الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ نَوَّرَ قُلُوْبَنَا بِنُوْرِ الْإِيْمَان، وَفَهَّمَنَا مِنْ أَسْرَارِ الْحَدِيْثِ وَالْقُرْآن.
أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَه، رَبُّ الْعَرْشِ الْمَلِكُ الدَّيَّان، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُه، جَاءَ بِبَالِغِ الْحُجَّةِ وَسَاطِعِ الْبُرْهَان.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَتْبَاعِهِ إِلَى يَوْمِ الدِّين
بِإِحْسَان.
أَمَّا بَعْدُ؛
فَيَا أَيُّهاَ الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ التَّقْوَى، وَاسْتَمْسِكُوْا بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى، قَالَ تَعَالىَ: «يَآ أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ»
Ayyuhal Ikhwan Rahimakumullah,
Allah Swt. mencela orang-orang yang memiliki hati keras dan membatu. Hati yang seperti ini bukan hanya tidak bermanfaat bagi pemiliknya, bahkan sangat membahayakan baik bagi dirinya maupun orang lain. “Rambu-rambu jalan” pun akan diterjangnya demi tercapai tujuan keinginan hawa nafsunya. Apa yang menjadi larangan akan diterjangnya, yang haram pun akan dikerjakannya. Itulah bahaya hati yang keras.
Allah Swt. menegaskan bahwa orang-orang yang hatinya membatu akan mendapatkan kecelakaan, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Mari kita perhatikan peringatan Allah ‘Azza wajalla terkait hati yang keras ini. Difirmankan dalam surat Az-Zumar ayat 22 yang berbunyi,
اَفَمَنْ شَرَحَ اللّٰهُ صَدْرَهُ لِلْاِسْلَامِ فَهُوَ عَلٰى نُورٍ مِّن رَّبِّه ؕ فَوَيْلٌ لِّلْقٰسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكرِ اللّٰهِ ؕ اُولٰٓٮِٕكَ فِى ضَلٰلٍ مُّبِينٍ
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk (menerima) agama Islam lalu dia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang hatinya membatu)? Maka celakalah mereka yang hatinya telah membatu untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (Q.s. Az-Zumar: 22 )
Ibnu Athaillah dalam kitab al-Hikam menjelaskan ciri-ciri orang dengan hati yang mati membeku ini. Di antaranya adalah tidak merasa bersalah atas perbuatan dosa dan kelalaian ibadah yang telah diperbuat. Rutinitasnya dalam beribadah terasa hambar dan tidak merasakan kebahagiaan ketika melaksanakan ketaatan atau keresahannya hilang sama sekali ketika melakukan perbuatan dosa dan kemaksiatan. Ia lebih mengutamakan bisikan hawa nafsunya ketimbang panggilan kebenaran Sang Penciptanya. Maka, sudah wajar orang yang berhati keras seperti ini akan mengalami kecelakan di dunia maupun di akhirat. Na’udzubillahi min dzaalik!
Ayyuhal ikhwan rahimakumullah,
Allah berfirman dalam Surat al-Furqan ayat 43,
أَرَءَيْتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا
“Tidakkah engkau (wahai Muhammad) memperhatikan orang yang menjadikan nafsunya sebagai tuhannya? Apakah engkau akan menjadi pelindungnya?”
(Q.s. Al-Furqan: 43 )
Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa Rasulullah Saw. pun tidak akan menjadi pelindung atas penyimpangan orang yang telah menjadikan hawa nafsu sebagai tuhannya akibat kerasnya keadaan hatinya. Artinya, Rasulullah tidak mampu menjaganya dari terjatuh kepada kemaksiatan dan mengembalikan cahaya hati yang sudah gelap ini kepada cahaya kebenaran. Demikian dijelaskan an-Nasafi dalam tafsirnya. (Madarik at-Tanzil: 3/795)
Maasyiral Muslimin rahimakumullah …
Allah Swt. juga mengingatkan kita bahwa hati yang keras ini tidak memberi manfaat sedikitpun. Ia kalah oleh bebatuan, yang meskipun merupakan benda mati akan tetapi masih memberikan manfaat bagi manusia. Hal ini sebagaimana yang Allah tegaskan dalam Q.s. Al-Baqarah ayat 74,
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوْبُكُمْ مِّنْ بَعْدِ ذٰلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ اَوْ اَشَدُّ قَسْوَةً ۗ وَاِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْاَنْهٰرُ ۗ وَاِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَآءُ ۗ وَاِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللّٰهِ ۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras, sehingga (hatimu) seperti batu, bahkan lebih keras. Padahal dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang (airnya) memancar daripadanya. Ada pula yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya. Dan ada pula yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.s. Al-Baqarah: 74).
Jadi, di antara bebatuan itu masih ada yang memberi manfaat kepada manusia yaitu mengeluarkan air atau mengandung sumber mata air di bawahnya. Bahkan ada bebatuan yang jatuh meluncur karena rasa takutnya kepada Allah Swt. Artinya, batu yang kita kenali sebagai makhluk mati ini masih memiliki “hati” sehingga takut kepada Penciptanya.
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Mari kita melihat beberapa ciri orang yang hatinya telah keras membatu dan mati ini.
Pertama, tidak tersentuh dengan kandungan ayat-ayat Alquran yang dibacanya. Ia tidak merasa menjadi “terpidana” ketika disampaikan ayat-ayat ancaman Allah. Hatiya sudah terpalingkan dari Alquran, padahal Alquran adalah sumber cahaya dan petunjuk bagi orang yang beriman.
Oleh karena itu, kita harus waspada dan selalu mengoreksi diri. Apakah kita yang selalu mencoba banyak membaca ayat-ayat Alquran ini juga tersentuh dengan isi dan pesan-pesan ayat yang kita baca?
Shahabat Ustman bin Affan pernah berkata:
لَوْ أَنَّ قُلُوْبَنَا طَهُرَتْ مَا شَبِعْنَا مِنْ كَلَامِ رَبِّنَا
”Seandainya hari kita bersih, pasti tidak akan pernah puas membaca firman Tuhan kita (Alquran).” (Al-Bidayah wa an-Nihayah: 7/240 )
Kedua, tidak merasa gelisah dan resah atas ibadah yang tidak terlaksanakan serta tidak menyesal atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Artinya, tidak ada pengaruh apapun dari ibadah yang dia lakukan. Ia berani dan bahkan merasa ringan meninggalkan kewajiban seperti salat, puasa, zakat, dan haji bagi yang mampu. Sebaliknya, ia merasa tenang saat melakukan dosa dan kemaksiatan. Tenangnya seseorang yang sedang berbuat dosa dan maksiat itu dikarenakan hatinya sudah tidak berfungsi lagi sebagai “cermin” yang dapat memantulkan kemaksiatan yang ia perbuat di hadapan cermin itu sendiri.
Rasullulah Saw bersabda,
تُعْرَضُ الْفِتَنُ عَلَى الْقُلُوبِ كَالْحَصِيرِ عُودًا عُودًا فَأَيُّ قَلْبٍ أُشْرِبَهَا نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ وَأَيُّ قَلْبٍ أَنْكَرَهَا نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ بَيْضَاءُ حَتَّى تَصِيرَ عَلَى قَلْبَيْنِ عَلَى أَبْيَضَ مِثْلِ الصَّفَا فَلَا تَضُرُّهُ فِتْنَةٌ مَا دَامَتْ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَالْآخَرُ أَسْوَدُ مُرْبَادًّا كَالْكُوزِ مُجَخِّيًا لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا إِلَّا مَا أُشْرِبَ مِنْ هَوَاهُ
“Fitnah-fitnah itu akan dipaparkan kepada hati, seperti tikar, satu helai demi satu helai. Hati mana saja yang menyerap fitnah itu, maka satu noda hitam tertempel dalam hatinya. Dan hati mana saja yang tidak menerimanya, akan tertitiklah pada hati itu satu titik putih, sehingga, jadilah hati itu dua macam; putih seperti batu pualam, sehingga fitnah apapun tidak akan membahayakannya selama langit dan bumi masih ada, sementara hati lainnya berwarna hitam legam, seperti panci terbalik, tidak mengenal kebaikan dan tidak mengingkari kemunkaran selain hawa nafsu yang diikutinya.” (H.r. Muslim)
Ketiga, terus menerus berkubang dalam maksiat. Hal ini dikarenakan hatinya tidak lagi merasakan jeleknya perbuatan dosa yang dilakukan. Bahkan, boleh jadi dia bangga terhadap maksiat yang dilakukannya karena hilangnya rasa malu pada dirinya. Oleh karenanya, dia tidak peduli dengan pengawasan Allah yang Maha Melihat semua perbuatan manusia.
Rasulullah bersabda,
إنَّ المُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأنَّهُ قاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخافُ أنْ يَقَعَ عليه، وإنَّ الفاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبابٍ مَرَّ علَى أنْفِهِ فقالَ به هَكَذا
“Sesungguhnya seorang mukmin (ketika) ia melihat dosa-dosanya adalah seperti (ketika) ia duduk di lereng sebuah gunung, dan ia sangat khawatir gunung itu akan menimpanya. Sedangkan seorang Fajir (orang yang selalu berbuat dosa), ketika ia melihat dosa-dosanya adalah seperti ia melihat seekor lalat yang hinggap di batang hidungnya, kemudian ia mengusirnya seperti ini (ia menganggap remeh dosa).”
(H.r. Al-Bukhari)
Hadirin rahimakumullah,
Keempat, benci dengan nasihat yang baik dan kepada para ulama. Hal ini disebabkan hati keras tidak mempan dengan berbagai nasehat yang dialamatkan kepadanya. Nasihat yang datang dianggap sebagai sesuatu yang merintangi jalan untuk mendapatkan kepuasan hawa nafsunya. Karenanya, ia pun juga membenci kepada para pemberi nasihat, yaitu para ulama.
Sikap selanjutnya yang akan dilakukan karena kebencian kepada para ulama ini adalah ia berupaya untuk menghentikan atau membungkam para ulama yang dipandang selalu menghalangi keinginan dan hawa nafsunya, dengan cara apapun. Sebagian ulama dibungkam dengan hal-hal yang menyenangkan seperti wanita, harta, tahta. Sebagiannya diberi ancaman, teror, fitnah, penjara, siksaan, dan tidak jarang sampai dengan penghilangan nyawa.
Kelima, gila pada dunia tanpa memedulikan dosa. Ia tertipu dan terlena pada dunia yang fana dan hanya fatamorgana saja. Gemerlap dunia menjadikan orang yang telah mati hatinya ini menjadi rakus dan ingin memiliki semuanya. Bahkan demi mendapatkan kesenangan dunia dan hawa nafsunya ini, ia tidak menggubris aturan dan larangan di dalamnya.
Hati manusia yang telah didominiasi orientasi terhadap dunia atas akhirat, menyebabkan hilangnya rasa takut akan peringatan kematian, azab kubur, dan siksa neraka di alam akhirat. Semua peringatan tentang siksa dan azab Allah tersebut sudah tidak terbersit sama sekali di dalam hatinya.
Allah berfirman dalam QS. As-Sajdah ayat 12,
وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ
“Dan, jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): ’Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.’”
(Q.s. As-Sajdah: 12)
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,
Demikianlah penjelasan mengenai akibat buruk dari hati yang keras membatu. Semoga Allah Swt menjauhkan kita dari hati yang keras dan selalu membimbing kita menuju jalan cahaya hidayahnya, Amin Ya Rabbal Alamin.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ وَالِّذكْرِ الْحَكِيمِ ، وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيم
Khotbah Kedua
اَلْحَمْدُ لله عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِه، وَأَشهَدُ أَن لَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِه، وأَشْهَدُ أنَّ نَبِيَّنَا مُحمَّدًا عَبدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلٰى رِضْوَانِه.
أَمَّا بَعْدُ؛
فَيَا عِبَادَ الله، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ التَّقْوَى، وَأَطِيْعُوْهُ فِي السِّرِّ وَالنَّجْوَى.
ثُمَّ صَلُّوا وَسَلِّمُوا عَلَى الْهَادِي الْبَشِيْر، وَالسِّرَاجِ الْمُنِيْر، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَاحِبِ الْفَضْلِ الْكَبِيْر. فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ:
«إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآ أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً»
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَماَ صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إنَّكَ حَمِيْدٌ مَـجِيْد، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ الْـخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْن، أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيّ، وَعَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعَيْن، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنـِّكَ وَكَرِمِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِيْن.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ، وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اْلأَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَات، وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَات.
اللّٰهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا، وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلاَةَ أُمُورِنَا.
اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ، وَاْلوَبَاءَ، وَالزَّلاَزِلَ، وَاْلمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَا خآصَّة، وَسَائِرِ بِلاَدِ اْلمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
اللّٰهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْبَرَصِ وَالْجُنُونِ وَالْجُذَامِ وَمِنْ سَيِّء الْأَسْقَامِ.
اللّٰهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَة، وَالْمُعَافَاةِ الدَّائِمَة، فِي دِيْنِنَا وَدُنْيَاناَ وَأَهْلِنَا وَمَالِناَ.
اللّٰهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِنَا وَآمِنْ رَوْعَاتِنَا.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
والْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
أَقِيْمُوا الصَّلَاة.
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *