Oleh: Siti Faizah (Ketua PP Salimah)
Berteman merupakan kebutuhan fitrah manusia. Sebagai mahluk sosial tidak mungkin hidup sendiri. Kebutuhan yang lahir dari tuntutan hidup saling membutuhkan. Dengan sesama perlu saling mengenali, membangun relasi, bahu-membahu, dan tolong-menolong hingga saling melengkapi.
Teman bisa berasal dari kerabat, teman sekolah, teman bermain, tetangga rumah sampai tetangga jauh bahkan terjauh. Di era marak media sosial, antar orang bisa jadi tidak pernah berjumpa darat, tetapi nampak akrab dan sering berdialog di dunia maya. Tawaran pertemanan terbuka lebar, bertebaran melalui media online, seperti Facebook, Instagram, Telegram, Whatsapp, SMS, dan sarana komunikasi lainnya.
Sebagai realisasi tanggung jawab orang tua terhadap Allah Ta’ala atas karunia anak sebagai amanah, menjadi penting untuk memandu anak dalam pertemanan. Teman sangat berpengaruh bagi perkembangan hidup buah hati bahkan bisa menentukan semangat dan arah masa depan anak. Jika seorang anak bisa sakit karena tertular temannya, maka kebaikan dan keburukan seorang teman bisa menular pula.
Islam sebagai agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dan memperkenalkan konsep ‘kaffah’, mewanti-wanti pertemanan ini melalui sabda Rasulullah Saw, “Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya. Kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu. Kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tidak sedap.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Sebuah permisalan yang mudah dicerna sekaligus harapan Beliau Saw, agar berteman dengan orang yang berakal (baca : pandai dan berilmu), rajin beribadah kepada Allah Swt, sehat lahir dan batin serta berakhlak karimah. Anjuran untuk berteman dengan orang yang baik hati, jujur, bertanggung jawab, mengajak pada kebaikan, pandai berterima kasih, suka menghargai orang lain, cermat, cekatan, dan produktif.
Peringatan dini untuk tidak mendekati lingkungan yang buruk. Menjauhi dan tidak mengakrabi orang yang bodoh, tidak berilmu, rakus dengan dunia, dan membuat lupa kepada akhirat. Menjauhi orang yang buruk sikap dan perilakunya, seperti suka berbohong, memfitnah, menyombongkan diri, meminta-minta, mengambil milik orang lain, tidak suka berbagi, picik, malas, boros dan lainnya.
Pertemanan sebagai kebutuhan sehari-hari dan tidak bisa dihindari. Bersama teman, anak bermain, bercanda, berbagi, bercengkerama, senang, dan sukses. Terkadang dengan teman, anak terluka fisiknya, babak belur, berkelahi, terluka hatinya hingga bermusuhan, bahkan sampai kepada kasus penganiayaan bahkan pembunuhan oleh teman sendiri.
Tak jarang teman menjadi sebab kematian, kehancuran, kebangkrutan, kecelakaan, kemelaratan, dan masa depan menjadi suram di dunia dan di akhirat. Ketika tidak berhati-hati dalam berteman, maka penyesalan akan datang sebagaimana gambaran di dalam Surah Al Furqon ayat 27-29, “Dan ingatlah ketika orang-orang zalim menggigit kedua tangannya seraya berkata, “Aduhai kiranya aku dulu mengambil jalan bersama Rasul. Kecelakaan besar bagiku. Kiranya dulu aku tidak mengambil fulan sebagai teman akrabku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Alquran sesudah Alquran itu datang kepadaku. Dan setan itu tidak mau menolong manusia.”
Teman bisa mempengaruhi kepribadian anak, sehingga orang tua perlu mengetahui dengan siapa anak berteman. Sepulang anak dari sekolah atau bermain di lingkungan, orang tua perlu membuka komunikasi supaya anak bercerita seputar pertemanan dan mencurahkan isi hatinya. Orang tua memiliki gambaran tentang lingkungan di sekitar anak, sekaligus bisa memberikan arahan dengan siapa sebaiknya anak berteman, mencegah anak sedini mungkin berteman dengan orang yang berpotensi merusak sikap, pemikiran, dan perilaku anak.
Di sisi lain, orang tua perlu mengontrol anak, baik meluruskan sikap dan pendapat, mengingatkannya supaya bijak dalam memilih teman akrab serta menghindari teman yang berperangai buruk. Sebagai orang dewasa perlu menanamkan nilai-nilai kebaikan, memahamkan anak perlunya berhati-hati dalam berteman supaya tidak terjebak ke dalam pergaulan yang buruk, perbuatan sia-sia, apalagi terjerumus ke dalam perbuatan keji dan mungkar. Rasul Saw bersabda, “Agama seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi)
Di antara cara menjaga anak dari teman yang buruk, orang tua perlu memperhitungkan lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah bahkan lingkungan sosial yang tidak terbatas melalui media sosial. Nasihat agama dan pengalaman orang tua bisa menjadi daya imun dan kontrol pada diri anak dalam membatasi pergaulan. Sampaikan kepada anak bahwa bersahabat dengan teman yang baik, membawa kebaikan bagi diri, keluarga, dan masyarakat.
Menambatkan doa kepada Yang Maha Melindungi anak di manapun berada merupakan senjata ampuh bagi orang tua yang beriman kepada-Nya. Keterbatasan orang tua tidak mungkin membersamai anak secara penuh, apalagi lingkungan media sosial yang sulit dibatasi. Sebuah doa permohonan yang bisa ditiru dari istri ‘Imran seperti diabadikan Alquran, Surah Ali Imran, ayat 36, “….dan aku mohon perlindungan-Mu untuknya dan anak cucunya dari gangguan setan yang terkutuk.”
Dalam kehidupan tidak bisa dipungkiri, bisa jadi seorang dihadapkan pada lingkungan dan pertemanan yang buruk. Dalam Surah Al Mukminun ayat 97-98, Allah Swt mengajarkan doa, “Dan katakanlah, ‘Wahai Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan, dan aku berlindung pula kepada Engkau ya Tuhanku, agar mereka tidak mendekati aku.” <>