يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai segenap pemuda, barang siapa di antara kalian telah mampu menikah, maka hendaklah ia menikah. Karena menikah itu lebih mampu menundukkan pandangan dan lebih mampu menjaga kemaluan. Barang siapa yang tidak mampu menikah, maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa akan menjadi perisai baginya dari tindak kemaksiatan.” [H.R. Bukhari/5066 dan Muslim 1/1400]
Kilas Penjelasan
Dalam hadis ini, Rasul Saw menyerukan kepada para pemuda yang sudah memiliki ketertarikan kepada lawan jenis dan memiliki modal dan bekal untuk menikah agar segera menikah. Jika nafsu syahwat salah seorang di antara mereka terus bergejolak, sedang ia tidak memiliki modal dan bekal untuk melakukan pernikahan, maka Rasul Saw memerintahkannya untuk berpuasa secara istikamah sampai Allah memampukannya menikah.
Makna “al Ba’ah”
Secara bahasa, kata “al Ba’ah” memiliki beberapa makna. Kadang digunakan dalam arti air mani (sperma dan ovum), kadang digunakan dalam arti jimak atau hubungan intim (baik secara halal maupun haram), kadang digunakan dalam arti perkawinan atau pernikahan, dan kadang digunakan dalam arti bekal dan modal untuk pernikahan (Al Jami’ush shahih/7/258).
Pernikahan, Bukan Perzinaan
Ketika mani seseorang telah penuh, nafsu syhawatnya akan bergolak, dan berusaha mencari sasaran untuk menyalurkan maninya melalui senggama dengan seseorang atau memuaskannya dengan tangan (masturbasi). Tindakan ini termasuk perzinaan yang haram hukumnya.
Perzinaan yang pertama termasuk dosa besar, sedang perzinaan yang kedua (masturbasi) termasuk dosa kecil. Namun, jika dilakukan berulang-ulang, maka status hukumnya berubah menjadi dosa besar.
Perzinaan inilah yang banyak merusak mental dan pikiran anak-anak remaja. Jika anak putri yang melakukan perzinaan sampai hamil, biasanya ia dinikahkan dengan pasangan zinanya atau lelaki lain yang mau menikahinya. Inilah yang menyebabkan tingginya angka pernikahan pada anak-anak usia dini.
Jadi, yang diserukan Rasul Saw bukan perzinaan, bukan pula pernikahan yang disebabkan kecelakaan. Namun, pernikahan yang sesuai syariat, berdasar pertimbangan akal sehat, dengan tujuan untuk menjaga agama dan kehormatan diri serta untuk meraih pertolongan dan rida Ilahi.
Bekal dan Modal Pernikahan
Pernikahan yang penuh dengan sakinah, mawadah, dan rahmah dapat diraih dengan bekal dan modal sebagai berikut;
Bekal finansial: bekal ini harus ada meski sedikit. Karena dari kemampuan finansial yang sedikit ini, Allah akan memberikan kemampuan finansial yang lebih besar. Firman-Nya, “…Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” [Q.S. An-Nuur: 32]
Bekal agama: dengan bekal ini, seseorang akan mencari pasangan yang agamanya bagus. Dengan pernikahan yang berlandaskan agama, ia dapat menyempurnakan separuh agamanya, serta menjadi sarana untuk meraih separuh yang lainnya. Rasul Saw bersabda, “Apabila seorang hamba menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh dari agamanya, maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada separuh lainnya.” [H.R. Baihaqi]
Bekal kesucian hati: dengan kesucian hati akan muncul kesucian niat saat melangkah menuju pernikahan. Hal ini akan mengundang pertolongan dari Allah setiap kali menghadapi kesulitan dan ujian. Rasul Saw bersabda, “Ada tiga orang yang wajib bagi Allah Azza wa Jalla untuk menolongnya; …Seorang yang menikah karena ingin menjaga kehormatan (kesucian) dirinya.” [H.R. An Nasa’i]
Menunda Pernikahan Tanpa Terjerumus dalam Perzinaan
Kadang, seseorang belum memungkinkan untuk melakukan pernikahan. Bisa jadi karena tidak memiliki kemampuan finansial yang sepatutnya, belum dipertemukan dengan jodohnya, atau disibukkan dengan tugas-tugas yang jauh lebih mendesak daripada pernikahan. Kepadanya, Rasul Saw memerintahkan untuk berpuasa secara istikamah. Karena puasa ini akan menjadi perisai baginya dari berbagai kemaksiatan, kekejian dan kerusakan.
Dengan menjauhkan diri dari berbagai bentuk kemaksiatan, Allah akan memberikan kemampuan, kemudahan, dan pertolongan untuk segera menikah. Firman-Nya, “…Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya…” [Q.S. An-Nuur: 33]. <Dimuat di majalah Hadila edisi Agustus>
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *