Hadila – Sebuah pesan di Whatsapp masuk ke smartphone, dari seseorang yang sudah lama menitipkan tabungan kurban kepada saya. Uang tabungan itu saya masukan ke rekening tabungan kurban yang ada di BMT.
Minimal sebulan sekali, ia rutin menabung untuk persiapan melaksanakan ibadah kurban tahun ini. Kadang menabung Rp50.000, kadang Rp100.000. Hingga tak terasa uang Rp1,5 juta lebih pun terkumpul. Bagi ibu tiga orang anak yang bekerja sebagai asisten rumah tangga dan suaminya yang bekerja sebagai pencari ikan, angka Rp1,5 juta bukanlah angka yang sedikit. Namun keinginan ia dan suaminya agar tahun ini bisa melaksanakan ibadah kurban, membuat perempuan berjilbab itu rela menekan pengeluaran lainnya, agar bisa rutin menabung.
Namun ketika tiba-tiba wabah virus Covid-19 melanda negeri ini, ia dan suaminya pun menjadi salah satu pihak yang terdampak. Sejak ada warga Solo yang dinyatakan positif terkena Covid-19, suaminya tidak lagi bekerja mencari ikan. Ada kekhawatiran bisa terkena virus Corona, jika pekerjaan itu tetap dilakukan. Sejak itu, suaminya pun mengangggur dan lebih banyak di rumah.
Sejak itu, ia yang berpenghasilan tak seberapa pun menjadi tulang punggung keluarga, menggantikan posisi suaminya. Namun karena banyaknya kebutuhan untuk keluarganya, penghasilannya pun tak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan. Uang tabungan di rumah pun akhirnya terpakai. Hingga akhirnya, hanya tersisa tabungan kurban yang dititipkan kepada saya. Dengan berat hati, ia pun mengambil sebagian tabungan kurban tersebut. Ia berharap musibah Corona ini segera berakhir, sehingga suaminya bisa kembali bekerja untuk mencari nafkah bagi keluarganya. “Semoga nanti Allah memberi rezeki lain sehingga cita-cita kami untuk berkurban bisa terlaksana,” ujarnya.
Kisah nyata di atas adalah satu potret tentang bagaimana pengorbanan seorang muslim untuk menunjukkan ketaatannya kepada Allah Swt.
Warga Semarang, Shanti mengungkapkan ibadah kurban telah menjadi agenda rutin keluarganya setiap tahun. Ia sangat bersyukur keluarganya diberikan nikmat oleh Allah Swt, sehingga bisa rutin berkurban setiap tahun. Shanti biasanya melaksanakan ibadah kurban di kampung halamannya di Kebumen, bersama anggota keluarga lainnya. “Biasanya kita menyembelih sapi, iuran bareng,” ujarnya.
Tahun ini pun, Shanti sudah berencana melaksanakan ibadah kurban. Sebagai ibu rumah tangga yang diberi amanah suaminya untuk mengelola keuangan keluarga, Shanti rutin menyisihkan sebagian penghasilan suami sebagai tabungan kurban. “Karena sudah rutin menabung tiap bulan, saat ibadah kurban tiba, tinggal nambah sedikit. Alhamdulilah,” ujarnya.
Bagi Shanti, Iduladha adalah momen tepat berbagi kebahagiaan dan rezeki dengan saudara-saudara lain yang kurang beruntung. Ia meyakini bahwa dalam sebagian rezeki yang diperoleh keluarganya, ada titipan rezeki mereka yang kurang beruntung. “Kesuksesan kita sedikiti banyak adalah hasil dari doa-doa mereka. Prinsip saya adalah berbuat baik akan berbalik menjadi hal baik. Berbagi tidak akan mengurangi rezeki, tapi insya Allah akan diganti dengan rezeki yang berlipat-lipat oleh Allah Ta’ala,” jelasnya.
Dititipkan ke Lembaga
Direktur Utama SOLOPEDULI, Sidik Anshori, mengungkapkan meskipun di masa pandemik virus Corona dan banyak orang lebih prioritas untuk memenuhi kebutuhan pokok, ia yakin tahun ini masih tetap banyak Muslim yang berkurban. “Mungkin skalanya berkurang, tapi tetap banyak yang berkurban,” ujarnya.
Hal itu, lanjutnya, karena ibadah kurban bukan ibadah yang terpengaruh langsung karena Corona, tapi lebih ke keuangan. Muslim yang masih memiliki kemampuan secara ekonomi, insya Allah mereka tetap mengupayakan ibadah kurban, walau mungkin nanti secara teknis berbeda dari pelaksanaan ibadah kurban tahun-tahun sebelumnya.
Justru di masa pandemik seperti sekarang, terangnya, muslim yang diberi kemampuan secara finansial harus lebih bersemangat untuk melaksanakan ibadah kurban. Hal ini justru akan menjadi solusi bagi masyarakat yang banyak terdampak Corona. Tak bisa dipungkiri, akibat wabah Covid-19, banyak orang kehilangan pekerjaan karena adanya PHK massal di berbagai perusahaan. Berbagai sektor usaha lesu sehingga jumlah orang tak mampu pun mendadak jumlahnya semakin banyak.
“Jika kita diberi kemampuan finansial, ayo tetap berkurban. Daging hewan kurban didistribusikan ke masyarakat yang membutuhkan. Satu sisi gugurkan perintah ibadah kurban, sisi lain sekalian membantu masyarakat,” terangnya.
Sidik menerangkan, ibadah kurban adalah ibadah rutin tahunan. Ibadah yang sekali eksekusi bisa untuk satu keluarga. Jika kebetulan dalam satu keluarga, suami, istri, anak berpenghasilan semua, maka sebenarnya ibadah kurbannya cukup satu hewan kurban untuk satu keluarga.
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, tahun ini SOLOPEDULI juga menawarkan ibadah kurban dengan standar minimal. Harga murah tapi sudah memenuhi standar syariat. Hewan kurban yang dititipkan para sohibul qurban kepada SOLOPEDULI, nantinya akan didistribuskan ke penjuru Jawa Tengah, sampe pelosok desa yang mungkin sangat jarang ada masyarakatnya yang melaksanakan ibadah kurban. “Bahkan tahun lalu kami menemui ada satu wilayah yang sama sekali tidak ada yang berkurban. Jadi ketika tim SOLOPEDULI membawa hewan kurban, mereka senang sekali,” jelasnya.
Sebagai jaminan, terang Sidik, setiap sohibul qurban akan diminta nama lengkap beserta nama ayahnya. Setiap sohibul qurban dalam penyembelihan hewan kurbannya didoakan sesuai syariat saat penyembelihan. Setelah penyembelihan, sohibul qurban akan mendapatkan laporan penyembelihan yang dilengkapi foto hewan kurban saat hidup dan setelah disembelih, foto pendistribusian daging hewan kurban. “Itu bagian dari transparansi dalam mengemban amanah yang diberikan kepada SOLOPEDULI,” pungkas Sidik. <Eni Widiastuti>