Hadila – “You break my heart, break my hope.
Make me so down in a loneliness…”
Nama Putri Ariani mendadak jadi perbincangan setelah gadis 17 tahun tersebut berhasil mendapat Golden Buzzer kala mengikuti audisi America’s Got Talent (AGT) 2023, beberapa waktu lalu. Golden Buzzer adalah bentuk privilege yang bisa didapat beberapa peserta AGT yang luar biasa, sehingga dapat langsung melaju ke babak Live Show tanpa melewati babak penjurian berikutnya. Saat itu, Putri menunjukkan bakatnya dengan menyanyikan lagu ciptaan sendiri yang berjudul Loneliness—sebagaimana penggalan lirik di atas.
Menariknya, remaja asal Yogyakarta ini adalah seorang penyandang disabilitas. Sejak kecil, ia mengalami retinopathy of prematurity, yang menyebabkannya tidak bisa melihat. Namun, di tengah keterbatasannya itu, Putri mampu mengasah bakat hingga akhirnya meraih prestasi luar biasa.
Jika kita cermati, keberhasilan Putri sampai pada tahap ini tak lepas dari peran kedua orang tuanya yang begitu mensupport sang buah hati. Sejak mengetahui bahwa Putri memiliki potensi di bidang tarik suara dan bermusik, kedua orang tuanya terus mendampingi dan membimbing Putri melejitkan potensi tersebut.
Sang ayah, Ismawan Kurnianto, memberikan berbagai fasilitas yang dapat mendukung Putri meningkatkan kemampuan bermusik. Ibunya, Reni Alfianty, dalam sebuah acara talkshow televisi yang diunggah pada akun YouTube TRANS7 OFFICIAL mengungkapkan bahwa dirinya rela melakukan apa saja demi mendukung Putri.
“Apa pun yang Putri mau, kita support. Kita selalu ada buat Putri. Putri pengin ini, kita antarin, pengin begitu, kita antarin. Sampai saya meninggalkan semua pekerjaan saya yang ada di Riau—saya kan dari Riau—saya pindah ke sini cuma buat Putri,” ujarnya.
Dari kisah Putri, kita sebagai orang tua bisa mengambil banyak pelajaran penting dalam upaya mendidik anak. Orang tua harus fokus pada potensi yang dimiliki sang anak, sekalipun ia memiliki kekurangan. Kita harus memahami bahwa setiap anak memiliki potensinya masing-masing, yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya.
Tidak semua anak pintar secara akademik, dan kita tidak harus memaksakannya. Barangkali, potensinya adalah di bidang olahraga, public speaking, bermusik, dan sebagainya. Ada banyak sekali potensi yang bisa digali dari diri seorang anak. Tugas orang tua adalah membantu menemukan potensi itu dan melejitkannya.
Butuh Pendampingan Intens
Coach Ahmad S. Ahid, Career Strategist and Talents Mapping Practitioner, mengungkapkan bahwa semua anak sebenarnya berkebutuhan khusus, dengan konsep Psikologi individual differences. “Perbedaan individu itulah yang mengarahkan kita untuk mengkhususkan setiap anak,” ujarnya pada Hadila via telepon, Selasa (27/6/2023).
Sementara itu, dalam kaitannya dengan pandangan umum ‘anak berkebutuhan khusus,’ Ahid menerangkan, mereka membutuhkan pendampingan dan rasa tenang dengan hadirnya orang tua. “Potensi mereka sama dengan potensi orang lain. Maksudnya sama itu, ya cara pencariannya. Dia punya kekuatan apa, kemudian dicobakan, dia senang atau tidak, alami atau tidak sama prosesnya,” papar Ahid. Hanya saja, lanjut Ahid, mereka membutuhkan pendampingan lebih banyak dan intens.
Di sisi lain, Nurul Chomaria, ibu dari tiga orang anak di Sukoharjo mengaku menemukan potensi anak-anaknya dengan cara memperhatikan aktivitas harian yang dilakukan. “Ketika orang tua sering berinteraksi dengan anak, pasti sering mengamati, anak ini sukanya apa. Ketika anak itu diajari suatu hal, terus kok cepat nangkapnya, berarti dia punya bakat di bidang itu. Termasuk ketika anak betah menekuni suatu hal dalam waktu yang lama dan mendapat hasil optimal, itulah minat,” jelasnya via pesan suara WhatsApp, Rabu (28/6/2023).
Arahkan Anak Tekuni Sesuatu
Di samping itu, Nurul juga mengarahkan anak-anaknya agar menekuni sesuatu sebagai upaya untuk mengetahui bakat/minat mereka. Berhubung ia aktif menulis, maka Nurul mengarahkan semua anaknya untuk menekuni dunia tulis menulis. “Saya punya prinsip, ketika saya punya skill tertentu, yang berhak menerima ilmu saya pertama kali adalah anak-anak saya,” terang Nurul.
Untuk hal tersebut, ia punya kiat tersendiri. Nurul menyediakan banyak buku di rumah, mengajak anak ke komunitas-komunitas menulis, juga mengikut-sertakan mereka saat mengisi acara kepenulisan, dan sebagainya. Hal ini akhirnya membuat anak-anak Nurul ‘lebur’ ke dunianya, dunia kepenulisan.
Walau demikian, Nurul tak pernah memaksakan kehendak pada anak-anaknya. Ketika anak tidak berminat, maka tak masalah jika ia harus membatalkan arahan yang telah diberikan. “Misalnya, saat saya mengajari public speaking pada anak pertama dan kedua, itu akan lebih mudah pada anak pertama. Waktu mengajarkan menjahit, ternyata hanya anak kedua yang bersedia lanjut. Terus, pernah juga saya ajak semua memasak, dan anak ketiga—walaupun laki-laki, bisa bikin cake pisang. Jadi setiap anak memang berbeda, dan tidak semua anak ketika dipancing ke skill tertentu itu akan jadi. Namun, kita harus tetap berusaha kasih ‘kail’ agar tahu minat anak ke mana,” tutur Nurul.
Selanjutnya, ia akan mendampingi anak-anaknya ketika sudah tahu apa minat/bakat mereka. Misalnya, ketika anaknya suka menggambar, Nurul akan memberikan pendampingan sesuai kemampuan. “Walau gambar saya tidak sebagus mentor, tetapi itu menjadi tahapan awal. Selain itu, saya berikan fasilitas pendukung lainnya, sampai akhirnya saya ikutkan les dan lomba-lomba,” kata Nurul.
Tidak Membanding-bandingkan Anak
Nurul juga tidak pernah membanding-bandingkan kemampuan antara satu anak dengan yang lainnya. Ia paham bahwa setiap anak punya kelemahan dan dan kelebihan masing-masing, yang berbeda antara satu dengan lainnya. Baginya, tugas orang tua adalah men-support kelebihan anak agar kian optimal.
Berkat itu, kemampuan putra-putri Nurul belum pernah stagnan ketika mereka benar-benar menyukai suatu hal. Justru, dengan mengetahui kesukaan atau potensi diri, anak-anak akan cenderung menjadi lebih percaya diri, bahagia, bisa memanfaatkan waktu luang, sekaligus mendapat penghasilan di usia belia.
“Kalau satu keluarga punya tujuan yang sama, pasti akan saling mendukung antar-anggotanya. Jadi antara ayah, ibu, anak-anak, kami saling tahu keinginannya seperti apa. Sehingga setiap anggota keluarga akan menyumbang bantuan yang bisa diberikan,” kata Nurul.
Ketika orang tua sudah satu visi-misi, tetapi tidak dikomunikasikan ke anak, anak tidak akan tahu mereka akan dibentuk seperti apa. Namun, ketika semua saling terbuka dan mau berdiskusi, semua bisa saling bantu, dan akhirnya menghasilkan goals luar biasa.
Pahami Tipikal Anak
Sementara itu, jika potensi anak dirasa tak berkembang setelah menekuni sesuatu, Coach Ahid membagikan kiat untuk menghadapinya. Menurutnya, orang tua tidak perlu marah, khawatir, bahkan menyalahkan anak. “Bisa jadi si anak itu dalam proses explore. Ketika dalam proses explore, hasilnya bisa bagus, bisa tidak sesuai ekspektasi,” kata Ahid.
Proses explore tersebut ibarat ‘gerbang’ bagi anak agar kelak bisa memilih satu atau dua aktivitas yang ingin ditekuni lebih lanjut. Oleh sebab itu, orang tua memang harus menyediakan waktu, biaya, dan tenaga untuk anak-anak.
Ahid juga menyarankan agar orang tua melihat tipikal anak ketika hendak mengarahkan untuk menekuni satu atau banyak hal sekaligus. Hal itu karena setiap anak memiliki tipe masing-masing. “Ada anak yang ngos-ngosan kalau dikasih banyak aktivitas, tapi ada juga anak yang berlebih-lebih energnya, sehingga suka mencoba ini dan itu,” terang Ahid. Karakteristik anak inilah yang akan menjadi pedoman bagi orang tua untuk memberi arahan agar anak bisa tetap fokus—baik di satu hal maupun banyak hal sekaligus. <Ibnu Majah/Dimuat di Majalah Hadila edisi Agustus 2023>
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *