Hadila.co.id — Banyak orang tua mengeluh, mengapa anaknya masih suka bermain. Banyak yang mempertanyakan manfaat anak bermain?
Mereka memandang kegiatan bermain hanyalah aktifitas tidak serius, membuang waktu dan tidak bermanfaat. Maka muncullah sikap-sikap yang menjadi respon saat anaknya mulai bermain, antara lain:
Pertama, orang tua mempertanyakan kebijakan sekolah mengapa kegiatan belajar anaknya selalu dengan permainan. Mereka menuntut sekolah agar anaknya langsung diberi pelajaran berhitung, membaca dan menghafal.
(Baca juga: Bunda, Ini Pentingnya Dongeng untuk Anak)
Kedua, dalam waktu-waktu luang anak, orang tua selalu menghadirkan kegiatan les tambahan, baik berupa tambahan pelajaran di sekolah atau les-les pada bidang lain seperti musik, beladiri dan olahraga.
Ketiga, ada beberapa orang tua yang mulai menerima kegiatan bermain, asal permainan itu tidak mengganggu dan mengotori rumah.
Pilihan mereka untuk pandangan ini jatuh pada permainan yang berbasis teknologi seperti game di gadget. Padahal jenis permainan di atas hanya mengembangkan beberapa aspek minimal anak.
Ani Christina, S.Psi dalam bukunya Parenting Guide pernah menulis bahwa permainan yang menyenangkan mampu mengembangkan fisik, kognitif, emosi, pola berfikir dan keterampilan sosial anak.
Saat anak kurang berkembang keterampilan fisik motoriknya maka dia akan menemui beberapa hambatan dalam hidupnya. Seperti kelemahan di dalam keterampilan mengemudi kendaraan yang memerlukan keseimbangan, persepsi visual dan kecekatan. Semua skill ini hanya dapat diperoleh anak saat mereka bermain pada masa kecil mereka.
Banyak pengetahuan tentang hidup ini kita peroleh saat kita bermain, bukan saat kita menjawab pelajaran-pelajaran di sekolah. Seperti kemampuan untuk merasakan batasan akan bahaya dan tidak bahaya di dalam melakukan aktifitas hidup sulit diajarkan lewat penjelasan dan pemaparan di dalam kelas.
Tetapi konsep ini dapat diperoleh anak-anak saat mereka bermain ayunan dan mulai belajar dan merasakan kapan ayunan dalam batas aman dan kapan Ia sudah masuk area bahaya dalam mengayun.
Beberapa anak sedang bermain pasar-pasaran selama beberapa jam. Satu anak berperan sebagai penjual, yang satu lagi sebagai pembeli, serta yang lain sebagai pegawai. Ini sungguh pelajaran yang berharga mengenai bagaimana cara bersosialisasi, dimana yang paling diasah dalam permainan ini rasa empati anak.
Dengan berbagai manfaat bermain di atas, masihkan kita mempertanyakan, “Masih perlukah anak bermain?” (Diterbitkan di Majalah Hadila Edisi Januari 2015)