Hurairah: 9587 dan 9658. Hadis ini dinilai hasan oleh Al-Albani (lihat Misykāt Al-Mashābīh: 3272).
Sabda Rasulullah Saw ini berisi tentang kriteria wanita idaman. Ia merupakan jawaban atas pertanyaan yang disodorkan kepada beliau, “Siapakah wanita yang paling baik?” Kriteria yang beliau sampaikan ini lebih pada relasi wanita sebagai sosok istri bagi suaminya. Karena itulah, Imam An-Nasa’i mencantumkan hadis ini dalam tajuk pernikahan. Kriteria ini menjadi acuan bagi semua, baik pria maupun wanita. Ini dikarenakan semua orang mengidam-idamkan pasangan yang terbaik sebagaimana mencita-citakan dirinya menjadi sosok terbaik bagi pasangannya. Pria mengharapkan mendapat pasangan terbaik. Wanita ingin menjadi pasangan terbaik. Klop.
Kriteria wanita idaman yang disampaikan oleh Rasulullah Saw dalam hadis ini berisi tentang standar kecakapan yang harus dipenuhi oleh wanita sebagai istri. Standar tersebut bertumpu pada tiga hal utama yaitu penampilan yang menyenangkan, kepatuhan, dan kecakapan dalam menjaga kehormatan dan amanah.
Pertama, penampilan yang menyenangkan. Penampilan istri yang menyenangkan suami dapat menjadi pupuk yang akan terus menumbuhsuburkan keharmonisan relasi suami – istri. Penampilan ini tidak terbatas pada penampakan rupa muka, tapi juga tutur kata, sikap, dan perilaku. Artinya, wanita idaman selain bisa merias wajah dan tubuhnya, juga harus bisa ‘merias’ tampilan tutur kata, sikap dan perilakunya. Bahkan yang paling utama, dalam penilaian Allah Swt, bukanlah paras yang rupawan, tapi kebaikan hati dan perbuatan. Tentang hal ini, Rasulullah Saw bersabda sebagaimana dituturkan oleh Muslim, “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tapi melihat hati dan perbuatan kalian.” Suami yang saleh tentu akan senang bila melihat kecantikan hati dan perilaku istrinya.
Kedua, patuh kepada suami. Kepatuhan istri pada perintah suami merupakan perintah agung ajaran Islam. Ini bukan masalah sepele. Ini masalah penting. Sampai-sampai Ibnu Taimiyah menuturkan, “Tak ada hak yang lebih wajib ditunaikan oleh wanita, setelah hak Allah Swt dan Rasul-Nya, dari pada hak suami.” Rasulullah Saw pun pernah bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah, “Seandainya aku boleh menyuruh seseorang untuk sujud kepada orang lain, sungguh aku perintahkan wanita sujud kepada suaminya,”
Kendati demikian, tidak semua perintah suami harus dipatuhi. Perintah yang harus dipatuhi adalah yang tidak bertentangan dengan perintah Allah Swt dan Rasul-Nya Saw. Karena itu, saat suami memerintahkan untuk berbuat dosa dan maksiat, istri haram mematuhinya. Rasulullah Saw bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, “Tidak ada ketaatan dalam perkara maksiat. Ketaatan hanyalah dalam perkara yang makruf.”
Ketiga, pandai menjaga diri dan amanah suami. Hal ini bisa dilakukan dengan menjaga kehormatan dirinya dan tidak melakukan hal-hal yang tidak disukai suami. Misalnya dengan tidak mengizinkan orang lain masuk rumah kecuali dengan izin dari suami. Allah Swt telah menjadikan pandai menjaga diri (dan amanah suami) saat suami tidak sedang berada di rumah sebagai salah satu kriteria wanita salehah. Allah swt berfirman, “Sebab itu wanita-wanita yang salehah adalah yang taat kepada Allah dan menjaga diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka.” (Q.S. An-Nisā’ (4): 34)
Tiga standar kecakapan ini bukan saja mengantarkan wanita pada kebahagiaan dunia, tapi juga kebahagiaan akhirat. Subhanallah. Bagaimana tidak, di dunia dia menjadi idaman suami, di akhirat surga menanti. Hal ini dikarenakan wanita yang diidam-idamkan suami tentulah diridai olehnya, sedangkan rida suami merupakan salah satu sarana menggapai surga. Ke arah inilah makna sabda Rasulullah Saw sebagaimana diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah, “Wanita mana saja yang meninggal dunia, dalam keaadaan suaminya rida terhadapnya, dia masuk surga.”
Selamat menjadi wanita idaman suami. Surga telah menanti. Wallaahu a’lam. <>