لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ
“Seorang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan; kegembiraan pada saat berbuka dan kegembiraan pada saat bertemu dengan Tuhannya.” [H.R. Bukhari/7492 dan Muslim/165-1151]
Hadis di atas merupakan informasi dari Rasulullah Saw bahwa orang yang berpuasa akan merasa bahagia saat berbuka setiap hari di bulan Ramadan, saat menuntaskan puasa sebulan penuh, dan akan merasakan kebahagiaan di akhirat kelak saat menerima pahala puasa yang luar biasa banyaknya.
Namun secara tidak langsung, hadis di atas juga menyerukan kepada kita untuk berbahagia saat berbuka dan berlebaran setelah sebulan puasa. Dengan bentuk dan cara yang mengundang pahala dan rida Allah, sehingga kelak pada hari Kiamat, kita akan bergembira sekali lagi karena dipanggil malaikat untuk masuk surga melalui gerbang Ar Rayyan.
Kita merasa gembira pada hari Lebaran, bukan hanya karena menyantap menu makanan yang lezat, memakai pakaian baru, dan merasakan suasana meriah yang tiap tahun selalu mengiringi perayaan Idulfitri. Namun, karena kita telah menyelesaikan ibadah yang berat, berhasil mengambil pelajaran dan mendapat penempaan yang maksimal, memasuki bulan-bulan untuk mengaplikasikan pelajaran dan pelatihan yang telah kita terima, di samping kegembiraan karena bisa saling silaturrahim.
Menata Kegembiraan Saat Lebaran
Agar memberikan pengaruh positif, kita harus menata kegembiraan seusai menunaikan ibadah puasa selama sebulan.
Pertama, mengiringi kegembiraan pada Idulfitri dengan kekhawatiran, karena kita tidak tahu apakah puasa kita diterima Allah sehingga kita termasuk orang-orang yang dekat pada Allah, ataukah tertolak sehingga kita termasuk orang-orang yang dibenci?
Kedua, menyadari bahwa kegembiraan yang hakiki adalah saat kita bertemu Allah dengan membawa pahala puasa, sedangkan kegembiraan pada saat berbuka merupakan sarana yang seharusnya mengantarkan kita kepada kegembiraan yang hakiki di akhirat.
Ketiga, kegembiraan kita hendaknya karena bertambahnya ketakwaan sebagai hasil dan buah dari penempaan dan pelatihan selama bulan Ramadan. Seorang penyair mengatakan, “Idulfitri bukanlah milik orang yang mengenakan pakaian baru, tetapi Idulfitri milik orang yang takwanya bertambah.”
Keempat, kegembiraan pada Idulfitri hendaknya masih terbingkai dengan batas-batas syar’i, tidak ada fenomena penghamburan harta, penyia-nyiaan waktu, dan pengonsumsian hal-hal haram.
Kelima, kegembiraan ini hendaknya menjadi bentuk syukur kepada Allah yang kita ekspresikan dengan banyak melakukan zikir dan takbir yang disyariatkan untuk kita baca saat Idulfitri.
Manfaat Menata Kegembiraan
Menata kegembiraan dengan benar pada Idulfitri akan memberi manfaat sebagai berikut:
Pertama, menanamkan kerinduan kita pada bulan Ramadan. Sebab, kerinduan pada bulan Ramadan akan menjadi motivasi kita untuk menunggu-nunggu hadirnya Ramadan berikutnya dan berupaya mengoptimalkan amaliah ibadah saat bulan yang dinanti-nanti itu tiba.
Kedua, mendorong kita untuk melestarikan suasana, semangat, dan gairah Ramadan, sehingga kita masih bisa mempertahankan kebiasaan-kebiasaan positif yang telah kita lakukan selama Ramadan.
Ketiga, menjaga kita dari kebiasaan menyimpang seperti gibah, menyombongkan diri, dan mengganggu ketenangan orang lain atau minimal sia-sia seperti berlebih-lebihan dalam hal makanan, baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya.
Keempat, menjadi figur yang memengaruhi orang lain, bukan figur yang terpengaruh orang lain. Berbeda dengan orang-orang yang bergembira tanpa didasari alasan syar’i, ia akan mudah mengikuti orang lain untuk mengekspresikan kegembiraan sesuka hati mereka.
Jadi, kegembiraan merupakan potensi yang harus kita tata, sehingga memberikan pengaruh positif bagi kita. Jangan sampai kita membiarkannya begitu saja, atau membiarkan diri kita hanyut di dalamnya. Akibatnya, merayakan kegembiraan pada hari itu justru mengantarkan kita pada hal-hal yang diharamkan.
Allah berfirman, “Janganlah kamu terlalu bergembira; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu bergembira.” [Q.S. Al-Qashash: 76]
Kegembiraan kita hendaknya berkat karunia dan rahmat Allah, sehingga dapat melahirkan banyak kebaikan. Allah berfirman, “Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.’” [Q.S. Yunus: 58] <>
Oleh: Ustad Fahrudin Nursyam Lc. (PPTQ Abi Ummi)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *