Berbagai persoalan masyarakat saat ini sangat kompleks. Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi Muslim, baik yang kaya maupun miskin pasti memiliki masalah. Dimulai dari orang yang berlebihan harta, mereka mempertanyakan bagaimana cara membersihkan hartanya dan harus ke mana jika zakat bisa terdistribusikan dengan baik? Apalagi dari sudut pandang warga kurang mampu atau mustahik, mulai dari persoalan ekonomi, kesehatan, pendidikan, maupun sosial, semua hampir menjadi persoalan bagi mereka. Sehingga dalam Islam, kita memiliki solusi, yaitu ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf) yang Insyaallah dapat menjembatani persoalan umat.
Tiga tahun terakhir, isu-isu tentang dunia filantropi atau lembaga pengumpul donasi sering muncul. Mulai dari tata kelola lembaga yang kurang baik, penyelewengan dana, bahkan pendistribusian yang mengarah kepada pendanaan yang terafiliasi ke terorisme. Dari sini, dengan peran media sosial, tingkat kepercayaan terhadap lembaga menurun. Padahal jika ditelisik lebih mendalam, hanya sejumlah jari dari ratusan lembaga yang terjun di dunia filantropi, yang tersandung masalah. Dari 37 Lembaga Amil Zakat (LAZ) tingkat nasional, 33 LAZ tingkat provinsi, dan 70 LAZ tingkat kabupaten/kota yang sudah resmi memiliki legalitasnya, tidak sampai lima lembaga yang tersandung masalah.
Sementara dari tata kelola sendiri, masing-masing sudah ada regulasi yang harus dijalankan, mulai dari diwajibkannya audit keuangan, audit syariah, sampai pada pengamanan tata kelola berbasis 3A (Aman Syar’i, Aman Regulasi, dan Aman NKRI). Sehingga banyak lembaga yang sudah memberlakukan bagaimana menerapkan service exellent kepada para donatur maupun muzaki. Maka sesuai Undang-undang Zakat Nomor 23 Tahun 2011, pengelolaan hingga pendistribusian zakat, dilakukan oleh BAZ (Badan Amil Zakat) dan LAZ. Dengan kepercayaan yang tinggi dari donatur dan pengelolaan yang profesional oleh amil, potensi zakat yang menyentuh angka Rp 350 triliun insyaallah akan mudah dicapai pertumbuhan fundingnya. Saat ini akumulasi pengumpulan zakat oleh BAZ dan LAZ secara nasional, baru menyentuh angka Rp 22,6 triliun.
Setelah selesai urusan funding dan pengelolaannya, maka tinggal bagaimana pendistribusiannya. Lantas mengapa ZISWAF bisa menjadi solusi keummatan? Karena dengan pengelolaan ZISWAF yang baik, mampu menyelesaikan masalah kemustahikan, baik di bidang kesehatan, pendidikan, maupun ekonomi.
Bentuk program kolaborasinya antara lain bidang pendidikan. Bagaimana amil dan nazir mengelola sekolah yang lahan dan bangunannya didapatkan dari sumber wakaf, lalu sarana prasarana dan gaji tenaganya dari infak, serta biaya untuk siswanya yang duafa diambilkan dari sumber zakat. Selesailah persoalan pendidikan. Begitu pun bidang lain, kesehatan dengan klinik, rumah sakit, maupun ambulansnya, dan ekonomi dengan permodalannya.
Oleh: Sidik Anshori, S.Sos.I (Direktur Utama SOLOPEDULI)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *