Hadila – Asalamualaikum, Ustazah. Saya seorang ibu, punya anak perempuan usia 25 tahun. Dia sedang menjalin hubungan dengan laki-laki. Saya dan suami bilang ke anak kami, kalau sudah siap berumah tangga, sebaiknya segera diresmikan, karena menjalin hubungan seperti itu tidak baik. Nah, anak saya bilang belum siap nikah. Lalu, saya minta untuk mengakhiri hubungan. Dia tidak mau karena merasa hubungannya tidak aneh-aneh, dan dia menuduh kami orang tua yang tidak bisa percaya anak sendiri. Sampai akhirnya, karena sering saya nasihati, dia mendiamkan saya dan memilih ngekos. Saya jadi bingung, mohon bimbingan Ustazah untuk menghadapi masalah ini. Syukran. [Romiyati, Wonogiri]
Konsultan: Ustazah Wirianingsih (Konselor Keluarga Nasional)
Wa’alaikumsalam. Ibu Romiyati, apakah pernah ngobrol dengan ananda tentang teman dekatnya? Apakah teman laki-lakinya itu hanya teman dekat biasa atau pacar? Usia 25 tahun merupakan usia dewasa, di mana seseorang sudah memiliki pandangan hidup dan privasi yang sering kali tidak ingin diintervensi (dipengaruhi) orang lain, meskipun itu orang tuanya sendiri.
Pendekatan atau cara berkomunikasi dengan anak usia remaja dan dewasa berbeda. Pada anak remaja, orang tua masih mungkin melakukan pendekatan agak menekan dan tegas, tetapi pada anak dewasa tidak bisa lagi. Anak dewasa harus lebih banyak dialog dan bincang santai. Gali pandangan anak. Orang tua harus lebih banyak mendengar. Setelah itu, apabila ada hal yang perlu diluruskan, orang tua perlu menyampaikan pendapatnya dengan bijak.
Cara terbaik untuk mengetahuinya adalah membangun jembatan persahabatan dengan anak gadis. Dalam buku ‘al-Baitul Muslim al-Qudwah’ (Membumikan Harapan Keluarga Islam Idaman,terjemahan) disebutkan ada dua kaidah pokok dalam mendidik anak. Pertama, Apa yang Allah ajarkan kepada kita. “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” [Q.S. Ar-Ra’du: 11]. Dengan pembiasaan dan menggunakan sarana pembinaan yang benar, manusia bisa mengubah dari satu karakter ke karakter lainnya.
Kedua, keharusan bersabar ketika mendidik anak dan saat berinteraksi dengan urusan-urusan akidah dan ibadah. Kaidah ini seperti yang Allah tunjukkan kepada kita dalam ayat, “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” [Q.S. Thaha: 132]
Dua kaidah tersebut diberikan untuk mengurai problematika pembinaan yang terkait dengan sulukiyat (perilaku-perilaku), akhlaqiyyat (akhlak), ibadat (ibadah). Namun, hal itu membutuhkan senjata sabar dan doa berkesinambungan.
Duduklah bersamanya dan tanyakan tentang teman dekatnya serta seluk-beluknya: Namanya, sifatnya, pekerjaannya, dan apakah anak gadis Ibu menyadari bahwa teman dekatnya itu cocok baginya sebagai suami?
Reaksi putri Ibu yang kurang menyenangkan hendaknya menjadi evaluasi bagi orang tua. Bisa jadi cara berkomunikasi orang tua yang kurang tepat, dan pendekatan pada anak yang keliru menyebabkan anak resisten. Umumnya anak gadis yang sudah mandiri dan mapan secara ekonomi akan lebih memilih mendahulukan karier. Adapun kedekatan dengan teman laki-laki belum tentu itu adalah pilihan untuk pasangan hidupnya.
Namun, saya bisa memahami kekhawatiran Ibu terhadap anak gadis yang sudah 25 tahun. Usia 25 tahun bagi anak perempuan merupakan usia yang matang untuk mulai membangun kehidupan rumah tangga. Apabila usia semakin bertambah, pikiran orang tua umumnya ‘anak gadis akan susah mendapat jodoh’. Kekhawatiran ini ditambah dengan merebaknya pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan di masyarakat Indonesia akibat pengaruh budaya dari luar yang permisif (serbaboleh).
Untuk mencari jalan tengah antara kekhawatiran orang tua dan sikap anak gadis yang bereaksi negatif ini, Ibu perlu bersabar (cooling down) sampai emosi anak mereda. Meski demikian, Ibu tetap perlu memonitor perkembangan pergaulan putri Ibu dengan pemuda tersebut. Caranya, bisa minta bantuan pihak ketiga dari salah seorang teman putri Ibu atau dengan salah seorang dari pihak keluarga Ibu.
Dengan mendapat informasi yang cukup, insyaallah akan membantu ibu mengurai permasalahan. Jangan bosan menasihati, tetap tenang, tegar, dan jangan putus asa dari Rahmat Allah. <Dimuat di majalah Hadila edisi Juni>
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *