“Dia lebih dihajatkan langit meski tercibir di bumi.”
Hadila.co.id—Julaibib, sebutannya. Hadir ke dunia tanpa tahu siapa ayah-ibunya. Celakanya bagi masyarakat Yatsrib, tak bernasab adalah cacat kemasyarakatan yang tak terampunkan.
Julaibib pun tersisih; lengkap dengan wajah jelek, pendek, bungkuk, hitam, lusuh dan fakir. Namun jika Allah berkehendak menurunkan rahmat-Nya, tak satu makhluk pun bisa menghalangi. Julaibib berbinar menerima hidayah Islam; selalu berada di shaf terdepan dalam salat maupun jihad.
Meski hampir semua memperlakukannya seolah tiada, tidak begitu dengan Rasulullah Saw. Suatu hari Julaibib ditegur Rasulullah, ”Ya Julaibib, tidakkah engkau menikah?”
”Siapakah orang yang mau menikahkan putrinya denganku, ya Rasulullah?” jawab Julaibib seraya tersenyum, tanpa kesan menyesali diri atau menyalahkan takdir.
Hari berikutnya, Rasulullah menanyakan hal yang sama. Hingga 3 kali, pada 3 hari berturut-turut. Di hari ketiga, Sang Nabi mengajak Julaibib ke salah satu rumah seorang pemimpin Anshar.
”Kupinang puteri kalian untuk Julaibib,” kata Rasulullah pada tuan rumah.
“Demi Allah tidak akan pernah puteri kami menikah dengan Julaibib,” jawab tuan rumah.
Namun, tiba-tiba sang gadis dari balik tirai berkata, ”Apakah kalian hendak menolak permintaan Rasulullah? Demi Allah, kirim aku padanya. Karena Rasulullah yang meminta, maka tiada akan membawa kehancuran dan kerugian bagiku.”
Mendengar itu sang Nabi berdoa untuk sang gadis, “Ya Allah, limpahkanlah kebaikan atas mereka, dalam kelimpahan yang penuh berkah. Janganlah Kau jadikan hidupnya payah dan bermasalah.”
Julaibib tak merutuki diri, tak menyalahkan takdir, menggenapkan pasrah dan taat pada Allah dan RasulNya. Maka pantas baginya sang gadis yang belajar agar cinta berhenti di titik taat pada Allah dan Rasul-Nya, karena adanya peluang bagi gelimang pahala.
Maka benarlah doa Sang Nabi. Allah karuniakan jalan keluar yang indah bagi semuanya. Kebersamaan di dunia itu tak ditakdirkan lama. Bidadari telah merindukan Julaibib. Dia lebih dihajatkan langit meski tercibir di bumi. Adapun isterinya, tak satupun wanita Madinah yang sedekahnya melampaui dia, hingga kelak para lelaki utama meminangnya.
Saat Julaibib syahid, Sang Nabi begitu kehilangan. Julaibib ditemukan syahid dengan luka-luka, ditengah 7 jasad musuh yang telah dibunuhnya. Rasulullah dengan tangannya sendiri mengafani, mensalatkan secara pribadi, memangku jasadnya, mengalasinya dengan kedua lengan beliau yang mulia, bahkan ikut turun ke lahat untuk membaringkannya. Saat itulah, kalimat Sang Nabi untuk Julaibib akan membuat iri semua makhluk hingga hari berbangkit. “Ya Allah, dia adalah bagian dari diriku. Dan aku adalah bagian dari dirinya.” <salimafillah.com; Rubrik Kisah Teladan Hadila edisi 85 Juli 2014>