Hadila.co.id – Organisasi massa perempuan Persaudaraan Muslimah (Salimah) menyatakan menolak Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS). Hal itu sejalan dengan visi organisasi yang peduli terhadap peningkatan kualitas hidup perempuan, anak dan keluarga Indonesia.
Pernyataan sikap itu disampaikan ketua PP Salimah, Siti Faizah, sebagaimana rilis yang diterima Hadila, Selasa (23/7). Dasar pertimbangan penolakan RUU PKS itu, kata Faizah, adalah sebagai berikut:
Pertama, RUU P-KS tidak mengacu bahkan bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, terutama sila pertama dan sila kedua. Muatan RUU jauh dari adab ketimuran yang dijunjung tinggi bangsa Indonesia. Semua tindakan yang bukan karena paksaan akan dilindungi oleh RUU ini. Padahal adab ketimuran mengajarkan kebaikan, kesantunan, dan kepatuhan yang menjadi budaya luhur bangsa Indonesia. Tidak semua yang dipaksa itu buruk, sebagaimana semangat menjalankan aturan agamanya masing-masing, sebagaimana termaktub dalam Pasal 29 UUD 1945.
Kedua, RUU P-KS ini lebih bermuatan kebebasan daripada penyelamatan generasi bangsa berbasis budaya dan kearifan lokal. Muatan liberalisme lebih kental daripada upaya menyelamatkan anak bangsa itu sendiri.
Ketiga, terminologi kekerasan yang dipakai multi tafsir, hanya berlandaskan tindakan yang tidak boleh dipaksa dan persetujuan dalam keadaan bebas. Hal ini bertentangan dengan aturan yang mengikat sebagaimana aturan agama. Terminologi kekerasan diartikan sebagai perbuatan yang menyebabkan kesengsaraan dan mengakibatkan penderitaan. Hal ini dapat menimbulkan tafsiran yang sangat luas tanpa penjelasan, sehingga menimbulkan disharmoni dalam keluarga dan kehidupan beragama di Indonesia.
Oleh karena itu, terang Faizah, Persaudaraan Muslimah (Salimah) mengusulkan bahwa :
Pertama, terminologi yang dipakai dalam RUU adalah kejahatan seksual, karena lebih jelas batas dan aturannya.
Kedua, undang-undang yang ada sebenarnya sudah cukup melindungi anak, perempuan dan keluarga Indonesia. Seperti UU Perlindungan Korban, UU Perlindungan Anak, UU PKDRT, UU Perkawinan, UU ITE, dan lain-lain. Permasalahannya justru terletak pada penegakan hukum, atau kurangnya kesadaran hukum pada lapisan masyarakat untuk melapor kepada pihak yang berwajib atau enggan mengikuti prosesnya, sehingga kasus-kasus kekerasan seksual tidak terselesaikan dengan baik. <Eni Widiastuti>