“Menyingkirkan gangguan dari jalan merupakan sedekah.”
Matan ini merupakan potongan dari hadis yang terdapat dalam Sahih Bukhari, Kitab Al-Jihad Was-Siar, Bab Man Akhadza Bir-Rukkaab Wanahwihi: 2989. Matan yang senada dengan matan ini terdapat dalam Sahih Muslim, Kitab Az-Zakaat, Bab Bayaan Anna Ism Ash-Shadaqah Yaqa’u ‘Alaa Kulli Nau’in Minal-Ma’ruf: 1009.
Potongan hadis ini membicarakan salah satu pintu yang dapat mengantarkan manusia untuk meraih kebaikan dan pahala. Selain itu, dia juga mengisyaratkan adanya cakupan makna sedekah yang sangat luas. Selama ini, kebanyakan orang memaknai sedekah hanya dengan apa yang dia anggap bernilai ekonomis saja. Padahal sedekah bisa juga dengan manfaat lain. Bukan semata dengan uang dan barang. Memungut sampah di jalan pun bisa bernilai sedekah.
Sampah, dalam tulisan ini, merupakan salah satu varian dari makna kata al-adza. Varian yang lain cukup banyak. Kata al-adza sendiri merujuk pada semua yang berpotensi mengganggu kenyamanan. Bisa berupa sampah, kotoran, duri, batu, ranting pepohonan, tulang, jalanan yang berlubang, genangan air, atau yang lainnya. Memang, banyak orang yang memaknai kata al-adza dengan duri. Namun, pemaknaan ini bukan bukan bentuk pembatasan. Ini hanya penyebutan contoh. Hal ini dikarenakan duri merupakan salah satu bentuk gangguan jalan yang paling sering dijumpai. Tak jarang pejalan kaki terkena duri yang melukai kakinya atau pengendara yang roda kendaraannya bocor tertusuk olehnya. Sejatinya, tentang menyingkirkan duri di jalan terdapat dalil khusus untuknya. Bukan redaksi umum hadis ini. Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda, “Suatu ketika seorang laki-laki melewati sebuah jalan. Tiba-tiba dia mendapati ranting pohon berduri di jalan tersebut. Dia pun menyingkirkannya, maka Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuni dosanya.”
Sampah tak kalah berbahaya dari duri. Sampah, selain tidak memiliki nilai dan mengganggu pemandangan, dia juga bisa menimbulkan bahaya serius bagi pengguna jalan. Tak sedikit pejalan kaki yang terpeleset atau pengendara yang terpelanting jatuh di jalan diakibatkan olehnya. Belum lagi masalah polusi dan penyakit yang ditimbulkannya ketika sudah menumpuk. Di sinilah memungut sampah memiliki nilai yang luar biasa bagi keselamatan manusia.
Karena pentingnya bagi keselamatan inilah, tak heran bila Islam menyerukan untuk menyingkirkan setiap hal yang berpotensi mengganggu kenyamanan pengguna jalan. Dalam Islam, semua bahaya dan hal-hal yang mengganggu kenyamanan, apa pun wujudnya dan dari manapun asalnya, harus disingkirkan. Termasuk keberadaan sampah di jalan. “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh menimpakan bahaya,” tegas Rasulullah Saw sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Ahamad, dan Malik.
Sebagai bagian dari makna menyingkirkan gangguan dari jalan, memungut sampah merupakan salah satu bentuk taqarrub kepada Allah Swt yang bernilai sedekah. Dalam redaksi matan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah Saw mengungkapkan aktivitas ini bersamaan dengan aktivitas membantu orang lain dan aktivitas ibadah mahdhah dalam satu deret penjelasan. Beliau bersabda, “Setiap persendian manusia wajib bersedekah pada setiap hari di mana matahari terbit di dalamnya. Berlaku adil di antara dua orang merupakan sedekah. Membantu orang lain naik ke atas hewan tunggangannya atau menaikkan barang bawaannya merupakan sedekah. Kalimat thayyibah merupakan sedekah. Setiap langkah menuju salat merupakan sedekah. Menyingkirkan gangguan dari jalan merupakan sedekah.”
Bukan sekadar itu saja. Rasulullah Saw pun secara tegas mengungkapkan bahwa menyingkirkan gangguan dari jalan sebagi bagian tak terpisahkan dari keimanan. Dia merupakan cabang iman. Rasulullah Saw bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, “Iman memiliki lebih dari tujuh puluh cabang atau lebih dari enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi ialah ucapan ‘Laa ilaaha illallaah’ (Tiada ilaah kecuali Allah). Cabang yang paling rendah ialah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu merupakan salah satu cabang Iman.”
Petuah Rasulullah Saw ini sekaligus mengisyaratkan bahwa Islam bukanlah agama yang hanya sekedar mengatur hubungan antara hamba dengan Tuhannya saja. Islam bukan sekedar agama ritual kerohanian belaka. Lebih jauh dari itu, Islam mengatur semua urusan kehidupan manusia tanpa terkecuali dari urusan paling kecil hingga paling besar. Termasuk penanganan masalah sampah di jalanan. Wallaahu a’lam bish-shawwab.
[Penulis: Tamim Aziz, Lc., M.P.I., pengajar di Ma’had Abu Bakar dan FAI Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Dimuat di Majalah Hadila Edisi Oktober 2015]