Oleh: Siti Faizah (Ketua PP Salimah)
Hadila – Dari data yang dirilis Indonesia Police Watch (IPW), kejahatan jalanan masih mendominasi di tahun 2018, seperti pembunuhan, pengeroyokan. Tren itu diprediksi akan terus meningkat di tahun 2019. Ketika kejahatan, kemungkaran, kemaksiatan semakin meningkat di masyarakat, seperti narkoba, begal, pencurian, perzinaan, pemerkosaan, pembunuhan, narkoba, homoseks dan lainnya, orang tua perlu mewaspadai makanan sebagai kebutuhan hidup yang dikonsumsi oleh seluruh anggota keluarga. Karena sangat berpengaruh terhadap tubuh, jiwa, emosi dan akal.
Kakek dan nenek moyang dahulu hidup sehat, umur rata-rata mereka panjang sampai memasuki ratusan tahun. Sementara di alam kekinian, didapati generasi yang rentan terhadap berbagai penyakit. Tempo dulu penyakit stroke, hipertensi, komplikasi, tumor dan kanker hanya diderita sedikit orang usia lanjut, tapi kini begitu banyak anak muda yang sudah berkelit dan berpenyakit di usia muda.
Pola makan telah mempengaruhi gaya hidup dan kecenderungan menyukai makanan instan yang dijajakan pasar pada kalangan muda sampai anak-anak, lebih menyukai makanan siap saji yang praktis dan dianggap modern, tergiur oleh iklan junk food yang lihai dan memesona. Belum lagi jajanan di sekitar sekolah, perumahan yang didekatkan kepada anak, khususnya murid sekolah dasar.
Mahabenar Allah Ta’ala menitikberatkan urgensi mengkonsumsi makanan halal dan thayyib sesuai fitrah tubuh. Tersedia dan ditumbuhkan oleh bumi, mulai dari buah-buahan segar dan menyehatkan hingga binatang ternak yang dihalalkan, seperti termaktub dalam Alquran Surah Al Baqarah ayat 168 dan Surah Al An’am ayat 142. Makanan masuk kategori thayyib, ketika tidak membahayakan fisik dan akal, mengundang selera, halal, dan tidak najis serta tidak diharamkan.
Orang tua perlu memberikan pemahaman pada anak bahwa sumber makanan pokok yang ditumbuhkan bumi ciptaan Allah Swt, asalnya segar dan sehat. Realisasi Pemberi dan Penjamin rezeki bagi setiap makhluk (Q.S.Hud: 6), tersebar di daratan dan lautan. Tetapi manusia berlebihan bahkan menyimpang dalam mengolahnya. Pencemaran fisik, mikrobiologi, dan kimia seperti pengawet, pewarna tekstil telah mengubah makanan bisa jadi lebih menarik tetapi tertolak, bertentangan dengan kebutuhan dan fitrah tubuh. Sehingga berubah menjadi racun dan kotoran yang mengawali berbagai penyakit.
Allah Ta’ala telah memperingatkan agar berhati-hati terhadap godaan setan dan menyerukan makanan yang halal dan thoyib. Setan sebagai musuh manusia sedari Adam ‘alaihissalam bersama istrinya, Hawa. Keduanya terpedaya godaan setan sehingga melanggar larangan Allah Swt, dengan memakan buah khuldi (Q.S. Al A’raaf : 19-20). Doa tobat keduanya yang bisa diajarkan kepada anak, ”Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S. Al A’raaf: 23)
Apalagi ketika dorongan terhadap perbuatan yang masuk dalam kategori keji (fahisyah) dan munkar terdengar wacana untuk melegalkan dalam bentuk Rancangan Undang-Undang, tentu harus lebih diwaspadai, diawasi dan terus diperjuangkan agar RUU tersebut tidak disahkan atau pasal-pasal yang multi tafsir digantikan dengan pasal-pasal yang menyelamatkan keluarga Indonesia dari berbagai tipu daya, sebagai langkah-langkah setan yang menjerumuskan, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya dia (setan) menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan mungkar.” (Q.S. An Nur : 21)
Setiap manusia yang terlahir ke muka bumi memiliki musuh yang berasal dari setan yang terkutuk. Setiap Qorin dalam diri manusia acap membisiki ke jalan yang salah dan sesat. Setan memperdaya manusia, di antaranya agar gemar dan cenderung kepada makanan yang kotor dan rusak. Bertujuan supaya hati dan akal menjadi rusak sehingga mudah mengajak manusia berbuat fahisyah dan munkar.
Rasul Saw mewariskan doa sebelum makan yang perlu diajarkan dan dibiasakan orang tua sejak dini kepada anak, “Ya Allah, berkahilah kami dalam rezeki yang telah Engkau berikan kepada kami dan peliharalah kami dari siksa api neraka.” (H.R. Ibnu Sunni).
Sebuah permohonan yang mengajarkan para orang tua dua hal. Pertama, mengusahakan sumber pendapatan yang baik, supaya mendapatkan rezeki yang halal agar bisa menyenangkan dan menenangkan, disamping akan berbuah banyak kebaikan (keberkahan) bagi seluruh anggota keluarga, “Sesungguhnya hati itu akan merasa tenang terhadap yang halal dan tidak akan tenang terhadap yang haram,” (H.R. Thabrani)
Kedua, apa yang dikonsumsi manusia akan berpengaruh terhadap daging yang tumbuh dalam tubuh seseorang, sehingga orang tua perlu menyiapkan makanan yang halal dan baik dalam mendapatkan, membelanjakan, mengolah, dan cara memakannya. Dari Jabir bin Abdillah RA, bahwa Rasul Saw bersabda, “Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari makanan haram.” (H.R. Ibnu Hibban dalam shahihnya)
Dalam sebuah jamuan, Rasul Saw menasihati anak-anak agar memulai menyantap hidangan dengan membaca basmalah, mengambil dengan tangan kanan dan mengambil yang terdekat darinya. Dalam nasihat yang lain, Nabi Saw juga mengingatkan agar ketika makan dilakukan dalam posisi duduk bukan berdiri. Hal ini mengingatkan para orang tua, ketika di banyak pesta pernikahan kurang menyiapkan kursi, padahal walimah adalah pintu gerbang menuju pembentukan keluarga.
Orang tua bisa menjadikan awal 1441 Hijriah sebagai momentum introspeksi dan saatnya peduli makanan keluarga. Menyiapkan makanan yang halal dan thayyib sebagai rasa kasih dan sayang pada keluarga. Mengevaluasi cara mendapatkan harta, membelanjakannya, mengolah makanan sampai cara mengkonsumsinya, “Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman, yang saat itu seseorang tidak peduli lagi dari mana dia mendapatkan harta, apakah dari jalan halal ataukah yang haram.” (H.R. Bukhori) <Dimuat di Majalah Hadila edisi September 2019>