Assalamualaikum. Saya sudah menikah 15 tahun, dikaruniai dua anak. Saat ini saya dipulangkan suami ke rumah ibu karena ada masalah ekonomi. Saya tiap bulan diberi nafkah suami, tapi tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Saya juga memaklumi karena suami saya gajinya pas-pasan dan kami harus membiayai sekolah anak-anak di swasta. Akhirnya saya terlibat utang tanpa sepengetahuan suami, bahkan sampai mertua juga tahu. Bahkan suami bilang mau mengurus di pengadilan agama, apakah ini artinya saya harus berpisah dengan suami saya? (Hamba Allah)
Jawaban oleh Ustazah Farida Nur’aini (Konsultan Keluarga)
Bunda yang saya hormati, setiap rumah tangga pasti mengalami ujian masing-masing. Setiap keluarga mempunyai ujian yang sesuai dengan kemampuannya. Sehingga ketika menerima ujian, kita pasti bisa mengatasinya. Ini sudah janji Allah seperti yang disampaikan di dalam Al-Qur’an. “Allah tidak membebani ( menguji ) seseorang kecuali sesuai dengan batas kemampuannya. Baginya ganjaran (pahala ) untuk apa yang diusahakannya, dan ia akan mendapat siksaan untuk apa yang diusahakannya.” ( Q.S. Al Baqarah (2) : 287 )
Di dalam keluarga secara garis besar ada tiga ujian, yaitu ujian harta , anak, dan orang ketiga. Di luar sana banyak sekali orang-orang yang mengalami masalah yang jauh lebih berat. Ujiannya tidak hanya satu jenis, tetapi ia diuji dengan beberapa ujian . Misalnya kondisinya sakit-sakitan memerlukan banyak biaya, tetapi tidak mempunyai dana. Ada keluarga yang lain anaknya bermasalah di sekolah dan mendapat gangguan dari orang ketiga.
Jika kita mendapatkan ujian hanya satu jenis, ini harus kita syukuri. Terkadang ketika diberi ujian kita merasa bahwa kita adalah orang yang paling menderita di dunia, paling berat menerima ujian hidup. Padahal ketika kita melihat orang lain ternyata masih banyak yang lebih berat ujiannya dari kita.
Bagaimana menghadapi ujian seperti yang Bunda alami? Pertama, menyamakan pola pikir dengan suami. Mengembalikan istri kepada orang tuanya karena masalah harta benda, ini hal yang memalukan. Merendahkan harga diri. Seakan-akan suami tidak bertanggung jawab terhadap keluarga. Apapun masalah yang terjadi dalam keluarga, harus ditanggung bersama berdua. Susah, senang, bahagia, menderita, dihadapi bersama-sama. Inilah kunci keharmonisan rumah tangga. Apabila ketika mengalami masalah justru berpisah, ini akan membuat masalah baru. Apapun masalahnya, seberat apapun ujian rumah tangga, bersatulah! Kembali dengan suami dalam satu rumah.
Jika sudah berada di dalam satu rumah, segala persoalan dihadapi berdua. Suami ketika mengalami masalah bisa cepat dan bertukar pikiran dengan istrinya. Istri juga bisa memerankan perannya sebagai istri yang baik yaitu dengan memberikan dukungan dan pelayanan sepenuhnya kepada suami. Terutama bagi suami kebutuhan seks itu sangat penting. Jika tidak terpenuhi maka akan menimbulkan masalah baik dari sisi kesehatan ataupun dari hati.
Kebutuhan pribadi lain seperti makan, mencuci baju, setrika dan sebagainya bukanlah perkara yang mudah. Kehidupan rumah tangga kita merupakan contoh untuk anak-anak kita. Apa yang terjadi di dalam keluarga kita akan dilihat oleh anak kita dan bisa menjadi referensi bagaimana kelak mereka akan mengalami rumah tangga. Usahakan semaksimal mungkin kita menjadi contoh keluarga dan rumah tangga yang baik bagi anak-anak kita. Tunjukkan bahwa ketika mengalami permasalahan yang berat, Bunda dan suami adalah pasangan yang terlalu bersama.
Mintalah kepada suami untuk menguatkan ikatan keluarga. Jangan pernah ada pemikiran untuk bercerai. Bercerai hanya karena masalah harta ini sangat tidak baik untuk keluarga, terutama anak-anak. Karena setiap perceraian yang menderita pasti anaknya.
Untuk masalah kekurangan ekonomi sebenarnya Allah tidak pernah menciptakan kemiskinan, yang ada adalah kekayaan dan kecukupan. Sebenarnya kita tidak pernah mengalami kekurangan. Yang ada adalah cukup. Utang yang sudah Bunda lakukan tanpa sepengetahuan suami adalah hal yang tidak baik. Maka silakan berterus terang. Jujurlah tentang apa yang sudah Anda lakukan. Apapun risikonya sampaikan kepada suami. Insya Allah risiko yang Bunda hadapi ketika berkata jujur, jauh lebih rendah daripada risiko apabila Bunda terus menyimpan rahasia utang kepada suami.
Selanjutnya carilah usaha baru usaha. Usaha yang paling berkah adalah usaha yang dihasilkan dari tangan sendiri. Pepatah Jawa mengatakan “obah mamah” yang artinya jika kita bergerak, berusaha pasti akan mendapatkan rezeki. Ingatlah bagaimana usaha Hajar mendapatkan air untuk Ismail yang masih bayi. Berlari dari bukit Safa ke Marwa dalam kondisi lapar dan haus, di tengah padang pasir . Bolak-balik sebanyak 7 kali. Usahanya luar biasa dan ternyata memberikan hasil yang mengagetkan. Allah tidak memberi air di bukit Sofa atau di bukit Marwa. Tetapi di bawah kaki anaknya sendiri . Ini membuktikan kewajiban manusia adalah berusaha. Soal hasil Allah yang akan memberikan sesuai dengan besarnya perjuangan kita, berusaha dan terus berusaha.
Selain itu juga doa harus dilakukan dengan penuh keyakinan bahwa doa kita akan dikabulkan. Jangan sampai ada keraguan. Keyakinan akan terkabulnya doa ini harus 100%. Allah itu sesuai dengan prasangka hamba-Nya. <>