“Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syarika laka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk laa syarika lak. (Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan kerajaan bagi-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu).”
Lantunan kalimat talbiyah kembali menggema. Jutaan manusia dari segala penjuru dunia akan kembali berkumpul di Kota Suci, Mekah dan Madinah untuk melaksanakan ibadah haji. Memenuhi panggilan Ilahi untuk menyempurnakan pelaksanaan rukun Islam kelima.
Ibadah haji merupakan salah satu puncak ibadah seorang muslim. Ibadah ini menuntut pengorbanan harta, jiwa, raga, dan juga waktu dari seorang muslim. Tak ayal, tidak semua muslim pada akhirnya berkesempatan menunaikan ibadah haji. Maka hanya kalimat syukur yang pantas terucap kehadirat Allah Swt, ketika seorang muslim berkesempatan menunaikan ibadah haji ketika masih hidup.
Pada saat haji itulah, seolah hilanglah semua status manusia. Semua orang dari kelas ekonomi manapun, dari golongan atau ras apapun akan berkumpul menjadi satu untuk melaksanakan ritual yang sama. Tak ada pembedaan antara yang kaya dan miskin, tua atau muda. Semua berbalut kain putih demi mengharap rida Ilahi. Tak ada lagi yang pantas disombongkan ketika manusia melaksanakan ibadah haji.
Momen spesial ini tentu menjadi dambaan hampir semua muslim. Tak ayal, banyak orang yang berusaha untuk “mengejar” Kakbah. Banyak orang yang berusaha semaksimal mungkin untuk bisa melaksanakan ibadah haji. Ya, karena haji memiliki banyak keutamaan yang insya Allah berbalas surga bagi yang bisa meraih kemabruran haji.
Kewajiban Berhaji
Ketua Kelompok Bimbingan Haji (KBH) Mandiri Surakarta, Bambang Nugroho Putro, S.P mengungkapkan dalam rukun Islam, mengunjungi Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah haji masuk ke dalam poin yang kelima. Ini menunjukkan bahwa ibadah haji adalah kewajiban bagi setiap muslim. Dalam sejarahnya, perintah untuk berhaji sudah ditetapkan Allah Swt sejak zaman Nabi Ibrahim As. Kemudian pada zaman Rasulullah Saw, syariat tersebut disempurnakan.
Dalam sebuah hadis Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya agama (Islam) ini mudah…” [H.R. Bukhari]. Hadis ini menunjukkan bahwa semua perintah Allah seperti salat, puasa, membaca Alquran, menutup aurat, dan lain-lain—termasuk haji dan umrah, mudah untuk dilaksanakan. Maka sebagai umat Islam, kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat melaksanakannya.
“Ada orang-orang yang telah diberi kemampuan oleh Allah, tetapi ada pula orang-orang yang belum diberi kemampuan. Ini adalah tugas kita untuk berusaha, berikhtiar semaksimal mungkin, memperbanyak doa, cita-cita, dan harapan kepada Allah,” ungkap Bambang saat dijumpai di kediamannya di daerah Cemani, Grogol, Sukoharjo beberapa waktu lalu.
Menurutnya, semua kebaikan dalam agama adalah keharusan. Oleh sebab itu, dalam hal ibadah haji, semua umat muslim—baik yang hidup kaya, pas-pasan, atau bahkan miskin, harus memiliki azam untuk melaksanakannya. Semuanya harus diawali dengan niat tulus dan ikhlas yang diwujudkan dalam doa-doa, ilmu yang ditingkatkan, dan terus berikhtiar. “Misalnya dengan rutin menabung Rp 100.000 per bulan untuk melaksanakan ibadah haji. Ketika ada niat, pasti ada jalan. Saya sering menjumpai orang-orang yang diberi kemampuan dan kemudahan oleh Allah untuk melaksanakan apa yang telah diusahakan, padahal jika dipikir secara logika tidak masuk akal,” ujarnya.
Tips Agar Bisa Berhaji
Selanjutnya, Bambang mengungkapkan beberapa hal yang perlu dilakukan oleh seseorang supaya dia bisa menjalankan ibadah haji. Menurutnya, ada lima poin penting yang perlu diterapkan. Pertama, niat. Rasulullah Saw bersabda, “Amalan seseorang itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuatu sesuai niatnya…” [H.R. Bukhari Muslim]
Ibadah haji harus diniatkan semata-mata demi meraih rida Allah Swt. Bukan karena niat lainnya misalnya untuk mendapatkan gelar haji atau menaikkan status sosial.
Kedua, memperbanyak ilmu. Ini sangat penting, sebab kadang ada orang yang ingin berhaji—dia sudah lama menabung, lama mengantre, tetapi bekal ilmunya kurang. Misal, ada orang yang ingin berangkat haji, tetapi belum bisa membaca Alquran. Ada juga yang belum mengerti beberapa hal tentang syariat. Orang-orang dengan kondisi seperti ini harus belajar dulu, sebab ketika seseorang sudah berada di Tanah Suci, dia akan memiliki waktu yang amat banyak untuk melaksanakan ibadah. “Jika ilmu kita masih kurang, maka ibadah-ibadah pun tidak bisa maksimal. Orang yang berilmu, akan berbeda dengan orang yang tidak berilmu,” ujar Bambang.
Ketiga, memperbanyak doa (untuk diri sendiri), sebab doa adalah inti ibadah kita kepada Allah, dan Allah berjanji akan mengabulkan doa.
Keempat, mendoakan orang lain, sebab mendoakan orang lain secara rahasia (orang yang kita doakan tidak tahu jika didoakan), termasuk doa yang akan diijabah/dikabulkan oleh Allah.
Kelima, ikhtiar maksimal. Misalnya dengan menabung, sebab realitasnya kita membutuhkan biaya untuk berhaji. Jika kita telah berniat menabung untuk berhaji, tidak masalah berapa pun jumlah yang kita kumpulkan sedikit demi sedikit itu. Insya Allah akan selalu ada campur tangan Allah. Dalam sebuah hadis qudsi disebutkan, “…Jika dia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika dia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika dia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” [H.R. Bukhari Muslim].
Perjuangan untuk Haji
Bagi seorang muslim yang dananya terbatas sementara kebutuhannya banyak, tentu bukan hal yang mudah untuk bisa menunaikan ibadah haji. Pasalnya, ibadah haji membutuhkan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu, upaya mengejar Kakbah atau meraih cita-cita untuk menunaikan ibadah haji, bisa diraih salah satunya dengan tabungan haji. Seseorang yang memiiki tabungan haji secara tidak langsung diminta untuk terus menyetorkan uang ke rekening hingga jumlahnya mencukupi untuk ongkos naik haji. Saat ini, cukup banyak perbankan yang menawarkan produk tabungan haji. Salah satunya BCA Syariah.
Account Officer BCA Syariah, David Jati Utomo, mengungkapkan BCA Syariah secara resmi sudah menjadi mitra bagi Kementerian Agama (Kemenag) dan menjadi bank penerima setoran haji. Produk tabungan haji namanya Tahapan Mabrur. Untuk memiliki rekening Tahapan Mabrur, nasabah harus setor awal minimal Rp 100.000, saldo mengendap Rp 50.000, setoran selanjutnya minimal Rp 50.000. “Saldo daftar haji yaitu Rp 25 juta. Tabungan ini tidak dikenai biaya administrasi,” jelasnya.
Tahapan Mabrur, terangnya, bisa diambil sewaktu-waktu dengan catatan ada kebutuhan yang sangat mendesak atau nasabah meninggal dunia atau diperuntukkan untuk umrah.
Perencanaan Keuangan
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Izza Mafruhah, menjelaskan keuangan rumah tangga itu bisa dibagi menjadi beberapa alokasi. Pertama, kewajiban usahakan maksimal 30% dari pendapatan. Misalnya membayar listrik, telepon, air, utang, asuransi. “Jika kewajiban yang harus dibayar lebih dari 30% berarti sudah tidak sehat,” ujarnya.
Kedua, lanjutnya, biaya pendidikan anak-anak usahakan 10%. Izza menyarankan jika pendapatan misalnya Rp 5 juta, sebaiknya anak jangan disekolahkan di sekolah yang SPP nya sekitar Rp1 juta.
Ketiga, konsumsi rumah tangga disesuaikan dengan kemampuan maksimal 50% dan tabungan 10%. Dia menekankan tabungan itu harus disisihkan, bukan sisa. Tabungan dibagi menjadi dua peruntukan. Yaitu tabungan untuk berjaga-jaga seperti kalau ada anggota keluarga sakit dan kebutuhan mendesak lainnya. Berikutnya adalah tabungan untuk persiapan, misalnya tabungan haji. “Kalau mau punya tabungan haji harus benar-benar istikamah dan disiplin agar dana yang ditabung tidak diambil-ambil. Kalau besaran tabungan haji bisa disesuaikan dengan pendapatan kelarga,” jelasnya.
Seorang calon jemaah haji asal Sragen, Lina, menceritakan ketika ada keinginan untuk menunaikan ibadah haji sekitar delapan tahun lalu, dia dan suaminya langsung mendaftar di Kemenag. Saat itu, dia gunakan tabungan yang sudah ada. Bahkan Lina rela meminjam terlebih dahulu kekurangan biaya daftar haji kepada saudaranya sehingga bisa mendaftar tahun 2011. Setelah itu, Lina dan suami berusaha komitmen untuk menyisihkan sebagian penghasilan untuk bisa menunaikan ibadah haji. “Insya Allah tahun ini kami berangkat ke Tanah Suci,” jelasnya.
Kisah perjuangan para muslim untuk menunaikan ibadah haji, selama ini sering kita dengar. Salah satunya kisah yang sempat populer setahun lalu tentang seorang tukang becak asal Surabaya bernama Maksum, 79. Setelah menabung selama 21 tahun dari hasil mengayuh becaknya, ayah 14 anak itu akhirnya bisa menunaikan ibadah haji pada 2017. Dia mengungkapkan bahwa yang terpenting ketika punya keinginan menunaikan ibadah haji, adalah adanya niat yang tulus ikhlas untuk meraih rida Allah Swt.
Bukan hanya niat dan terus berdoa, Maksum juga menyempurnakan ikhtiar untuk berhaji dengan membuka rekening tabungan haji tahun 2010.
Perjuangan lain untuk menunaikan ibadah haji juga dilakukan seorang perempuan asal Surabaya yang akrab disapa Mbah Murip. Dia yang setiap hari bekerja sebagai pemulung sampah dan tukang pijat, akhirnya bisa menunaikan ibadah haji setelah menabung selama kurang lebih 30 tahun. <Eni Widiastuti/Ibnu Majah>
<Dimuat di Majalah Hadila Edisi Agustus 2018>