Oleh Solikhin Abu Izzuddin (Penulis buku Zero to Hero)
Hadila – Pada saatnya kita akan ditolong oleh kebaikan yang kita lakukan. Maka ikhlaskan saat melakukan kebaikan maupun ketika ditimpa kesulitan. (Spiritual Problem Solving, Solikhin Abu Izzuddin)
Sepotong roti ternyata bisa menjadi tameng dari berbagai tindakan jahat dan tipu muslihat. Yang penting bukan rotinya itu sendiri tetapi keikhlasan kita dalam beramal meski hanya dengan sepotong roti. Jangan diremehkan.
Sepotong roti yang dilakukan dengan ikhlas bisa menyelamatkan dari tipu daya yang ganas. Jangan engkau remehkan sekecil apa pun dari kebaikan meskipun sekadar memberikan sepotong roti, karena bisa jadi roti itu yang akan menjadi tameng dari kejahatan yang menghampiri.
Ketika kita diberikan kesempatan untuk berbuat baik, segera lakukan kebaikan itu tanpa kita tunda-tunda. Karena orang yang menunda kebaikan untuk mendapatkan kesempatan yang lebih besar itu, termasuk orang yang terpedaya.
Bisa beramal saleh sesungguhnya merupakan kenikmatan dan kelezatan iman. Karena tidak semua orang diberikan kesempatan untuk bisa beramal saleh. Nah, ketika kesempatan amal itu datang mari kita ambil bagian agar tidak terjadi penyesalan dan terjaga keistikamahan dalam kebaikan. Meski hanya dengan sepotong roti.
Kisah seorang lelaki yang didengki tetapi selamat karena bertameng sepotong roti. Maka jangan diremehkan meski hanya mampu beramal dengan sepotong roti.
Di dalam kitab Kisah-Kisah Inspiratif, Syaikh Muhammad Al Arifi mengisahkan bahwa ada seorang menteri penduduk sungai Eufrat yang berperilaku jahat. Dia dibuat resah oleh teman-temannya. Hatinya gundah. Jiwanya gelisah karena sebuah rasa bersalah. Mereka berkata, “Ada teman yang melihatnya pada suatu hari dan menemuinya.”
Menteri itu kemudian bertanya tentang lelaki tersebut dan kemudian dia berkata, “Wahai Fulan, bagaimana kisahmu dengan roti itu?”
Lelaki yang ditanya balik bertanya, “Roti yang mana yang engkau maksudkan?”
Dia berkata, “Ceritakan saja padaku, apakah engkau memiliki kisah dengan sepotong roti?”
Lelaki itu menjawab, “Benar. Aku punya kisah tentang sepotong roti. Namun tidak ada seorang pun yang mengetahuinya.”
Dia berkata, “Kalau begitu, ceritakanlah kepadaku!”
Lelaki itu kemudian berkata, “Begini. Semenjak kecil, ibuku selalu membuat roti. Ketika pagi hari tiba, ibuku bersedekah dengannya atas namaku, supaya Allah menjagaku, agar Allah Azza wa Jalla memperbaiki urusanku, supaya aku menjadi anak yang berbakti, dan supaya aku mendapat keberkahan rezeki. Intinya, ibuku berharap agar dengan sedekah itu memberikan manfaat bagiku. Hal itu senantiasa beliau lakukan hingga akhir hayatnya. Dan sekarang, demi Allah, setiap malam aku menyiapkan roti, sehingga ketika pagi datang aku keluar dan bersedekah kepada orang miskin dengannya.” Begitu sang lelaki menceritakan kisahnya tentang sepotong roti. Namun dia heran mengapa sang menteri bisa tahu, maka dia bertanya padanya, “Wahai Menteri, bagaimana engkau bisa tahu dengan semua ini?”
Akhirnya sang menteri mengungkapkan apa yang terjadi sebenarnya. Dia menjawab, “Begini. Dulu aku pernah berniat jahat kepadamu. Aku ingin engkau tertimpa mudharat atau bahaya. Aku ingin membuatmu celaka. Aku melihatmu dalam mimpi, dan aku hendak menusukmu dengan tanganku sendiri menggunakan anak panah. Namun, di tanganmu ada sepotong roti yang bentuknya sebagaimana sebuah tameng pelindung dari besi yang digunakan sebagai tameng dalam peperangan. Akhirnya anak panah tersebut malah mengenai diriku sendiri. Demi Allah, aku tidak bisa mengenaimu karena di tanganmu ada roti itu. Dari situlah aku menyimpulkan bahwa engkau memiliki kisah dengan sepotong roti.”
Sahabat kita bisa jadi mendapat kemudahan dan pertolongan pada saat benar-benar membutuhkan, bukan karena amal-amal besar tetapi karena amal kecil, amal sederhana, amal yang tak seberapa sehingga kita begitu ikhlas melakukannya tanpa pernah menghitung-hitungnya.
Kita juga belajar agar jangan sampai dan jangan pernah meremehkan sekecil apa pun yang kita lakukan atau orang lain lakukan, karena kita tidak tahu mana amal mana yang diterima dan diridai oleh Allah. Karenanya ikhlaskan ketika melakukan kebaikan dan berharaplah hanya kepada Allah, bukan bersandar pada amal yang kita kerjakan.
Sehingga ketika kita diberi kesempatan, peluang, atau terilhami untuk beramal saleh sekecil apa pun amal tersebut, tunaikanlah. Karena bisa jadi itu adalah momentum terbaik dan terakhir yang Allah hamparkan kepada kita. Selanjutnya pasrahkan semua amal yang sudah kita lakukan hanya kepada Allah.
Sebesar apa pun amal kita sebenarnya belum mampu dan tidak akan pernah bisa membalas anugerah yang Allah karuniakan meski hanya berupa nafas gratis dan hidung sehat sehingga kita masih bisa menghirup udara dan kesegaran oksigen yang Allah berikan.
Semoga Allah membimbing kita selalu untuk bisa bertakwa dan berbuat baik, kapan pun, di manapun, dan dalam kondisi apapun. Insya Allah.
Allah Azza wa Jalla berfirman, “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q.S. An-Nahl: 128)<Dimuat di Majalah Hadila Edisi Januari 2020>