Hadila – Menikah adalah sunah yang sangat dianjurkan Rasulullah. Bahkan, menikah juga kerap disebut sebagai ibadah paling lama dalam hidup sekaligus penyempurna separuh agama. Oleh sebab itu, sebagai orang yang bertakwa, kita harus mempersiapkan pernikahan dengan sebaik-baiknya. Beberapa waktu lalu, Hadila melakukan wawancara dengan Ustazah Floweria, S.I.P., penulis buku ‘Perfect Dreamy Wedding’, motivator muslimah, dan founder @kelas_muslimah, berkaitan dengan persiapan menjelang pernikahan. Berikut hasil wawancara tersebut!
Bagi orang yang mengalami godaan-godaan jelang pernikahan, bagaimana memantapkan hati untuk mengambil langkah selanjutnya?
Sebagai muslim, kita harus sadar bahwa semua yang kita lakukan adalah kehendak terbaik dari Allah. Begitu pula kalau kita menghadapi berbagai pilihan, atau kita ingin yakin, diberi petunjuk terbaik, tentu yang kita lakukan adalah memperbanyak doa kepada Allah. Secara real-nya kita salat Istikharah. Bisa dilakukan kapan saja, tetapi sebaiknya saat kita bisa dekat sekali dengan Allah, seperti di sepertiga malam.
Kita mohon petunjuk kepada Allah, kalaupun memang yang diyakini saat ini ternyata bukan yang terbaik, semoga Allah juga memberi petunjuk. Sehingga kita tidak salah pilih. Salat Istikharah tidak hanya sekali dilakukan, tetapi berkali-kali. Di samping itu, tidak ada salahnya kita meminta saran dan masukan dari orang-orang terdekat, dari orang tua, guru agama, atau dari orang-orang alim di sekitar kita.
Apa saja kesiapan yang harus dimiliki calon suami dan calon istri untuk melangkah ke jenjang pernikahan?
Pertama, persiapan secara ruhiah, karena menikah itu ibadah. Kalau ruhiah kuat, insya Allah kita akan lebih kuat menjalani ibadah pernikahan ini. Karena kita selalu terkoneksi kepada Allah. Melalui salat, puasa, sedekah, dan amal-amal saleh yang lain.
Kedua, persiapan ilmu, karena beribadah itu ada ilmunya. Pernikahan itu tidak bisa asal nyemplung saja—yang penting menikah, tetapi kita tidak paham pernikahan itu apa, tanggung jawab suami-istri perbedaannya apa, hak dan kewajiban, cara komunikasi dengan pasangan, cara mengasuh anak, ilmu mengelola keuangan keluarga, bahkan ilmu kesehatan serta manajemen kebersihan rumah. Jadi jika mau menikah, jangan melupakan persiapan ilmu, agar pernikahan bisa kita lakukan sesuai ilmu dari Allah.
Ketiga, persiapan fisik. Ketika menikah artinya kita menambah amanah. Kita tidak hanya mengurus diri atau pasangan kita, tetapi juga mengurus anak, mertua, dan keluarga kita. Belum lagi jika kita punya kiprah di masyarakat atau bekerja di luar. Semua itu memerlukan fisik yang kuat. Ketika kita kuat, maka akan lebih maksimal ibadahnya. Ibadah dalam menjalankan peran terbaik sebagai suami atau istri, ibadah dalam menjalankan peran terbaik sebagai orang tua, ibadah dalam menjalankan peran terbaik sebagai anak dan menantu.
Keempat, persiapan secara maliyah. Memang di dalam Islam yang wajib mencari nafkah itu suami, tetapi istri juga harus dapat mengelola keuangan dengan baik. Jangan sampai besar pasak daripada tiang. Maka perlu kerja sama yang baik, transparansi keuangan, dan jika ada pos-pos pengeluaran itu dibicarakan bersama antara suami dan istri.
Kelima, persiapan sosial. Ketika menikah artinya kita sudah menjadi unit tersendiri di masyarakat; keluarga. Jadi, kita harus memenuhi adab-adab kepada tetangga di sekitar. Bagaimana adab bertetangga yang baik, kehidupan sosial yang baik, sehingga keluarga kita juga merupakan bagian dari ikhtiar dakwah di tengah masyarakat.
Seperti apa gambaran dunia pernikahan yang perlu disadari calon pasangan sebelum menikah, sehingga memiliki resistensi (ketahanan) dengan godaan apa pun yang muncul di dalam pernikahan?
Pernikahan itu ibadah yang panjang, durasinya sangat lama. Kita tentu mengharapkan agar pernikahan kita langgeng, tidak selesai di hitungan bulan atau tahun. Namun, sama seperti ketika melakukan perjalanan fisik, kita kadang melewati jalan mulus, kadang jalan berkerikil, pernikahan pun demikian. Seperti naik roller coaster, kadang naik, kadang turun, kadang santai. Itulah perjalanan yang harus kita nikmati.
Kita harus bersyukur, walau pernikahan tidak sempurna, kita harus berdoa agar penikahan kita penuh keberkahan dari Allah. Jangan sibuk membanding-bandingkan pernikahan atau kondisi keluarga kita dengan keluarga orang lain. Ingat, semua orang pasti diuji oleh Allah. Maka, kita harus memperbanyak sabar dan syukur.
Lalu, menikah itu harus dengan landasan ruhiah dan ilmu yang matang, jadi jangan berhenti belajar. Jangan merasa menjadi suami/istri sempurna, sehingga tidak mau belajar lagi. Jangan merasa sudah jadi orang tua terbaik, sehingga tidak mau mengoreksi diri lagi.
Terakhir, jangan lupa terus berdoa kepada Allah, meminta kekuatan dan kesabaran. Sehingga pernikahan kita bisa Allah jadikan jalan menuju surga. Daripada sibuk melihat kekurangan pasangan atau anak-anak kita, cobalah untuk melihat berjuta kelebihan yang ada pada mereka. Kenapa kita jarang bersyukur? Karena kita hanya fokus pada satu kekurangan mereka saja. Padahal mereka punya banyak kebaikan yang seharusnya lebih membuat kita betul-betul bahagia berada di antara mereka. <Maruti A. Husna/Pernah dimuat di edisi cetak Majalah Hadila>
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *