Oleh: Sholihin Abu Izzudin (motivator)
Hal yang diperlukan orang tua di masa tuanya bukanlah harta tetapi cinta, perhatian dan kasih sayang sebagaimana mereka menyayangi kita di waktu kecil. Dan sebesar apa pun kebaikan kita tidak akan pernah mampu membalas kebaikan orangtua kepada kita. Bahkan belum dikatakan berbuat baik kepada Islam, orang yang tidak berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Sebesar apapun kontribusi dia dalam beramal. Karena orang tua itulah pintu surga yang paling tengah. Apakah hendak kita masuki atau tinggalkan? Kitalah yang memilihnya.
Karenanya ada yang aneh bila ada orang yang berebut untuk bisa berbakti dan sampai mengajukan ke pengadilan untuk mendapatkan keputusan agar bisa berbakti dan mendapatkan rida orang tua.
Dirilis di Harian Ar-Riyadh, terjadi perselisihan dua orang bersaudara. Seorang lelaki bernama Haizan menangis pilu di hadapan pengadilan. Jenggotnya basah oleh airmata. Dadanya terguncang oleh vonis yang sangat merugikan dan menyedihkan dirinya. Dia kalah dan menangis dalam kasus untuk memperebutkan pengasuhan ibunya yang sudah renta tak berdaya, yang hanya memiliki kekayaan berupa sebuah cincin tembaga.
Sebelum keputusan itu dijatuhkan padanya, ibunya yang renta dalam asuhan dia, Haizan, sebagai putra tertua. Saat Haizan semakin bertambah tua, adiknya yang di luar kota datang untuk menjemput ibunya agar tinggal bersama keluarganya. Haizan menolak dengan alasan dia masih sanggup mengurus dan merawat ibunya.
Akhirnya kedua saudara kakak beradik ini memutuskan untuk menyelesaikan permasalahan dan perselisihan itu di pengadilan. Namun perselisihan itu bertambah memuncak hingga memakan waktu yang lama. Masing-masing merasa lebih berhak untuk merawat ibunya.
Saat hakim meminta sang ibu untuk hadir ke ruang pengadilan, kedua anak itu bergantian mengantarkan ibu yang mereka cintai dengan menggendongnya, karena berat badan sang ibu hanya 20 kilogram.
Hakim meminta pendapatnya, dia mau ikut anaknya yang mana? Dengan penuh kesadaran, ibu itu menjawab, “Ini mataku,” sambil menoleh ke arah Haizan. “Dan ini mataku,” sambil menoleh ke arah adik Haizan.
Akhirnya, hakim terpaksa menetapkan dan memutuskan bahwa ibu itu hidup dalam perawatan adik Haizan yang lebih muda usianya. Putusan itu berdasarkan pertimbangan bahwa adik Haizan lebih muda, sehingga lebih mampu memberikan perhatian yang lebih.
Keputusan pengadilan ini membuat Haizan merasa bersedih. Air matanya tumpah. Karena itulah hartanya yang berharga. Namun kini dia kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pintu surga paling tengah yang sudah dipegangnya selama ini.
Dia menangis bukan karena kehilangan harta dunia, tetapi karena kehilangan kesempatan untuk membahagiakan orangtua yang dicintainya. <Dimuat di Majalah Hadila Edisi September 2018, Sumber foto: hariankota.com>