Tips Menjadi Hamba yang Sabar dan Rida atas Takdir-Nya

Tips Menjadi Hamba yang Sabar dan Rida atas Takdir-Nya

Hadila – Asalamualaikum Ustazah. Bagaimana tips menjadi hamba yang sabar dan rida terhadap segala ketentuan Allah Swt? Karena rasanya ujian hidup terasa berat. (Hamba Allah)

 Jawaban oleh: Ustazah Nur Silaturohmah Lc (Dosen Ma’had Abu Bakar)

Wa’alaikumussalaam warahmatullahi wabarakaatuh. Hamba Allah yang semoga dimuliakan oleh-Nya, Allah Swt menciptakan manusia senantiasa dalam kesulitan. Terkadang ia akan mendapatkan ketetapan Allah yang ia senangi, dan terkadang ia benci. Manusia tidak berkuasa untuk memilih setelah semua terjadi, karena manusia adalah makhluk lemah yang membutuhkan Allah Swt, Zat yang Mahakuasa atas segalanya.

Oleh karena itu, salah satu rukun iman yang wajib kita imani dan yakini adalah beriman kepada ketetapan dan takdir Allah, baik takdir baik maupun takdir buruk. Semua takdir baik dan buruk berasal dari Allah, dan kita harus lapang hati dan rida menerima semua takdir-Nya. Namun tak jarang kita tidak bisa menerima takdir Allah dengan hati yang rida dan lapang, meski sebenarnya hal itu merupakan alat yang digunakan Allah untuk penempaan dan tarbiyah manusia untuk mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi di hadapan Allah Swt. Al-Qur’an menyatakan, “Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Q.S. Al-Ankabut: 2-3)

Rasulullah Saw juga bersabda, “Sungguh menakjubkan perkaranya orang mukmin. Segala sesuatu yang terjadi padanya semua merupakan kebaikan. Ini terjadi hanya pada orang mukmin. Jika mendapat sesuatu yang menyenangkan dia bersyukur, maka itu kebaikan baginya. Jika mendapat keburukan dia bersabar, maka itu juga kebaikan baginya.” (H.R. Muslim)

Bagaimana kiat dan tips bagi kita, agar dapat menjadi hamba yang ikhlas dan sabar dalam menerima takdir Allah?

Pertama, mengimani takdir Allah Swt baik dengan benar. Setiap kita menerima ketetapan Allah Swt yang baik atau tidak baik, maka hendaknya kita memahami bahwa apa pun yang telah terjadi sudah Allah takdirkan untuk kita sejak 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi pastilah terjadi dan tidak mungkin kita menghindarinya. Adapun untuk yang belum terjadi, wajib bagi kita untuk ikhtiar dan berusaha sembari menyerahkan hasilnya kepada Allah Swt.

Nabi Saw bersabda, “Allah telah mencatat takdir setiap makhluk, 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (H.R. Muslim)

Beriman kepada takdir, inilah landasan kebaikan yang akan membuat seseorang semakin rida dengan setiap cobaan dan ujian yang diterimanya; menyenangkan atau tidak menyenangkan. Allah Ta’ala berfirman, “Tidak ada satupun musibah yang menimpa kecuali dengan izin Allah dan siapa yang beriman kepada Allah yaitu ia sabar menghadapi takdir, ia rida terhadap takdir, ia pun berusaha untuk sabar, Allah pasti berikan hidayah ke dalam hatinya.(Q.S.At-Taghabun: 11)

Kedua, meyakini bahwa selalu ada hikmah baik dari setiap kejadian. Allah Sw sedikit pun tidak pernah menzalimi hamba-Nya. Maka dari itu mukmin yang baik harus mengimani bahwa setiap yang Allah kehendaki pasti ada hikmah kebaikannya. Mungkin hanya perlu waktu bagi kita untuk bisa memahaminya. Allah Swt berfirman yang artinya, “Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) ‘Arsy yang mulia.” (Q.S. Al-Mu’minun: 115-116)

Ketiga, meyakini bahwa Allah Swt tidak pernah membebani di luar kemampuan kita. Allah Swt berfirman yang artinya, “Tidaklah Allah membebani seseorang kecuali sebatas kemampuannya.” (Q.S. Al-Baqarah: 286)

Kita harus yakin bahwa kita kuat, kita mampu melewati semua karena Allah memilih kita. Sembari kita juga membuka kedua mata kita bahwa masih banyak orang yang jauh lebih sulit ujiannya. Para Nabi, Rasul juga Rasulullah Saw dan sahabat-sahabat beliau yang lain telah mendapatkan cobaan bertubi-tubi, jauh lebih berat dari kita semua, maka beliau berpesan kepada kita dalam sabda beliau yang artinya, “Musibah yang menimpaku sungguh akan menghibur kaum muslimin.” (Shahih al-Jami’).

Keempat, memahami bahwa ujian dan cobaan adalah tanda kasih sayang Allah Swt. Dari Anas bin Malik Ra bahwa Nabi Saw bersabda, “Sesungguhnya apabila Allah Swt mencintai suatu kaum, maka Dia mengujinya. Barang siapa rida terhadap ujian-Nya, maka dia memperoleh rida-Nya dan barang siapa tidak suka, maka mendapat murka-Nya.” (H.R. Tirmidzi)

Diriwayatkan pula dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in– dari ayahnya, ia berkata, “Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau Saw menjawab, “Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” (H.R. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad Darimi no. 2783).

Kelima, meyakini bahwa semua akan berlalu. Bagaimana pun keadaan kita saat ini, pasti akan berlalu dan berganti dengan izin Allah. Semua bisa berubah menjadi lebih baik. Allah Swt beberapa kali meyakinkan kita dengan firman-Nya, “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Q.S. Al-Insyirah: 5)

Keenam, meyakini bahwa pahala sabar dan ikhlas itu begitu besar. Semua bisa mendapatkan solusi dari permasalahan, hanya perlu bersabar. Dan mungkin sabar itulah yang tidak mudah untuk kita terapkan. Namun demikian Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Q.S. Az-Zumar: 10).

Ketujuh, “istirjaa’ dengan mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un … ” dan terus berdoa. Istirjaa’ maknanya mengembalikan semuanya kepada Allah Swt, yang menentukan takdir kita. Sehingga Allah akan berikan kebaikan dari apa yang kita dapatkan dari ketetapannya. Hal ini sebagaimana yang Allah sampaiakan dalam surah Al-Baqarah ayat 155-157. Juga sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Saw yang artinya, “Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un. Allahumma’jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa [Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik]”, maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.” Ketika, Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut doa sebagaimana yang Rasulullah Saw perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah Saw.” (H.R. Muslim no. 918)

Kedelapan, berfikir positif dan introspeksi diri. Meskipun segala hal terjadi atas kehendak dan ketetapan Allah, tetapi sebagai hamba yang bijak kita tetap diharapkan untuk berfikir positif dan mawas diri karena bisa jadi Allah menetapkan itu semua karena dosa-dosa yang pernah kita perbuat sebelumnya. Allah Swt berfirman, “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (Q.S. Asy Syura: 30)

Kesembilan, tidak menyerah dan putus asa sembari minta nasihat dari sesama. Rasulullah selalu memerintahkan umatnya untuk berusaha semaksimal mungkin sesuai kemampuannya. Dan salah satu cara dalam menyikapi takdir Allah ialah dengan berusaha dan tidak boleh menyerah, putus asa. Hal ini tentunya bisa lebih mudah untuk kita lakukan dengan adanya support dari orang lain. Beliau bersabda, “Bersemangatlah untuk memperoleh apa yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan sekali kali kamu merasa tidak berdaya”. (H.R. Muslim) <Pernah dimuat di majalah cetak Hadila>

Berita Lainnya

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos