Hadila.co.id — Khusyuk dalam ibadah kedudukannya seperti roh/jiwa dalam tubuh manusia, sehingga ibadah yang dilakukan tanpa khusyuk adalah ibarat tubuh tanpa jasad alias mati.
Oleh karena itu, Allah memuji para Nabi dan Rasul dengan sifat mulia ini. Mereka adalah hamba-hamba-Nya yang memiliki keimanan yang sempurna dan selalu bersegera dalam kebaikan.
Allah berfirman, “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka (selalu) berdoa kepada Kami dengan berharap dan takut. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk (dalam beribadah).” [Q.S Al-Anbiyaa’: 90]
Bahkan, di ayat lain Allah mengungkapkan bahwa khusyuk merupakan salah satu ciri orang-orang yang sempurna imannya sekaligus sebab keberuntungan bagi mereka. “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya.” [Q.S Al-Mu’minuun: 1-2]
Maka, karena begitu mulianya sifat khusyuk tersebut, Rasulullah Saw memohon kepada Allah dalam doanya, “Ya Allah, hidupkanlah aku sebagai orang miskin, matikanlah aku sebagai orang miskin, kumpulkanlah aku di dalam golongan orang-orang miskin pada hari kiamat.” [H.R. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Al-Hakim]
Arti ‘orang miskin’ dalam hadis ini adalah orang yang selalu merendahkan diri, tunduk, dan khusyuk kepada Allah.
Keutamaan Khusyuk
Menurut Syekh ‘Abdur Rahman as-Sa’, khusyuk dalam salat adalah hadirnya hati (seorang hamba) di hadapan Allah dengan merasakan kedekatan-Nya, sehingga hatinya merasa tenteram dan jiwanya merasa tenang, (sehingga) semua gerakan (anggota badannya) menjadi tenang, tidak berpaling (kepada urusan lain), dan bersikap santun di hadapan Allah, dengan menghayati semua ucapan dan perbuatan yang dilakukannya dalam salat, dari awal sampai akhir.
Maka dengan ini akan sirna bisikan-bisikan (setan) dan pikiran-pikiran yang buruk. Inilah roh dan tujuan salat. [Kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan]
Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah pernah berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari jiwa yang tidak pernah puas, dan dari doa yang tidak dikabulkan.” [H.R. Muslim]
Dalam hadis tersebut, Rasulullah menggandeng empat perkara yang tercela itu, sebagai isyarat bahwa ilmu yang tidak bermanfaat memiliki tanda-tanda buruk, yaitu hati yang tidak khusyuk, jiwa yang tidak pernah puas, dan doa yang tidak dikabulkan.
Keterkaitan Ilmu dan Sifat Khusyuk
Lalu, Imam Ibnu Rajab menjelaskan keterikatan antara ilmu yang bermanfaat dan sifat khusyuk dalam ucapannya, “Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang merasuk dan menyentuh hati manusia, kemudian menumbuhkan dalam hati makrifatullah (mengenal Allah) dan meyakini kemahabesaran-Nya, (demikian pula) rasa takut, pengagungan, pemuliaan dan cinta (kepada-Nya).
Tatkala sifat-sifat ini telah menetap dalam hati (seorang hamba), maka hatinya akan khusyuk lalu semua anggota badannya pun akan khusyuk mengikuti kekhsyukan hatinya.”
Inilah keutamaan khusyuk yang merupakan buah utama ilmu yang bermanfaat, sekaligus merupakan ilmu yang pertama kali diangkat Allah dari muka bumi ini, sebagaimana dalam hadis riwayat Abu Darda’ Ra bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Yang pertama kali diangkat (oleh Allah) dari umat ini adalah sifat khusyuk, sehingga (nantinya) kamu tidak akan melihat lagi seorang yang khusyuk (dalam ibadahnya).” [H.R. Ath-Thabarani] <Dari Berbagai Sumber>
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *