Hadila.co.id – Siang itu, seorang teman membawa sebuah undangan pernikahan. Desain undangan membuat saya tertarik mengamati. Tak seperti undangan kebanyakan yang bertabur warna emas-perak, dengan foto pre-wedding tersetting glamor, undangan itu tampak manis dengan warna cerah berkesan fresh dan muda. Disemati foto calon mempelai yang demikian natural. Sederhana namun terkesan personal. Tertulis nama Rossy & Taufik disana.
Undangan masih ditangan saya, saat teman saya berkata, “Teman saya itu hilang ingatan.. eh..ingatannya hilang lho, Mbak?”.
“Maksudnya? Yang cowok apa cewek?” tanya saya beruntun.
Akhirnya meluncurlah kisah tentang Taufik, calon mempelai laki-laki. Singkatnya, karena kecelakaan, Taufik mengalami luka dalam di bagian kepala. Tepatnya di otak kecil beserta jaringan sarafnya. Karena hal itu, hampir semua memori kognitifnya hilang.
Siapa namanya, anggota keluarganya, barang-barang disekitarnya, pengetahuan yang di dapat di bangku sekolah hingga kuliah, bahkan juga dengan kekasihnya Rossy.
Beruntung hal ini tidak (terlalu) bersifat permanen. Untuk beberapa hal, jika dirangsang terus menerus, Taufik masih bisa mengingat beberapa momen yang pernah dialaminya. Semua harus diperkenalkan kembali. Seperti ‘anak kecil’ yang harus kembali diperkenalkan dengan segala sesuatu. Meski demikian karakter (sifat dasar) dan keterampilan, atau hal yang sifatnya afeksi dan skill psikomotorik masih dimiliki.
Hati saya tersentuh. Allahu Akbar, mudah sekali Allah mengambil sesuatu dari kita, mengurangi nikmat yang mungkin puluhan tahun telah kita nikmati. Saya bersyukur. Saya tak perlu menjadi Taufik, untuk merasakan nikmat kesyukuran ini. Saya merangkum dan meyakini, bahwa Allah menghendaki yang terbaik, mengambil sesuatu dari kita karena ingin memberi sesuatu.
Allah berkenan ‘mengambil’ ingatan Taufik, karena mungkin saja Allah hendak memberikan sebuah ‘hidup baru’ baginya, tentu saja yang jauh lebih baik. Ada skenario indah yang Allah siapkan. Sebagaimana yang dikisahkan teman saya selanjutnya.
Allah berikan semangat luar biasa kepada Taufik untuk ‘belajar’ kembali semua hal, mengenali semua barang, menjalin kembali hubungan dengan semua orang, menjadikan keluarganya lebih kompak mendukung, menjadi lebih dekat kepada Allah dan yang paling menyentuh saya, yaitu menjadi ‘dewasa’ untuk kemudian menikah dengan Rossy, 16 Maret 2014.
Saya tidak mengenal mereka, tapi ingin sekali saya ucapkan, barakallah Taufiq. Selamat menempuh dua hidup baru. Sebagai Taufiq dan sebagai suami Rossy. Terima kasih telah menjadi perantara hikmah, bagi saya.
(Oleh: Ratih, Karangasem, Solo)