Hadila.co.id – Banyak kisah sahabat Rasul yang bisa kita pelajari dan kita teladani. Diantaranya adalah kisah Anas bin Nadhar, Sahabat Rasul yang gagal ikut serta berperang dalam perang Badar. Hari itu, Anas bin Nadhar bergegas menemui Rasulullah. Dadanya bergemuruh, oleh kekecewaan.
Kecewa pada dirinya yang tidak bisa ikut Perang Badar, melewatkan kesempatan untuk syahid. Terlebih karena janji Allah bahwa orang-orang yang ikut di dalam perang Badar (Ahlu Badr) akan diampuni dosanya di masa lalu dan di masa yang akan datang.
Menyertai kekecewaannya, Anas menyimpan harap, semangat dan rindu membuncah untuk ikut berperang bersama Rasulullah pada kesempatan lain.
Kisah Mukjizat Rasul dan Kedermawanan Jabir bin Abdillah di Perang Ahzab
Diahadapan Rasulullah ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidak bisa turut dalam perang pertama dimana engkau memerangi orang-orang musyrik. Sekiranya Allah membuatku menyaksikan perang lagi untuk memerangi orang-orang musyrik itu, niscaya Ia akan melihat apa yang akan aku perbuat.”
Kisah Anas bin Nadhar yang gagal mengikuti perang badar pun membuatnya sadar bahwa momentum pertama telah berlalu. Ia tertinggal. Ia kecewa. Tapi kekecewaannya itu justru melahirkan cita-cita, kehendak dan kerinduan. Anas tidak lantas terhenti, berharap segalanya belum berakhir.
Maka, ketika perang Uhud terjadi, Anas bin Nadhar merangsek maju. Ia berucap pada sahabatnya, Sa’ad bin Mu’adz: “Wahai Sa’ad, aku mencium bau surga di belakang bukit Uhud”. Anas pun maju bertempur. Hingga gugur sebagai syuhada, dengan dari delapan puluh luka di sekujur tubuhnya. Anas telah berjanji, dan ia telah menepatinya.
Kisah Ibrahim bin Adham, Penebak Harga Surga
Tekad seorang Anas bin Nadhar dan bagaimana cara ia membayar ketertinggalannya adalah cermin tentang sebuah pilihan hidup. Menginspirasi luas hingga di luar konteks kisahnya.
Pada mulanya adalah cita-cita, lalu kehendak, sesudah itu perjuangan menepati janji-janji dan mengejar mimpi-mimpi. Itulah kesetiaan akan pilihan. Itulah perjuangan. Itulah inti kehidupan.
Kita mungkin, sering tertinggal kesempatan-kesempatan yang menentukan. Namun datar, tak ada gejolak, tanpa pemaknaan, apalagi cita untuk membayar ketertinggalan.
Kisah Sahabat Rasul: Suhail bin Amr dan Lisannya yang Dicintai Kaum Muslimin
Padahal, sejatinya, di ruang lingkup atau medan apapun, di ruang kantor megah maupun pengap, di hamparan lahan dan hutan, di rumah kecil tempat seorang ibu membesarkan anak-anaknya, di sekolah tempat para guru memahat masa depan anak didiknya, ada banyak sumber pemaknaan. Inspirasi cita, untuk kemudian melahirkan kehendak. Bagi mereka yang berjiwa pejuang. Karena hanya seorang pejuang yang mengerti betul tujuan hidup, lantas memperjuangkannya, seperti Anas yang merindukan surga.<>