Oleh: Mutoharun Jinan (Direktur Griya Parenting Surabaya)
Allah berfirman dalam Surah Al Baqarah ayat 263: “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi tindakan yang menyakitkan. Allah Maha Kaya, Maha Penyantun.”
Saat membaca ayat ini, terbayang seorang peminta-minta yang datang ke rumah dan tuan rumah memberikan sedikit sedekah tetapi dibarengi dengan kata-kata yang menyakitkan hati. Maka Allah tidak akan menerima sedekahnya bahkan lebih baik tuan rumah yang tidak memberikan sedekah tetapi menjaga lisannya dari perkataan yang menyakitkan.
Bayangan seperti di atas tentu terbangun oleh penjelasan guru kita saat menjelaskan tafsir ayat tersebut atau memang kita melihat peristiwa yang ada korelasinya dengan ayat tersebut. Mayoritas bayangan kita adalah seorang yang sedang membutuhkan pertolongan dan orang yang dimintai.
Namun pernahkah kita membawa nilai ayat tersebut ke dalam konteks interaksi kita dengan anak-anak. Yaitu anak-anak kita yang sering kita berikan bantuan kepada mereka.
Astagfirullah, betapa seringnya kita membantu atau memberi materi kepada mereka, dan di tengah-tengah sedekah yang kita berikan kita masih menyisihkan perkataan yang menyakitkan?
Saat kita melihat sepatu anak kita masih tercecer di lantai, kita pun mengambil sepatu tersebut untuk kita rapikan di rak, tetapi mulut kita tidak lupa untuk mengeluarkan kata-kata yang bisa menyakitkan hati anak. Di kesempatan yang lain, anak meminta sejumlah uang untuk digunakan kegiatan ekstra di sekolahnya, kita pun memberikan sejumlah uang, tetapi rasanya ada yang kurang jika tidak diikuti dengan pesan-pesan berlebihan tanda bahwa kita tidak memercayai anak.
Lalu apa yang dapat kita lakukan saat melihat sepatu anak yang masih tercecer dan kita membantunya tanpa mengiringi bantuan tersebut dengan perkataan yang menyakitkan?
Pertama, di depan anak kita mengambil sepatu-sepatu tersebut dan menaruhnya dengan rapi pada rak. Tidak ada perkataan dan tanda nonverbal, yang ada hanyalah sentuhan hati nurani.
Kedua, jika strategi pertama tidak mempan, maka kita memberi tahu kepada anak sambil menaruh sepatu pada rak, “Mas, tempat sepatunya di rak ini.”
Mengapa ini semua kita lakukan, karena anak pada akhirnya lebih mengingat perkataan kita yang menyakitkan daripada sedekah kebaikan kita. Saya yakin kita semua tidak menginginkan ini terjadi. <>