Haruskah Melepas Benda Asing pada Tubuh Jenazah sebelum Dimakamkan?

Haruskah Melepas Benda Asing pada Tubuh Jenazah sebelum Dimakamkan?
sumber foto: freepik.com

Hadila – Asalamualaikum, Ustazah. Ketika seorang muslim meninggal dunia, dan sebelumnya pernah melakukan implan gigi atau menggunakan gigi palsu, atau memasang benda-benda asing lain di tubuh, seperti pen untuk patah tulang, behel, susuk, perlukah dilepas dahulu sebelum dimakamkan? Benarkah jika tidak dilepas bisa membuat arwahnya tidak tenang? [Fadia, Klaten]

Konsultan: Ustazah Nur Silaturohmah, Lc. (Dosen Ma’had Abu Bakar Putri)

Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh. Saudari Fadia di Klaten yang dimuliakan Allah Swt, memakai gigi palsu, pen, atau benda lain yang diperlukan untuk pengobatan adalah diperbolehkan jika gigi asli seseorang mengalami kerusakan atau tulang seseorang cedera atau patah.

Dasar kebolehan ini dapat ditemukan dalam sebuah riwayat yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw mengizinkan penggunaan prostetik berdasarkan kasus Arfajah bin As’ad Ra. Saat itu, Arfajah terluka di hidungnya selama Perang al-Kulab pada masa jahiliah, dan ia mencoba membuat hidung palsu dari perak yang malah menyebabkan infeksi. Rasulullah Saw kemudian menyarankannya untuk membuat hidung palsu dari emas, yang kemudian berhasil dibuat oleh Arfajah. [H.R. Abu Daud: 3696, An-Nasa’i: 5070]

Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah saat mengurus jenazah orang yang menggunakan gigi palsu atau benda-benda lain itu wajib dilepas sebelum dimakamkan?

Islam mengajarkan kepada kita dalam memperlakukan jenazah. Meski sudah tidak lagi bernyawa, jenazah harus diperlakukan dengan penuh penghormatan sebagaimana orang yang masih dalam keadaan hidup. Tidak diperbolehkan untuk memperlakukannya dengan kasar, menyakitinya, melukainya, apalagi mematahkan tulangnya, karena hal ini dianggap sama dengan menyakiti, melukai, dan mematahkan tulang saat seseorang masih hidup.

Kehormatan seorang muslim ketika sudah meninggal statusnya sama dengan kehormatannya ketika masih hidup. Karena itu, tidak boleh dilanggar kehormatannya. Diriwayatkan dari Aisyah Ra, Rasulullah Saw bersabda,

كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا

“Mematahkan tulang mayit, statusnya sama dengan mematahkan tulangnya ketika masih hidup.” [H.R. Abu Daud 3207, Ibnu Majah 1616, dan yang lainnya]

Para ulama menyatakan bahwa berdasarkan hadis tersebut, tidak ada kewajiban untuk mengambil benda asing yang ada di tubuh mayit jika keberadaan barang atau benda tersebut di tubuh mayit tidak memiliki dampak apa pun terhadap keadaan mayit. Keberadaan benda tersebut tidak menyebabkan mayit terhalang dalam amalannya, seperti benda tersebut najis, atau juga tidak meresahkan atau memengaruhi ketenangannya, atau hal-hal serupa.

Selain itu, ada yang menjadi pertimbangan apakah benda-benda tersebut wajib dilepas atau tidak, tergantung pada jenis bahan yang digunakan.

  1. Gigi palsu atau benda yang terbuat dari emas atau perak: Para ulama, seperti yang diungkapkan Ibnu Qudamah rahimahullah, menjelaskan bahwa jika gigi palsu tersebut terbuat dari emas atau perak, sebaiknya dilepas jika memungkinkan tanpa menyakiti/melukai jenazah atau merusak gigi-gigi lainnya agar bisa dimanfaatkan dan tidak menyia-nyiakan harta. Namun, jika melepaskannya dapat menyakiti atau melukai atau merusak gigi lain, maka boleh dibiarkan.
  2. Gigi palsu dari bahan selain emas atau perak: Untuk gigi palsu yang terbuat dari bahan lain, seperti plastik, platina, Ibnu Qudamah rahimahullah menyatakan bahwa, tidaklah wajib untuk dilepas dari jenazah. Hal ini karena keberadaan benda tersebut di tubuh mayit tidak memengaruhi status keislaman atau keadaan jenazah dalam agama ataupun nilai dunia.

Berdasarkan penjelasan di atas, secara umum, melepas benda-benda yang ada di tubuh mayit seperti gigi, behel, pen, dan semacamnya tidak diperbolehkan, kecuali jika ada dua pertimbangan:

  1. Ada manfaat besar untuk mengambil benda tersebut, seperti karena nilainya yang mahal atau karena benda tersebut najis.
  2. Tindakan pengambilan tersebut tidak membahayakan mayit, menyakiti, atau melukainya seperti tidak menyebabkan harus menyayat tubuh mayit.

Wallahu a’lam. Demikian yang bisa kami jelaskan, semoga dapat dipahami dengan baik dan diamalkan. <Dimuat di Majalah Hadila edisi Agustus>

Berita Lainnya

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos