Hadila.co.id — Nabi Ayub pada awalnya adalah seorang yang kaya raya dengan berbagai ragam jenis hartanya; hewan ternak, budak, kebun, dan tanah yang luas. Disamping itu beliau juga mempunyai anak-anak dan keluarga yang banyak.
Kemudian mulailah cobaan satu persatu menimpa Nabi Ayub. Diawali dengan dicabutnya harta kekayaannya, hingga anak-anaknya. Bahkan setelah itu sekujur tubuhnya menderita sakit, kecuali hati dan lisannya saja yang digunakan untuk mengingat Allah siang dan malam.
Saat itu orang-orang mulai mengambil jarak dengan beliau, hanya istrinya seorang yang selalu menemaninya, merawatnya dengan baik. Membantunya dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Ini berlangsung cukup lama hingga harta persediaan mereka pun habis. Hingga akhirnya istri Nabi Ayub pun bekerja pada orang lain agar mendapat uang untuk makan mereka berdua.
Subhanallah. Biarlah air mata ini sejenak menitik. Di mana lagi kita temukan sosok istri yang begitu setia menemani hari-hari suaminya yang sedang diuji? Dari kaya menjadi miskin. Dari keluarga dengan canda tawa anak-anak menjadi sepi sebatang kara. Namun, dia memilih tetap setia. Dia tahu persis bahwa yang disebut dengan teman sejati adalah kala ujian dan derita melanda. Bukan ketika bergelimang harta dan hidup ceria penuh canda tawa.
Ustaz Akhmad Khalil Jam’ah dalam bukunya Istri-istri Para Nabi, menuturkan, Dikisahkan dalam sebuah hadis dari Anas bin Malik, bahwa Nabi Ayub menderita sakit selama 18 tahun, sehingga beliau ditolak baik mereka yang dekat maupun yang jauh. Hanya saudaranya saja yang kadang menemuinya di pagi atau sore hari. Rasulullah bersabda, “Ayub biasa keluar untuk buang hajat. Jika beliau usai buang hajat, istri beliau memegang tangan beliau. Pada suatu hari, istri beliau terlambat datang kepada beliau.” Kemudian Allah Swt mewahyukan, “Hantamkanlah kakimu, inilah air sejuk untuk mandi dan untuk minum.” [Q.S. Sad (38): 42]
Lalu istri Ayub tiba di tempat Ayub yang sakitnya telah dihilangkan Allah dari beliau, dan dia menjadi lebih tampan dari sebelumnya. Ketika istri Ayub melihat Ayub, dia berkata, “Semoga Allah memberkahimu, apakah engkau melihat nabi Allah yang diuji? Demi Allah, aku tidak melihat orang yang mirip dengan beliau daripada engkau jika beliau sehat.” Ayub berkata, “Akulah Ayub.”
Subhannallah. Dapatkah Anda bayangkan kebahagiaan seperti apa yang terpancar dari sepasang suami-istri agung tersebut? Setelah mengarungi samudera ujian yang seolah tak bertepi, kini daratan tempat berlabuh telah nampak dihadapan. Mereka berdua pantas berbahagia atas prestasi kesabarannya yang akan tetap dikenang sepanjang masa. Sungguh kisah ini mampu menghapus deretan kisah-kisah romantis yang dipuja-puja banyak orang selama ini.
Indah sekali Alquran menggambarkan suasana happy ending dalam kisah agung ini. Allah Swt berfirman, “Dan kami anugerahi dia (dengan mengumpulkannya kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) pada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran.” [Q.S. Sad (38): 43]
Sumber: diolah dari indonesiaoptimis.com