Hadila.co.id – Anak saya tujuh. Sebelum anak pertama lahir, salah satu obsesi kami memang ingin menjadikan anak senang membaca. Untuk itu, saya berusaha mempelajari berbagai teori tentang mengajarkan membaca kepada anak sejak usia paling dini.
Ada berbagai macam literatur, tetapi intinya anak-anak memerlukan buku-buku yang secara khusus dirancang untuk anak, berbahan tebal, warnanya atraktif, wordless picture book (sedikit tulisan banyak gambar) agar anak senang membaca, dan yang jelas harga buku semacam itu sangat mahal untuk ukuran kami yang baru menikah, apalagi sama-sama masih kuliah.
Tapi demi sebuah cita-cita, kami tetap berusaha membeli buku-buku yang khusus dirancang untuk anak tersebut agar anak kami senang membaca. Mahal memang, tapi cita-cita memang memerlukan pengorbanan. Kami bacakan buku kepada anak pertama saya, Fathimatuz Zahra, semenjak kira-kira usia 6 minggu.
Pentingnya Mengajarkan Anak untuk Konfirmasi agar Selalu Jujur dan Terbuka
Bisa apa anak di usia itu? Yang paling pokok bukan bisa atau tidak, tetapi ketika itu adalah membentuk reading pattern (pola membaca) sehingga anak “memiliki kebutuhan membaca” dan senang membaca pada waktu-waktu tersebut.
Kami membacakan buku untuk Fathimah sehabis memandikannya, serta saat anak mau tidur. Ini kemudian memang menjadi pola di usia-usia berikutnya. Ini pula yang berperan penting menjadikan anak suka membaca sehingga usia 4 tahun sudah lancar membaca.
Tetapi mampu membaca di usia 4 tahun sama sekali bukan target. Tidak penting usia berapa membaca, yang paling penting adalah ada tidaknya, kuat tidaknya, sikap positif terhadap membaca yang akan berperan penting membentuk budaya membaca.
Anak Belajar Mencuri, Orang tua Wajib Lakukan 5 Hal Ini agar Anak Berhenti
Saya justru menghindari mengajari anak agar terampil membaca sebelum usia 7 tahun. Dari berbagai riset dan pengalaman berbagai negara maju, pembelajaran membaca secara formal sebaiknya dimulai usia 7 tahun.
Jika anak lancar membaca sebelum masuk sekolah dasar, itu semata-mata karena anak sangat tertarik membaca sehingga akhirnya terdorong untuk belajar membaca.
Lebih baik terampil membaca belakangan, tetapi minat baca sangat besar dan rasa ingin tahu terhadap ilmu begitu tinggi daripada lancar membaca saat masih TK, tapi baru di sekolah menengah saja gairah membaca mereka sudah tidak ada. Ini bisa terjadi manakala kita hanya sibuk mengajari membaca, bukan membuatnya tertarik.
Melahirkan Generasi Cemerlang yang Tangguh dan Lebih Baik
Saya tidak berpanjang-panjang dengan masalah ini. Kembali pada pengalaman mengasuh anak agar suka membaca. Jika pada anak pertama dan kedua kami memang berusaha keras agar dapat membelikan buku-buku yang khusus dirancang untuk anak, belakangan kami lebih menekankan pada bagaimana anak akrab dengan suasana membaca.
Sehari-hari anak melihat bahwa membaca itu asyik, membaca itu membuka wawasan dan menambah pengetahuan, membaca itu jalan untuk meraih ilmu yang bermanfaat.
Medianya tak harus buku yang khusus dirancang untuk anak, kami menceritakan “apa saja yang kami baca”, berdiskusi atau merisaukan apa yang dibahas di surat kabar maupun buku, dan kadang melibatkan anak dalam pembicaraan penting yang ada di buku. Kami sering menjadikan buku sebagai acuan, sumber rujukan.
Pentingnya Komunikasi Guru-Murid, dan Cara Berkomunikasi yang Efektif
Disamping itu, anak memang akrab dengan buku. Dimana-mana ada buku; ruang tamu, kamar pribadi, ruang tengah, mobil dan tas untuk bepergian ada buku. Ini memberi “pesan” kepada anak bahwa buku itu penting.
Pada anak-anak berikutnya, kami membacakan tidak secara khusus buku untuk anak seusianya. Sebelumnya dalam sebuah buku tulisan saya, saya sempat membahas bahwa kita perlu membacakan buku benar-benar sesuai usianya (buku tersebut akhirnya saya revisi).
Tapi dalam perkembangannya, kami mendapati tidak demikian. Menjadikan anak suka membaca tidak harus dengan mengeluarkan uang besar untuk membeli buku-buku eksklusif. Yang paling penting adalah kesediaan kita mendampingi anak membaca.
Orang tua Wajib Tau! Cara Mengetahui Bullying yang Terjadi pada Anak dan Penanganannya
Ada memang sejumlah buku yang “khusus anak usia balita”, sisa kakaknya, meskipun sudah banyak yang sobek. Ada juga hadiah. Tapi yang paling penting adalah mengakrabkan dan menjadikan anak merasa bahwa buku sangat berharga. Ini akan lebih mudah lagi manakala di rumah tidak ada TV.
Jika untuk menjadikan anak suka membaca tak harus berbiaya tinggi, mengapa kita harus grogi sebelum memulai? Koran bekas, kertas yang sudah tak terpakai dan buku apa pun yang bagus isinya meskipun seakan bukan untuk anak, semuanya merupakan media mengenalkan membaca kepada anak sekaligus menjadikan mereka suka baca. Murah bukan?<>