Oleh: Dr. KH Muqoddam Cholil, MA (Dosen STDDI Al Hikmah Jakarta)
Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang beriman.” (Q.S. At-Taubah [9]: 128).
Hari-hari ini umat Islam di seluruh dunia kondisinya menyedihkan karena harus tunduk dengan negara-negara adidaya Eropa dan Amerika, kecuali beberapa negara seperti Turki. Negara-negara muslim banyak dirugikan oleh mereka, diekploitasi hasil buminya, ditekan pemimpinnya, dilemahkan ekonominya, sebaliknya mereka menikmati perbendaharaan yang melimpah dari negeri-negeri muslim seperti; minyak, emas, batubara, dan lain-lain.
Kondisi ini diperparah dengan terdapatnya pemimpin yang cinta dunia dan kekuasaan. Cenderung hanya mementingkan keuntungan sesaat, kesenangan bagi golongan tertentu, dan kepentingan pribadi dan keluarga. Kelemahan umat Islam di berbagai belahan dunia ini secara langsung memerlukan pemimpin rabbani yang berjiwa besar untuk menyelamatkan rakyat dan negerinya dari kehancurannya.
Berdasarkan petunjuk Allah dalam Surah At-Taubah ayat 128, Dia memberikan panduan bagi umat Islam serta beberapa karakter pemimpin yang menyelamatkan umat. Hal itu sebagaimana yang terdapat di dalam diri Rasulullah Muhammad Saw.
Pertama, berasal dari bangsanya sendiri. Hal pertama yang disinggung oleh Allah dalam hal sosok pemimpin adalah asal-usulnya. Kepada Bangsa Arab yang saat itu sangat jahiliah, Allah mengutus Muhammad Saw dari Bangsa Arab dari Suku Qurays. Suku ini dipandang sebagai salah satu yang dihormati dan disegani di antara bangsa-bangsa yang ada di semenanjung Arabia.
Maka tidak aneh jika jauh-jauh hari Rasulullah telah bersabda bahwa Imam Mahdi pemimpin dambaan umat di akhir zaman adalah dari keturunan Quraisy.
Oleh karena itu pemimpin berskala provinsi atau negeri, yang baik adalah pemimpin yang berasal dari pribumi atau dari etnis masyarakat itu sendiri. Hal itu karena mereka lebih mengetahui kultur dan budayanya
Adapun untuk pemimpin umat Islam yang cakupannya jauh lebih luas, tentunya adalah pemimpin yang berasal dari komponen umat Islam itu sendiri, mengetahui ajaran Islam. Jadi wajib umat Islam dipimpin oleh orang Islam sendiri.
Kedua, sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagi rakyatnya. Pemimpin yang menyelamatkan umat adalah pemimpin yang sangat memperhatikan agama dan keselamatan orang-orang yang dipimpinnya. Kepeduliannya bukan sebatas pencitraan dan polesan wartawan, bukan juga hanya memberikan janji-janji tetapi benar-benar dipenuhi, empati, dan peduli terhadap rakyat.
Pemimpin penyelamat umat harus mempunyai wawasan yang jauh menerawang ke depan, bukan hanya berpikir periode tetapi berpikir jauh ke depan menjaga keselamatan rakyatnya bukan hanya di dunia tapi sampai akhirat. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan sunah Rasul-Nya.” (H.R. Malik, al-Hakim, al-Baihaqi).
Seorang pemimpin Islam yang berjiwa besar sebagai penyelamat umat adalah orang yang memahami ajaran Islam dan berusaha dengan sekuat tenaga mengamalkan ajaran-ajarannya, melaksanakan undang-undang yang disepakati oleh bangsanya. Selayaknya mereka dikelilingi oleh para ulama, tokoh-tokoh bangsa yang cinta pada rakyat.
Ketiga, mencintai rakyatnya. Allah Swt berfirman, “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (Q.S. Al-Fath [48]: 29)
Persaudaraan antara sahabat Muhajirin dan Ansor adalah bentuk realisasi kecintaan sesama muslim yang dilakukan oleh Rasulullah sebagai pemimpin mereka. Rasulullah Saw tidak mau para sahabatnya yang baru sampai di Madinah itu menderita.
Sesampainya Rasulullah Saw di Madinah, beliau tidak hanya membangun masjid, tetapi membangun relasi antara sesama kaum muslimin dengan cara mempersaudarakan kaum Muhajirin (orang-orang Mekah yang berhijrah ke Madinah) dengan kaum Anshar (orang-orang Madinah yang menolong kaum Muhajirin). Rasulullah mempersaudarakan Ja’far bin Abu Thalib dengan Mu’adz bin Jabal, Hamzah bin Abdul Muththalib dengan Zaid bin Haritsah, Abu Bakar ash-Shiddiq dengan Kharijah bin Zuhair, Umar bin al-Khaththab dengan Utbah bin Malik, dan Abdurrahman bin Auf dengan Sa’ad bin ar-Rabi’.
Adalah Utsman bin Affan ra yang menginfakkan 700 onta lengkap dengan segala isinya yang diangkut di atas onta-ontanya, kepada umat Islam dibandingkan harus diserahkan kepada para pedagang yang menawar dengan keuntungan sepuluh kali lipat. Itulah beberapa karakteristik seorang pemimpin yang menyelamatkan umat. <Dimuat di Majalah Hadila Edisi Desember 2018>