Hadila.co.id—Mulyana menjual kenyataan di usia, 24 tahun. Sebagai database administrator berbasis oracle sebenarnya sudah mantap bekerja. Gaji kepala empat, alias empat jutaan.
Cukup untuk ukuran normal. Kemana pun pergi, ada motor Honda NSR yang siap mengantar. Tapi, kemudian dia menyia-nyiakan anugerah Tuhan ini. Mulyana dipecat!
Bekerja di Kawasan Sudirman, Jakarta, memang mesti banyak sabar dan menahan nafsu. Godaannya berat. Ajakan teman untuk memanfaatkan waktu malam, melepas kepenatan dengan menongkrong di diskotek, kafe-kafe, adalah hal biasa.
Mulyana termasuk orang yang tidak sabar. Ia memanjakan nafsunya, keangkuhannya, dan gengsinya. Walhasil, gaji empat jutaan tadi belum cukup.
Kisah terlemparnya Mulyana berawal ketika Mulyana menyukai seorang gadis yang lebih kaya. Dia malu mengakui bahwa sebenarnya dia berasal dari keluarga yang tidak kaya. Bukannya gadis itu yang dia coba untuk menyesuaikan diri dengannya, tapi malah dia yang memaksa masuk ke dunia sang gadis.
Banyak event hura-hura yang terjalani, dan Mulyana yang’menjadi bosnya’ di setiap acara. Akhirnya, besar pasak daripada tiang. Selama dekat dengan gadis tersebut, pengeluaran Mulyana membengkak menjadi sepuluh jutaan.
Dua bulan berjalan, Mulyana mulai keteter, sedangkan gengsi masih harus terus diperhatikan. Karena kantongnya habis, Mulyana lantas mencari sumber pembiayaan lain, selain dari gaji. Menipu, dia tidak punya keahlian. Korupsi uang kantor juga tidak berani ia lakukan.
Pilihannya jatuh pada mengedarkan obat-obatan terlarang. Dua bulan sempat bertahan. Hingga kemudian, janji Tuhan ‘berbunyi’, bahwa tidak ada satu pun perbuatan buruk yang tidak ketahuan.
Ketika Mulyana bertransaksi sebagaimana biasa, ternyata pembelinya adalah polisi yang menyamar sebagai pembeli. Terbongkarlah aib Mulyana selama ini dan akhirnya gadis itu pun pergi meninggalkannya.
“Mereka yang membeli kesesatan dengan petunjuk, tidak akan beruntung perniagaan mereka dan mereka tidak akan mendapatkan petunjuk.”
(QS Al-Baqarah: 16)
Kisah Mulyana adalah kisah yang gampang kita temukan dalam kenyataan kehidupan sekarang ini. Maka, sebaiknya kita mampu menumbuhkan rasa syukur, sehingga bisa menghargai setiap pemberian Tuhan untuk kemudian kita jaga.
Jangan terlalu memanjakan nafsu, memaksakan kehendak, dan keinginan yang belum sepatutnya kita sentuh. Tuhan sudah begitu baik memberikan kita bermacam-macam kenikmatan, jangan kita tukar dengan kesengsaraan hanya karena kita bodoh dan lalai. < Rubrik Wisata Hati Hadila Edisi 83 Mei 2014>