Oleh : Solikhin Abu Izzuddin (Motivator)
“Nak, semoga rezekimu halal, berkah dan melimpah. Bisa pergi ke Mekah. Sepulang dari Mekah bisa membeli sawah.” (Doa ibu)
Apa yang kita ingat dari sosok ibu kita selain wajahnya? Kelembutannya? Kasih sayangnya? Pengorbanannya? Kegigihannya? Atau apa?
Sejak kecil yang paling saya ingat adalah doa-doanya. Jelang tidur ibu mengajarkan beragam doa. Di antaranya doa masuk kamar mandi. Allahumma inni a’uudzubika minal khubutsi wal khabaits. Ibu membangunkan saya untuk selalu salat berjamaah di masjid terdekat. Saya juga sangat teringat dengan kebiasaan ibu untuk selalu membaca Alquran setiap malam. Khusus malam Jumat selain membaca Surah Yaasin, Surah Al Mulk, ibu juga sering membaca Surah Ar-Rahman.
Selain kebiasaan baik ibu yang selalu saya kenang, yang paling penting saya rasakan adalah ridanya sebagaimana pesan Nabi Muhammad Saw, “Keridaan Allah tergantung kepada keridhaan kedua orangtua, dan kemurkaan Allah juga tergantung pada murka kedua orangtua.” Maka apa pun yang kulakukan berusaha untuk mendapatkan ridanya, bukan sekadar izinnya. Ketika ibu sakit, saya mohon perkenan izin dan ridanya untuk tinggal di Sragen agar bisa memberikan bakti dan perawatan intensif. Namun ibu tidak berkenan. Maka hal ini saya konsultasikan kepada guru kami, Dr. Muinudinillah Basri, M.A. “Bagaimana sebaiknya yang kulakukan Ustaz, karena ibuku tidak berkenan tinggal bersama kami untuk bisa terapi intensif di dekat tempat tinggal kami?” Dengan bijak gurunda Dr. Muin menjawab, “Yang penting ibumu rida kepada engkau, dimanapun engkau berada.” Sebelum ibu tiada, alhamdulillah saya sempat memohon ridanya dan ibu meridai saya.
Doa ibu yang terus menginspirasi tiada henti, terus menjadi motivasi pemacu dan pemicu untuk berprestasi, adalah doa agar saya bisa ke Tanah Suci. Doa ini menjadi spirit untuk terus melejit. Sehingga ketika tahun 2009 ada banyak kabar bahwa ada dana talangan untuk mendapatkan kuota haji, saya mendaftarkan diri di sebuah bank syariah dan Kementerian Agama Kabupaten Sragen.
Alhamdulillah saya bisa berangkat ke Tanah Suci tahun 2013. Sebuah keberangkatan di tengah keterbatasan, tetapi spirit dari doa ibu begitu saya rasakan. Karena kekuatan doanya telah menggerakkan kelemahan menjadi kekuatan, menggerakkan kemiskinan menjadi jalan untuk tidak menyerah pada keadaan.
Saudaraku, kalau ibu atau bahkan orangtua Sahabat masih ada, sudahkah Sahabat memohon ridanya? Semoga Allah memberikan kesempatan kepada kita. <Dimuat di Majalah Hadila Edisi Mei 2018>