Selalu Ingat Kematian, Sebuah Nasihat Kehidupan

Selalu Ingat Kematian, Sebuah Nasihat Kehidupan
Sumber gambar: howieandbelle.com

Hadila.co.id — Selalu ingat kematian adalah sarana luar biasa untuk mengeluarkan kita dari kebiasaan dan perilaku lalai terhadap waktu di dunia, serta menjadi lebih peka akan masa kini.

Ketika seorang manusia melalaikan waktu hidupnya di dunia dengan hal-hal yang tidak berguna dan bahkan berbuat dosa, pada hakikatnya ia sedang menggiring dirinya pada jurang kerugian.

Karena tidak ada satu detik pun waktu terlewat, melainkan ajal kian mendekat.

Pentingnya untuk selalu ingat kematian ini disabdakan Rasulullah Saw, “Kafaa bil mauti wa idzhon.

Cukuplah kematian itu sebagai nasihat, yang memberikan banyak pelajaran berharga dalam membingkai hidup dan mengawasi alurnya agar tidak menyimpang.

Mengingat Kematian Sebagai Nasihat Hidup

Mengingat kematian adalah nasihat bagi manusia yang masih hidup. Di antara nasihat-nasihat tersebut adalah:

Pertama, kematian mengingatkan bahwa waktu sangat berharga. Tak ada sesuatu pun yang mampu mengingatkan betapa berharganya nilai waktu selain kematian.

Tak seorang pun tahu kapan, bagaimana, dan di mana kematian akan menjemputnya. Juga karena setelah kematian, amal apa pun tidak mungkin lagi kita lakukan.

Kedua, kematian mengingatkan bahwa kita bukan siapa-siapa. Kematian menghapus peran-peran kita di dunia.

Apa pun dan siapa pun peran yang telah dimainkan, ketika sutradara kehidupan mengatakan ‘selesai’, usai sudah permainan.

Peran kaya yang tadinya mungkin kita banggakan, atau peran miskin yang kita tangisi berakhir. Jadi naif kalau ada manusia berbangga seolah akan menyandang peran dunia selamanya. Kita bukan siapa-siapa lagi, kecuali hanya hamba Allah.

Ketiga, Kematian mengingatkan bahwa kita tak memiliki apa-apa. Kelak tak ada satu benda pun yang akan ikut masuk ‘rumah masa depan’ yang hanya cukup untuk kita saja, kecuali kain kafan.

Sungguh jika pun ada, tak akan pernah ada manfaatnya. Kita terlahir tanpa membawa apa-apa, begitu pun saat ‘pulang’.

Keempat, kematian mengingatkan bahwa hidup sementara. Hidup tak jauh dari siklus: awal, berkembang, dan kemudian berakhir.

Ketika sapaan kematian mulai datang berupa rambut yang beruban, tenaga yang kian berkurang, wajah yang makin keriput, seringnya kita baru sadar pada pemisah kenikmatan yang bernama kematian.

Kelima, kematian mengingatkan bahwa hidup begitu berharga. Dengan memaknai kematian, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan.

Menghargai arti kehidupan berarti cerdas mengisi kehidupan dengan hal-hal yang bermanfaat dan berharga bagi kehidupan akhiratnya.

Hidup dengan spirit kematian. Mungkin, inilah maksud ungkapan Imam Ghazali ketika menafsirkan Surah Al-Qashash ayat 77 ini, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia,” dengan menyebut bahwa dunia adalah ladang buat akhirat.

Sungguh kita pantas bersyukur, karena Allah selipkan nasihat berharga itu untuk mendampingi kita menjalani kehidupan, memunculkannya di antara jenak-jenak hidup kita, membuat jantung berdegup membentuk takut (khouf).

Takut pada kesiapan kita atas janji pertemuan dengan-Nya. Bukan takut wahn, takutnya para pencinta dunia akan kematian, sebagaimana ungkapan Abu Dzarr, “Karena engkau memakmurkan duniamu dan menghancurkan akhiratmu. Bagaimana mungkin engkau tidak takut berpindah dari kemakmuran menuju kehancuran?”

Menengok rumah masa depan, selalu ingat kematian, membuat hati condong pada akhirat.

Sehingga berbuah ketaatan, mendorong kita untuk bersiap menghadapi kematian sebelum datangnya, memendekkan angan untuk berlama tinggal di dunia dalam kelalalaian.

Juga menjauhkan diri dari cinta dunia, membuat kita qana’ah dengan yang sedikit, rida dengan rezeki dari Allah, meringankan kita dalam menghadapi ujian dunia, mencegah ketamakan terhadap nikmat dunia.

Selanjutnya, mendorong untuk bertobat atas dosa masa lalu, melembutkan hati, memberi semangat untuk mendalami agama, membuahkan sikap rendah hati, dan mendorong perbaikan diri. <>

 

Pernah dimuat Hadila Edisi Juni 2014

Ibnu
EDITOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos