Pada dasarnya pernikahan adalah sebuah ikatan sakral atas nama Allah. Dalam ajaran Islam, calon suami dan calon istri melaksanakan akad nikah dengan mengucap janji setia dalam ijab qabul. Sejak itu mereka menjadi pasangan suami istri yang sah, dan bisa menikmati kebahagiaan berumah tangga. Ada 8 pengikat suami istri yang membuat kehidupan keluarga menjadi harmonis dan bahagia, yaitu “Maha Samara Gita” (Mahabbah, Sakinah, Mawaddah, Rahmah, Amanah, Ghayah, Ibadah, dan Tarbiyah).
Satu, mahabbah. Pernikahan dan hidup berumah tangga harus dilandasi oleh mahabbah (cinta). Cinta utama setiap manusia adalah kepada Sang Pencipta. Allah di atas segalanya. Selanjutnya diikuti dengan cinta kepada Nabi Muhammad Saw, teladan dalam segala aspek kehidupan. Hamba yang bertakwa harus mengikuti aturan yang dibuat oleh Sang Pencipta, yang dicontohkan oleh Nabi-Nya. Inilah esensi mahabbah; cinta yang benar, mulia dan proporsional. Dimana dengan landasan kecintaan kepada Allah dan Rasul, suami-istri saling mencintai. Atau cinta suami-istri, dalam rangka mencintai Allah.
Dua, sakinah. Suami istri terikat oleh suasana sakinah yang muncul di antara mereka. Pernikahan telah menumbuhkan ketentraman, ketenangan atau kedamaian. Sakinah membuat suami dan istri selalu merasa nyaman dalam kebersamaan. Keberadaan suami membuat istri tenang dan tenteram, demikian pula sebaliknya. Nabi Saw mengarahkan para pemuda yang sudah mampu untuk segera menikah, agar berbagai gejolak syahwat bisa dikendalikan dan disalurkan secara benar. Dengan demikian jiwa menjadi tenang dan tenteram.
Tiga, mawaddah. Suami dan istri juga terikat oleh mawaddah, yaitu gairah cinta membara, menggebu dan berkobar-kobar. Cinta ini bercorak sangat fisik, interaksinya sangat intim, tanpa batas dan jarak. Hanya bisa didapatkan oleh pasangan yang telah menikah secara sah. Mereka bisa saling menikmati tubuh pasangan sebagai sebuah fasilitas yang Allah berikan untuk bersenang-senang dan berbahagia. Rata-rata gambaran mawaddah ini muncul pada pasangan muda. Ekspresi cinta mereka sangat menggelora. Itulah sebabnya jika menikah pada usia muda, akan lebih optimal dalam menikmati keindahan dan kebahagiaan bersama pasangan.
Empat, rahmah. Suami istri terikat oleh rahmah, yaitu perasaan kasih sayang yang mendalam dan dewasa. Mereka berada dalam kondisi kesejiwaan, yang bahkan tidak lagi mampu menyebutkan atas alasan apa mereka saling mencinta. Kasih sayang mereka demikian mendalam, tidak lagi terbatas pada romantisme kata-kata, pelukan atau cium mesra. Namun lebih dominan pada saling mengerti, memahami, menghormati dan memberi yang terbaik untuk pasangan. Rahmah membuat suami istri bisa menikmati kebahagiaan dan kebersamaan hingga usia tua.
Lima, amanah. Suami istri terikat oleh prinsip amanah yaitu tanggung jawab dan saling percaya. Hal ini karena ada mas’uliyah atau tanggung jawab yang melekat dan harus dilaksanakan oleh suami dan istri sejak mengucap ijab qabul. Mereka tidak boleh berlaku sewenang-wenang terhadap pasangan. Suami tidak boleh zalim terhadap istri dan anak-anak, demikian pula sebaliknya. Istri adalah amanah bagi suami untuk dijaga dan dipenuhi haknya. Suami adalah amanah bagi istri untuk dijaga dan dipenuhi haknya. Perasaan tanggung jawab ini menjadi ikatan yang kokoh agar suami dan istri tidak saling mengkhianati.
Enam, ghayah. Suami dan istri terikat oleh ghayah, yaitu tujuan-tujuan mulia dalam pernikahan dan berumah tangga. Menikah jangan sampai hanya karena accident, atau semata karena dorongan nafsu. Pernikahan adalah sarana untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang utama baik bagi pribadi, keluarga, masyarakat, negara bahkan peradaban dunia. Pernikahan dan berumah tangga bukan hanya untuk mencapai tujuan sementara dalam kehidupan dunia, namun juga untuk menggapai surga. Pernikahan bukanlah tujuan, tetapi merupakan sarana untuk mencapai tujuan mulia. Ikatan ini menuntut suami dan istri selalu melakukan usaha serius agar tujuan-tujuan tersebut bisa tercapai.
Tujuh, ibadah. Menikah adalah bagian utuh dari ibadah. Bukan semata dorongan syahwat atau insting manusia dewasa. Menikah harus dilandasi dengan motivasi yang kuat, lurus dan benar, yaitu untuk beribadah kepada Allah. Niat ini yang membedakan antara suatu pernikahan yang bernilai ibadah dan mendapatkan pahala dari setiap titik interaksinya, dengan pernikahan yang semata-mata menjalani keinginan. Dalam kehidupan berumah tangga, suami istri harus menciptakan suasana, menegakkan dan saling menguatkan dalam ibadah.
Delapan, tarbiyah. Suami-istri terikat oleh proses tarbiyah, yaitu saling memberikan pembinaan, pendidikan, pengingatan dan pengokohan dalam kebaikan. Mereka berkolaborasi untuk menguatkan suasana tarbiyah dalam rumah tangga. Apalagi ketika sudah menjadi orangtua dengan hadirnya anak-anak, amanah yang harus dijaga dengan tarbiyah yang baik. Orang tua wajib mendidik, membina, mengingatkan, mengarahkan anak-anak agar selalu berada dalam keimanan, kebenaran dan kebaikan.
[Penulis: Cahyadi Takariawan, Trainer dan Konselor di Jogja Family Center. Dimuat di Majalah Hadila Edisi Februari 2016]