Pernikahan akan menjadi langgeng apabila ada tautan hati yang kuat antara suami dan istri. Ini menjadi salah satu kunci yang harus dipahami oleh keduanya. Karena kunci kebahagiaan keluarga adalah pada kekuatan tautan hati antara suami dan istri, maka usaha untuk ‘merebut’ dan memasuki hati pasangan menjadi sangat penting maknanya.
Terkadang, usaha untuk merebut dan memasuki tempat istimewa di hati pasangan, tidaklah dengan hal-hal besar dan hebat. Kadang-kadang, justru bermula dari hal sepele dan biasa saja, namun masuk menghujam ke dasar hati pasangan. Kisah berikut ini adalah salah satu contohnya:
Kisah Penaklukan Hati Suami
Jangan salah memahaminya. Ini hanya cerita tentang seorang laki-laki. Hanya tentang satu orang itu saja, yang tidak saya sebut namanya. Dia tinggal di wilayah Jakarta. Ini kisah bagaimana seorang istri mampu ‘merebut’ hati suami, hingga akhirnya dia menempati posisi istimewa di hati suami.
Usianya sudah kepala empat. Hal yang sangat khas adalah, laki-laki paruh baya itu sangat senang bicara tentang poligami. Ada saja bahan omongannya ketika sudah sampai ke tema poligami, dan dia tampak sangat semangat serta antusias setiap mengobrolkan poligami.
Istrinya hanya senyum-senyum kecil setiap kali mendengar suaminya bercerita tentang poligami di depan teman-temannya. Dia tidak pernah berkomentar. Tidak kelihatan respon emosi, marah atau tidak suka ketika suaminya bicara panjang lebar tentang poligami.
Suatu saat sang istri ditanya oleh seorang ustadz. “Setiap kali ketemu dengan kalian berdua, saya selalu mendengar suami kamu bercerita tentang poligami. Sepertinya ia sangat bersemangat bicara poligami. Namun yang saya heran, kamu hanya senyum-senyum saja mendengar suami kamu bicara poligami. Mengapa kamu tidak pernah berkomentar apapun soal poligami, dan hanya senyum-senyum saja?”
“Ustadz, suami saya itu dari dulu suka bicara soal poligami. Saya percaya, dia tidak akan melakukannya. Saya tidak melarang dia jika ingin poligami, namun saya tahu, dia tidak akan melakukannya”, jawab sang istri dengan kalem. Tanpa beban, namun tampak yakin.
Pada kesempatan terpisah, ustadz ini bertanya kepada sang suami. Ustadz menyampaikan komentar istri bahwa suaminya tidak akan poligami. Hanya senang ngobrol tentang poligami saja.
“Sebenarnya saya juga ingin melakukan poligami. Namun saya selalu tidak tega untuk melakukannya”, jawab suami.
“Mengapa tidak tega?” tanya ustadz.
“Saya sering mendapatkan tugas mendadak dari organisasi. Tiba-tiba harus berangkat ke berbagai kota di luar Jawa untuk tugas-tugas organisasi selama beberapa hari. Sering tidak sempat pulang ke rumah, dari kantor langsung berangkat ke bandara”
“Dalam situasai mendadak seperti ini, saya hanya telepon istri. Saya bilang tidak sempat pulang, karena agendanya mendadak. Bahkan sering ‘go show’ ke bandara tanpa persiapan yang memadai. Istri saya bilang : Jangan khawatir, nanti perbekalanmu sudah ada di bandara”.
“Saya menduga istri akan menyuruh anak-anak saya mengantar perbekalan saya ke bandara, karena anak pertama dan kedua saya sudah besar. Sudah bisa disuruh ke bandara. Namun yang membuat hati saya tersentuh, sesampai bandara ternyata istri saya sudah menunggu sambil membawakan koper berisi perlengkapan saya untuk perjalanan jauh itu”.
“Ia selalu mengurus semua keperluan saya. Ia selalu memahami kesibukan saya, dan sangat support terhadap berbagai kegiatan yang saya lakukan. Saya merasakan ketulusannya. Saya benar-benar tidak tega untuk menduakannya. Ia istri yang sangat setia”, ujarnya.
Menempati Posisi Istimewa di Hati Pasangan
Saya tidak sedang membuka diskusi soal poligami. Saya sedang bercerita tentang ‘penaklukan hati’ suami. Yang dilakukan istri tadi adalah tindakan biasa saja, siapapun bisa melakukannya. Tapi apakah yang membuat hal yang biasa itu menjadi istimewa? Karena ketulusannya, karena kuatnya perasaan cinta, karena kuatnya keinginan untuk berbakti kepada suami. Tindakannya biasa, namun nilainya menjadi luar biasa.
Itu semua hanya hal teknis. Apapun bentuk perhatian dan kebersamaan dengan pasangan, yang paling utama adalah hendaklah menyediakan jiwa untuk selalu berusaha melakukannya. Berusaha untuk memasuki hati pasangan, berusaha untuk merebut hati pasangan, berusaha untuk menaklukkan hati pasangan, dengan hal-hal kecil yang memiliki makna yang besar karena dilandasi ketulusan.
Jika suami sudah menempati posisi istimewa di hati istri, dan istri sudah menempati posisi istimewa di hati suami, maka terbentuklah ikatan hati yang kuat di antara mereka berdua.
[Penulis: Cahyadi Takariawan, Trainer dan Konselor di Jogja Family Center. Dimuat di Majalah Hadila Edisi Desember 2014]