Lima Bahasa Cinta

Lima Bahasa Cinta
sumber foto: freepik.com

Hadila – Pada tahun 1992, Konselor Pernikahan asal Amerika Serikat, Gary Chapman, menulis buku berjudul “The 5 Love Languages.” Sejak saat itu, konsep tentang Bahasa Cinta mulai dikenal luas di kalangan masyarakat.

Melalui bukunya, Chapman mengenalkan lima bahasa cinta yang dimiliki manusia, yaitu physical touch (sentuhan fisik), words of affirmation (kata-kata pujian), quality time (waktu berkualitas), acts of service (tindakan), serta receiving gifts (penerimaan hadiah).

Menurut dr. Aisah Dahlan, pakar parenting terkemuka di Indonesia, seperti dikutip dari channel YouTube draisahdahlan, bahasa cinta adalah cara yang digunakan seseorang untuk mengungkapkan rasa kasih sayang dan cinta di dalam dirinya kepada orang lain.

Berdasar hal tersebut, Psikolog Anak sekaligus Owner Sekolah Fitrah Khalilah di Medan, Sumatera Utara, Yenni Merdeka Sakti, M.Psi., Psikolog., menjelaskan bahwa bahasa cinta merupakan cara seseorang mengungkapkan perasaan serta menerima cintanya.

“Setiap orang pasti memiliki bahasa cinta, kecenderungannya suka dengan kelima bahasa cinta yang ada. Namun, biasanya terdapat satu atau dua tipe bahasa cinta yang lebih dominan,” ujar alumnus S1 Universitas Sumatera Utara (USU) Medan dan S2 Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung tersebut, Sabtu (27/7/2024).

Yenni menyebut, ketika seseorang diperlakukan dengan salah satu dari lima bahasa cinta yang ada, apa pun itu, kecenderungannya pasti suka. “Namun, ketika—misal—pasangan kita melakukan sesuatu yang paling kita sukai, pasti rasanya lebih senang,” jelasnya.

Sebagai contoh, lanjut perempuan 37 tahun tersebut, kita sukanya quality time, dan pasangan kita selalu memberi kita waktu untuk ngobrol sebelum tidur, pasti kita akan sangat senang karena pasangan memahami diri kita.

Namun, kalau pasangan melakukan hal lain, misal memberikan pelukan ke kita, kita juga cenderung senang meskipun itu bukan bahasa cinta utama kita. “Hanya saja, rasa senangnya pasti berbeda dengan saat kita mendapat waktu untuk bersama, karena bahasa cinta kita adalah quality time,” kata Yenni.

Bahasa Cinta Bisa Berubah

Seorang guru sekolah dasar sekaligus ibu rumah tangga di Pati, Jawa Tengah, Dewi Komariyah, kepada Hadila menjelaskan kalau ia sebenarnya tidak terlalu memahami tipe bahasa cinta. Namun, setelah sedikit membaca informasi seputar tipe bahasa cinta, ia menduga putranya memiliki bahasa cinta berupa receiving gifts.

“Mungkin receiving gifts, ya, kalau anak saya. Soalnya dia suka menerima hadiah. Tapi sebenarnya kelima-limanya itu suka juga. Kalau yang paling disukai, kayaknya yang menerima hadiah itu,” ungkap Dewi.

Ia menjelaskan tentang kondisi saat ini, yang mana sang putra memang senang ketika diberi hadiah. Namun, jika bicara beberapa waktu lalu, sang putra ternyata senang dengan segala bentuk sentuhan. “Kalau dulu suka sama sentuhan. Dicium, dibelai, dipeluk gitu senang banget dia. Kalau sekarang, mungkin karena sudah semakin besar, udah nggak terlalu mau lagi disentuh,” tambah Dewi.

Terkait hal ini, Yenni menjelaskan bahwa bahasa cinta setiap orang memang bisa berubah seiring berjalannya waktu. Hal tersebut dipengaruhi proses belajar yang dialami setiap individu.

“Kepribadian manusia itu berubah seiring proses belajar yang dilalui individu itu sendiri. Misalnya, si individu ini suka dikasih hadiah, tapi ternyata di lingkungannya tidak ada satu pun yang memberi hadiah, bahkan saat di hari-hari spesial. Justru, yang sering dikasih orang-orang ke dia adalah pelukan,” ungkap Yenni.

“Akhirnya si individu ini akan belajar bahwa ‘oh ada lho kebahagian lain, meskipun tidak dikasih hadiah, tetapi dengan dikasih pelukan.’ Melalui proses ini, si individu akan memasukkan nilai baru bahwa sentuhan juga akan memberi perasaan bahagia, sampai akhirnya receiving gifts tidak lagi menjadi bahasa cinta yang utama, tapi berganti menjadi physical touch,” imbuhnya.

Contoh lain, bisa juga seorang individu dulu suka physical touch, tapi seiring bertambahnya usia, kulitnya semakin keriput, dia mulai nggak percaya diri lagi untuk disentuh pasangannya. Kemudian, bahasa cintanya berubah jadi acts of service, karena dengan dibantu meringankan pekerjaannya, kini terasa lebih membahagiakan.

“Jadi sangat mungkin berubah, tidak sejak kecil dia suka apa, sampai dewasa akan tetap suka itu terus. Memiliki bahasa cinta yang selalu sama memang bisa, tetapi berubah juga sangat mungkin. Makanya kita harus tetap mengobservasi, memperhatikan, ngrobrol, dan sebagainya,” tegas Yenni.

Saat Bahasa Cinta Saling Berkebalikan

Jika bahasa cinta adalah cara mengungkapkan dan menerima cinta, lantas bagaimana jika ada pasangan dengan bahasa cinta saling berkebalikan? Dapatkan hubungan mereka dipertahankan? Sebagai contoh, istri suka dipuji, tetapi suami tidak mau/tidak bisa memberi pujian.

Terkait hal ini, Yenni berpendapat bahwa solusinya ada di komunikasi. “Ini butuh dibicarakan. Mungkin istri perlu belajar mengurangi ekspektasi, memahami bahwa suaminya tidak bisa merangkai kata-kata. Sementara suami harus belajar kata-kata baru melalui berbagai upaya demi bisa memberikan apa yang diinginkan istrinya. Intinya, dibicarakan, lalu sama-sama belajar,” jelas Yenni.

Di samping itu, istri juga bisa memberikan contoh terlebih dahulu dengan sering memuji suami. Bisa jadi, ketidakmampuan suami dalam memuji adalah karena ia tidak pernah mendapat pujian sebelumnya. “Jadi dengan upaya istri memberikan pujian, harapannya suami bisa belajar dan memberikan bahasa cinta yang sama ke istri,” terang Yenni.

Contoh lain yang lebih ekstrem, ketika suami suka physical touch, tapi istri tidak bisa memberikannya karena punya trauma masa lalu (misal pernah jadi korban pelecehan seksual). “Maka perlu bantuan penanganan dari profesional dengan konsultasi ke psikolog,” saran Yenni. Demikian pentingnya bahasa cinta. Tanpa memahaminya, perhatian yang kita berikan bisa jadi tak sesuai harapan, hingga akhirnya bisa memicu pertikaian. <Ibnu Majah>

 

Untuk lebih memahami bahasa cinta pasangan, perhatikan tabel berikut ini!

Tipe Bahasa Cinta Cara Berkomunikasi Tindakan yang Diambil Hal yang Dihindari
Words of Affirmation Mendorong, Menegaskan, Menghargai, Berempati, Mendengarkan secara aktif. Mengirim catatan, teks, atau kartu yang tidak terduga. Sering memberikan dorongan dengan tulus. Kritik yang tidak membangun, tidak mengakui atau menghargai usaha.
Physical Touch Non-verbal, menggunakan bahasa tubuh dan sentuhan untuk menekankan cinta. Peluk, cium, berpegangan tangan, tunjukkan kasih sayang fisik secara rutin. Jadikan keintiman sebagai prioritas. Pengabaian fisik, tugas lama tanpa keintiman, menerima kasih sayang dengan dingin.
Receiving Gifts Perhatian, jadikan pasangan Anda sebagai prioritas, bicaralah dengan tujuan. Memberikan hadiah. Hal-hal kecil sangat berarti. Ungkapkan rasa syukur saat menerima hadiah. Melupakan acara-acara khusus, menerima hadiah dengan tidak antusias.
Quality Time Percakapan tidak terputus dan terfokus. Waktu percakapan empat mata sangat penting. Ciptakan momen spesial bersama, jalan-jalan dan lakukan hal-hal kecil bersama pasangan. Liburan akhir pekan sangat penting. Gangguan saat menghabiskan waktu bersama. Tugas panjang tanpa waktu berdua saja.
Acts of Service Gunakan ungkapan seperti “Saya akan membantu…” Mereka ingin tahu bahwa Anda bersama mereka, bermitra dengan mereka. Kerjakan tugas bersama atau buatkan mereka sarapan. Lakukan yang terbaik untuk membantu meringankan beban kerja sehari-hari. Menjadikan permintaan orang lain sebagai prioritas yang lebih tinggi, kurang menindaklanjuti tugas besar dan kecil.

Diterjemahkan dari Infografis “How to Speak Your Spouse’s Love Language” by Fiercemarriage.com, berdasar Buku Gary Chapman, “The 5 Love Languages.”

 

Berita Lainnya

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos