Hadila.co.id — Perang Hunain usai. Anshar, penentu kemenangan. Berlembah-lembah kambing dan unta menjadi rampasan perang. Pertimbangan manusiawi mengatakan, Anshar yang paling berhak mendapatkan ghonimah itu.
Namun, Rasulullah Saw justru membagikannya kepada para pemuka thulaqaa, mualaf Makkah yang paling depan melarikan diri saat perang.
Ada ganjalan setelah itu, hingga Rasulullah Saw mengumpulkan Anshar. “Wahai semua orang Anshar, ada kasak kusuk yang sempat kudengar dari kalian.
Dalam diri kalian ada perasaan yang mengganjal terhadapku. Bukankah dulu aku datang, sementara kalian dalam keadaan sesat lalu Allah memberi petunjuk kepada kalian melalui diriku?
Bukankah dulu kalian miskin lalu Allah membuat kalian kaya melalui wasilahku? Bukankah dulu kalian bercerai berai lalu Allah menyatukan hati kalian dengan perantaraanku?”
Mereka menjawab, “Begitulah. Allah dan RasulNya lebih murah hati dan banyak karunia.”
“Apakah kalian tak mau menjawabku, mendebatku, membantahku?” tanya Rasulullah Saw.
Terhenyak, mereka bertanya, “Dengan apa kami menjawab? Milik Allah dan RasulNya lah semua anugerah dan karunia.”
BACA JUGA: Kisah Ibnu Ummi Maktum, Sahabat yang Membuat Rasul Ditegur Allah
Rasulullah Saw bersabda, “Demi Allah, kalau kalian menghendaki, dan kalian adalah benar lagi dibenarkan, maka kalian bisa mengatakan padaku: Engkau datang kepada kami dalam keadaan didustakan, lalu kami membenarkanmu.
Engkau datang dalam keadaan lemah lalu kami menolongmu. Engkau datang dalam keadaan terusir lagi papa lalu kami memberikan tempat dan menampungmu.“
Pelupuk mereka terasa panas, isak mulai tersedan.
“Apakah di dalam hati kalian masih membersit hasrat terhadap sampah dunia, yang dengan sampah itu aku hendak mengambil hati segolongan orang agar mereka berislam, sedang keimanan kalian tak mungkin lagi kuragukan?
Wahai semua orang Anshar, apakah tidak berkenan di hati kalian jika orang-orang pulang bersama kambing dan unta, sedang kalian kembali bersama Allah dan RasulNya ke tempat tinggal kalian?”
Isak semakin keras, janggut-janggut basah oleh air mata.
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad dalam genggamanNya, kalau bukan karena hijrah, tentu aku termasuk orang-orang Anshar.
Jika manusia menempuh suatu jalan di celah gunung, dan orang-orang Anshar memilih celah gunung yang lain, tentulah aku pilih celah yang dilalui orang-orang Anshar.
Ya Allah, sayangilah orang-orang Anshar, anak orang-orang Anshar, dan cucu orang-orang Anshar,” Rasulullah Saw menutup penjelasannya dengan doa yang begitu menenteramkan.
Akhir dari semua ini, sememesona semua pengorbanan Anshar, “Kami rida kepada Allah dan RasulNya dalam pembagian ini. Kami rida Allah dan RasulNya menjadi bagian kami. <Majalah Hadila Edisi Januari 2015>
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *